00. Prolog

19.4K 867 19
                                    

Malam itu, suara gelak tawa memenuhi ruangan milik salah satu gadis yang kini sedang berulang tahun. Kelimanya menabrakkan gelas yang mereka genggam satu sama lainnya secara bersamaan. "Cheers!"

Mereka bersulang, merayakan hari ulang tahun temannya dengan begitu fantastis. Mulai dari memainkan golf mini dan menggunakan uang sebagai bola golfnya, salah satu gadis lainnya ada yang memainkan tembakan mainan yang dapat mengeluarkan uang, membuat mereka merasa seperti sedang dihujani uang. Dan sisanya hanya menertawakan tingkah konyol teman-temannya itu.

Menjadi kaya adalah suatu keinginan semua khalayak ramai. Begitu pula dengan kelima gadis yang sedari tadi sedang menjadikan uang sebagai bahan mainannya. Bermanjakan harta berlimpah sedari kecil, membuat mereka dapat terus berfoya-foya sesuka hati mereka. Menghamburkan semua uang yang mereka punya.

"Tiup lilinnya, Del!" ujar gadis berambut panjang bergelombang. Gadis yang disuruh olehnya pun segera meniupkan lilin di atas kue ulang tahunnya tersebut. Tapi, itu bukan kue ulang tahun yang biasa kalian lihat.

Kue ulang tahun tersebut terbuat dari puluhan gulungan uang yang disusun sedemikian rupa yang tentunya tidak dapat mereka makan. Mereka hanya menjadikannya sebagai properti saja. Selebihnya, mereka kembali bernyanyi, menari, merayakan hari bahagia salah satu temannya itu.

Bagi mereka, uang adalah segalanya. Berkat memiliki orang tua yang sangat kaya, mereka bepikir seolah-olah dunia berada di dalam genggaman tangan mereka. Dengan kekayaan yang mereka miliki, tentu mereka dapat membeli semua hal dan memenuhi seluruh keinginan mereka, bukan?

Harta? Tahta? Kekuasaan? Atau bahkan ...

Cinta?



Pernahkah kalian berpikir bahwa hidup kalian amat sangat sempurna bahkan disaat kalian memiliki cukup banyak masalah dan kekurangan? Mungkin, itulah hal yang dirasakan oleh Gita.

Regita Sekar Adhyaksa.

"Ma, aku berangkat dulu ya," ucapnya sembari memakai sepasang sepatunya. Setelah selesai, tak lupa ia mengecup kedua pipi sang ibu sebelum ia keluar rumah untuk berangkat ke sekolah.

Ia merupakan gadis yang memiliki banyak kekurangan, namun semua kelebihan yang ia miliki mampu menutupi semua hal tersebut. Hampir segala hal dapat ia lakukan sendirian, tanpa bantuan siapapun. Ia sangat mandiri karena didikan yang sangat baik dari sang ibu. Membuatnya tidak mudah patah semangat, terlebih hanya karena hal kecil.

Kecerdasannya berhasil membuat sang ibu turut bangga kepadanya karena gadis manis itu selalu mendapatkan beasiswa karena hal tersebut. Tak pernah sekalipun ia mengeluh dalam belajar, karena mempelajari hal baru adalah hal yang sangat ia gemari.

Sesekali, gadis itu berlari karena tidak ingin terlambat ke sekolahnya. Hari ini merupakan hari terakhir ia bersekolah sebagai siswi kelas sepuluh. Jujur saja, ia tak sabar untuk melanjutkan kehidupannya di kelas selanjutnya.

"Halo, Dea!" sapanya sumringah saat melihat teman sebangkunya sedang memainkan ponsel di tangan kirinya.

Dea menoleh, membalas sapaannya, "eh, halo Gita. GIT, TAU GAK?" Gadis itu membalas senyum Gita tak kalah sumringah kemudian menarik salah satu tangan Gita agar gadis itu segera duduk di sampingnya. "SINI, DUDUK!"

Gita pun mengikuti keinginan Dea dengan duduk di sebelahnya. "Kenapa? Ada berita apa pagi-pagi gini?" ucapnya seraya meletakkan tasnya di atas meja.

"Kamu peringkat satu lagi di sekolah ini! Keren banget dua semester berturut-turut loh kamu peringkat satu paralel." Dea mengguncang bahu Gita girang, membuat Gita ikut tersenyum bahagia saat mendengarnya.

"OHYA? Makasih loh udah dikasih tau. Siapa dulu partner belajarnya?" Gita menaik-turunkan alisnya seraya terkekeh.

Kini Dea pun ikut tersenyum saat mendengar pujian Gita. "Ah, bisa aja kulkas seribu pintu," gumamnya malu-malu. Gadis itu mendorong pelan tubuh Gita untuk menjauh darinya.

"Makasih ya, Dea karena udah selalu ada buat aku." Gita mengusak rambut Dea yang dibalas anggukkan olehnya.

"Git, ayo sama-sama terus sampe akhir," pinta Dea. Gita pun mengangguk cepat menyetujui permintaan gadis dihadapannya.

Lingkungan sekolah yang bagus, teman yang baik, rumah yang hangat, dan juga segala prestasi yang Gita punya sudah sangat cukup baginya. Apalagi yang ia butuhkan? Tidak ada. Hidupnya sangat sempurna.

Namun, apakah kehidupannya akan terus menerus berjalan seperti yang ia inginkan?

Atau ... kelak akan berubah menjadi lebih buruk?



















Author notes.
Halo! Senang bertemu kalian semua. Ini bukan karya pertama saya. Namun, ini adalah karya pertama yang saya publikasi. Semoga kalian menyukai cerita ini dan terus setia mendukung sampai akhir.

Mohon untuk tidak membawa nama tokoh ke dunia nyata terlebih menyangkutpautkan dengan kehidupan nyatanya yaa. Terimakasih atas perhatiannya. Sampai jumpa pada lembar berikutnya.

Salam hangat, Naell.

Obsessed (GitKath) [Hiatus]Where stories live. Discover now