ch 18 [flashback]

7K 640 72
                                    

JANGAN LUPA VOTE.
LEBIH BAGUS LAGI KALO KOMEN.




Lima tahun berlalu dengan begitu cepat.

Jeffery meninggalkan negara Canada dan kembali ke negara kelahiran nya-Indonesia-dengan membawa kedua putranya. Michael, dan si bayi kecil Arshaka.

Bagaimana bisa Michael ikut Jeffery ke Indonesia? Jawabannya karena anak itu menangis dan mengancam akan mogok makan jika dia tidak di perbolehkan ikut dengan ayahnya.

Seperti anak kecil pada umumnya, mau se marah apapun Michael pada Jeffery, dia tetap masih membutuhkan sosok ayah. Walaupun anak sekecil itu harus membenci saudaranya sendiri selama bertahun-tahun.

Akibatnya, keluarga dari mendiang istrinya semakin membenci Arshaka.

Tetapi Jeffery tidak mempersalahkan hal itu, selagi mereka tidak menyakiti putra kecilnya masih bisa Jeffery toleransi.

"Kakak, ayo main."

Seorang anak kecil berlari menghampiri seorang remaja dengan wajah berseri-seri. Sedangkan untuk remaja itu sendiri, dia memasang wajah yang terlihat sudah muak.

Remaja kecil itu-Michael yang saat ini berusia sebelas tahun-dia berdiri dari kursi yang didudukinya, kedua tangannya berkacak pinggang. Netra biru safir nya menatap marah wajah seorang anak kecil yang begitu ia benci setengah mati.

"Udah aku bilang, kamu jangan masuk ke kamar aku! Lagian aku nggak akan pernah mau main sama kamu!" Tangannya menunjuk kearah pintu, "Keluar kamu, sebelum aku seret!" Urat-urat pada dahi Michael terlihat jelas.

Dia, Arshaka. Tidak melunturkan sedikitpun senyuman indah dari wajah imutnya.

Dia sudah terbiasa mendapatkan tatapan tajam dan nada bicara dengan intonasi yang tinggi dari kakaknya. Ini bukan pertama kali nya juga Arshaka kecil memasuki kamar kakaknya.

Maka dari itu ia dengan berani naik keatas ranjang, dan berbaring di sana.

Wajah Michael semakin terlihat jengkel, remaja itu dengan kasar menarik baju yang di kenakan Arshaka. "KELUAR!" Perintah Michael dengan wajah yang memerah padam, menahan emosi.

"Nggak mau! Adek mau bobo di sini sama kakak. Ayah belum pulang, adek takut bobo sendiri." Tangan kecil Arshaka memegangi headboard dengan erat. Lehernya sedikit tercekik karena bajunya yang di tarik oleh Michael. Namun si kecil tetap bertahan pada posisinya.

"Aku nggak peduli! Cepetan kamu keluar sebelum beneran aku seret!"

"Huwaaaa ... Mau bobo disini! Adek mau disini. Adek nggak mau bobo sendiri! AYAH, AAAA!"

Michael menutup telinganya rapat-rapat saat Arshaka menangis semakin kencang. Suaranya menggelegar di seluruh kamarnya.

Oh shit. Tidak ada pilihan lain selain membiarkan anak itu tidur di kamarnya malam ini.

"Oke, oke! Kamu boleh tidur disini. Tapi kalo ayah udah pulang, kamu balik ke kamar kamu sendiri, dan jangan pernah masuk ke kamar aku lagi!" Tawar Michael.

Arshaka yang sudah kepalang ngantuk hanya mengangguk-angguk kecil. Padahal baru menangis sebentar, tapi wajahnya sudah sembab.

Srttt

Arshaka menarik ingus yang menghambat pernafasannya. "Iya .., tapi adek nggak bisa bobo kalo nggak di puk puk." Ucap anak itu dengan suara serak, kedua matanya sudah memerah dan berair.

"Kamu bener-bener nyusahin. Dasar aneh! Pembunuh."

Walaupun mulut Michael sangat kasar, tetapi remaja itu tetap menuruti permintaan Arshaka.

Dia ikut naik keatas ranjang, membenahi cara tidur Arshaka yang berantakan, lalu tangannya mem puk puk pantat kecil Arshaka.

Arshaka menatap wajah Michael dengan senyum sumringah. Baru kali ini kakaknya mau menuruti permintaan kecilnya. Arshaka sangat senang.

"Buruan tidur! Atau matanya mau aku colok biar merem?" Ancam Michael menakut-nakuti. Tapi bisa jadi kenyataan juga jika Arshaka tidak mau nurut dengan ucapannya.

Arshaka dengan cepat memejamkan kedua matanya erat. Cara Michael mem puk puk pantatnya sangat kasar, berbeda dengan Jeffery. Tapi Arshaka sudah sangat mengantuk. Tanpa si kecil sadari, ia tertidur dua menit setelahnya.

Merasa tidak ada lagi pergerakan dari Arshaka, Michael menghentikan acara puk puk nya. Kedua netra biru safir nya memperhatikan setiap inci wajah kecil Arshaka.

Sangking fokusnya, ia sampai tidak menyadari tangannya bergerak dengan sendirinya mengelus wajah Arshaka.

"Kulitnya lembut."

Michael semakin mendekatkan wajahnya.

Dia baru menyadari satu hal, Arshaka tumbuh semakin hari wajahnya semakin mirip dengan ibunya. Hanya warna kornea matanya saja yang mirip dengan Jeffery.

Michael juga tidak mengerti, kenapa dia membenci adiknya?

Setiap melihat wajah Arshaka, itu membuatnya teringat dengan mendiang ibunya.

Mengapa yang mati bukan Arshaka saja waktu itu, kenapa harus ibu-nya?

"Dari dulu ... kalo bisa, pasti aku udah bunuh kamu. Kenapa wajah kamu semakin hari semakin mirip sama bunda? Pembunuh kayak kamu nggak cocok sama sekali sama wajah ini," Tangan Michael mencengkram kuat dagu Arshaka.

"Ayah udah nggak merhatiin aku lagi gara-gara kamu. Dia selalu minta aku buat jagain anak yang sangat aku benci!" Cengkraman Michael berpindah pada leher Arshaka. Tatapannya terlihat kosong.

"Kamu harus minta maaf sama bunda karena udah ambil nyawa dia, dan bikin ayah sedih. Kamu mau aku bantu buat ketemu bunda? Aku bisa bantu kamu."

Cengkraman tangan Michael pada leher Arshaka semakin menguat. Mulutnya tidak berhenti bercerita tentang ini dan itu.

Clock
Clock
Clock

"El ...?"

Pintu terbuka, memperlihatkan sosok Jeffery yang menatap tidak percaya pada putra sulungnya.

.
.
.
.
.

Ternyata cuma buat flashback masa lalunya Arshaka nggak cukup 3 chapter aja guys. Kalian nggak akan bosen kan bacanya?

ARSHAKA JOCASTA  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang