"WOI ADA YANG BAWA KAMUS DUA, GAK???"
Seruan seseorang barusan membuat tubuhku yang semulanya tiduran di atas meja menjadi bangkit tiba-tiba.
Aku menatap Ale-teman sekelasku yang tengah berdiri di atas kursi. "Le... aku juga gak bawa."
Aku meringis. Sama sekali tak teringat untuk membawa kamus hari ini, padahal sudah diingatkan semalam di grup chat kelas.
"Asli, Jan??" Ale turun dari kursi, kemudian menghampiriku. "Mau minjem ke kelas lain, gak? Siapa tau ada yang bawa. Jadwal mapel kita sama kayak kelas MIPA 5 sama MIPA 7."
"Aku pinjem ke MIPA 7, deh."
Ini sudah hari ketiga pembagian kelas tetap. Dan aku ditempatkan di kelas 10 MIPA 6. Seperti yang ku duga, tak ada satupun yang ku kenal disini. Tapi beruntung, sebagian besar dari mereka mudah berbaur, beberapa kali ku diajak untuk pergi ke kantin bersama, atau ke koperasi untuk mengambil seragam bersama.
Tentang Laksita dan Achal, kelas Laksita berada jauh di gedung depan. Aku jarang bertemunya selain ketika pergi ke koperasi. Sedangkan Achal, kelasnya berada di sebelah kelasku, 10 MIPA 7. Karena itu aku berniat meminjam kamus padanya.
Aku berbelok kanan setelah keluar kelas menuju kelas Achal berada. Ini waktu istirahat, tapi ku lihat kelasnya sepi dari luar. Aku memutuskan mengirim pesan lebih dulu untuk memastikan.
Chal, kamu di kelas?
Hanya selang beberapa detik, Achal membalas.
Aku lagi di kantin. Kenapa?
Aku mau pinjem kamus. Lupa bawa heheheh.
Oke, bentar lagi aku ke atas.
Setelah membaca pesan terakhir dari Achal, aku memasukkan ponsel ke saku dan berjalan ke tembok pembatas di depan koridor kelasku dan kelas Achal.
Ku tengok ke kiri. Ale sudah menggenggam kamus entah punya siapa di tangan kanannya. Yang pasti ia meminjam ke siswa MIPA 5.
"Jana, udah dapet? Mau aku bantu cari?" tanyanya.
Aku menggeleng. "Temenku bawa. Tapi dia lagi di kantin, jadi nunggu dulu sebentar."
"Oke."
Ale berlalu masuk ke dalam kelas. Bertepatan dengan itu, di belakangnya muncul Radipta yang tengah berjalan ke arah ku.
-ah, tepatnya ke arah kelas Achal. Karena ia berlalu melewatiku begitu saja tanpa sedikitpun melirikku.
Aku mengamati langkahnya sampai ia masuk ke dalam kelas Achal.
Pemandangan seperti ini sudah biasa ku lihat. Radipta adalah siswa MIPA 5, kelasnya berada di sisi kiri kelasku. Dan dari hari pertama pembagian kelas, ia selalu pergi ke kelas MIPA 7 di waktu istirahat atau jamkos untuk menemui temannya.
"Jana, ayo!"
Achal menepuk bahuku dari belakang, yang ku tanggapi dengan anggukan. Aku mengikuti langkahnya untuk masuk ke dalam kelas.
"Sepi banget." celetukku di depan pintu kelas. Achal mengisyaratkanku dengan gerakan tangan seakan menyuruh ikut masuk ke dalam kelas.
Setelah masuk, pemandangan yang ku lihat pertama kali adalah Damar-yang tempo lalu Laksita bicarakan- tengah duduk di meja guru seraya memainkan dasinya.
"Eh,"
Aku menoleh waswas ketika Damar berbicara. Seperti kata Laksita, menurut Achal, Damar memang menyebalkan. Jadi aku agak takut melihatnya menegurku.
"Anak kelas lain gak boleh masuk kelas ini." ujarnya jahil.
Aku melirik Achal, berniat meminta bantuan padanya tapi ia tampak sibuk merogoh tas untuk mencari kamus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Cerita Untuk Kamu (Terbit)
Teen FictionBercerita tentang Renjana Manohara, anak perempuan lugu namun ambisius, yang baru saja masuk ke bangku sekolah menengah atas di tahun 2019. Membawanya bertemu Radipta Abra Supala, laki-laki mati rasa yang penuh tanda tanya. "Kita diciptakan hanya un...