Bab XXXVI

40.3K 2.2K 46
                                    

Terlalu banyak kata maaf

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Terlalu banyak kata maaf.

...

Sabtu pagi biasanya rumah selalu sepi, semua sibuk dengan urusannya masing-masing. Namun pagi ini berbeda, Qila berdiri diatas anak tangga pertama, memperhatikan ke bawah tepatnya pada meja makan dimana ayah dan dua saudaranya tengah duduk canggung tanpa percakapan.

Aneh sekali, akan tetapi tak urung membuat bibirnya sedikit berkedut menyaksikan betapa enggannya masing-masing dari mereka untuk membuka percakapan.

"Pagi," sapa Qila begitu sampai dibawah.

Semua kontan menoleh, memerhatikan Qila dengan balutan sweater pink kontras dengan kulitnya yang pucat. Akbar langsung bangkit dari duduknya dan menghampiri Qila, mengelus pelan puncak kepala Qila dan tersenyum tipis.

"Sudah siap?"

Sebenarnya tidak. Dan sejujurnya sekarang Qila sangat takut.

"Eum," gumam Qila, kepalanya melongok sedikit ke belakang tubuh Akbar, hanya ada Daniel dan Saka, keluarganya kurang satu.

Peka dengan apa yang tengah Qila pikirkan, Daniel beringsut maju dan merangkul bahu Qila. "Gak usah cari yang gak ada."

"Hari ini kalau lo semangat jalanin kemo-nya gue punya hadiah buat lo."

"Apa?"

Daniel mengacak rambut Qila, "Kejutan dong, gak asik banget kalau dikasih tau sekarang."

Akbar melihat jam yang melingkar di tangannya, "Ayo kita berangkat sekarang supaya tidak terkena macet."

Tangan Qila berubah dingin, saat ini ia sangat amat gugup, terlebih semalam ia habiskan untuk browsing mengenai efek samping dari kemo-semakin membuat dirinya takut.

"Tenang, Qi. Semua bakalan baik-baik aja." Daniel menyatukan kepalanya dan Qila dari samping, rengkuhan tangannya mengerat, berusaha menenangkan meskipun Daniel sendiri tak menampik bahwa ia ketakutan.

Sementara Akbar duduk di bangku samping kemudi, Daniel-Qila-Saka duduk di bangku tengah. Semenjak perkara 'luka' pada punggungnya diketahui Saka, ia belum lagi berkomunikasi dengan saudara kembarnya itu.

Belum ada sepuluh menit perjalanan, Qila sudah menguap, matanya memberat akibat kelelahan bergadang semalaman. Sesekali ia coba memejamkan mata, berusaha nyaman dan tenang meski skenario buruk selalu terbayang di otaknya.

"Tidur aja." Saka membawa kepala Qila untuk bersandar pada pundaknya. "Nanti dibangunin."

Qila sempat tersentak karena Saka mengusap pelan kepalanya, bisikan hangat itu pun datang tiba-tiba, tak urung membuatnya menerbitkan senyum.

Tangan kiri Qila digenggam oleh Daniel yang sedari tadi fokus melihat jalan, tidak ada percakapan, ataupun suara musik, hanya kesunyian yang menemani mereka, sebab semua tengah bergelung melepaskan risau dan cemas dibalik wajah 'baik-baik' mereka.

Paradise (Segera Terbit)Where stories live. Discover now