"RADIPTA JANGAN KABUR! BUANG SAMPAH DULU!"
Suara teriakan yang sangat familiar ku dengar ketika hari rabu. Suara milik salah satu teman sekelas Radipta, Helen namanya.
Ku lihat dari depan kelas, Helen tengah berkacak pinggang dengan wajah sangsinya, menatap tajam Radipta yang sudah setengah jalan menuju tangga.
"Mau ke kantin doang. Nanti gue buang." sahut Radipta lalu berlalu begitu saja.
Helen mendesah kesal lalu kembali menyerok kotoran kelas yang sebelumnya sudah ia sapu.
Melihatnya piket sendirian membuatku meringis kasihan. Dalam satu kelas ada tiga puluh enam siswa, dan mereka dibagi menjadi lima hari untuk melaksanakan jadwal piket. Itu berarti selain Helen dan Radipta, harusnya ada tiga orang lagi yang piket hari ini.
Tapi sedari bel pulang sekolah berbunyi, hanya Helen yang tampak sibuk mengelap kaca dan menyapu lantai.
"Kasian Helen."
Nayya yang duduk di sebelahku mulai bersuara, sepertinya daritadi kami sama-sama mengamati kejadian barusan.
"Temennya pada kemana, deh?"
Nayya mengangkat bahu. "Kelas sebelah emang gak jelas. Denger-denger dari Heru, mereka masih belum bisa berbaur satu sama lain gitu."
Aku hanya mengangguk kecil untuk menanggapi ucapan Nayya. Kini ku lirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tanganku.
"Sepuluh menit lagi aku ekskul." aku menghela nafas berat. "Tapi gak ada Kayla, pasti aku diem aja nanti."
"Ngobrol dong sama Glara." ujar Nayya dengan gaya bicara meledek. Membuatku menyenggol bahunya pelan dengan senyum kecut.
"Disindir-sindir mulu yang ada."
"Eh, kan Kayla rapat OSIS, berarti Radipta gak langsung pulang juga mau rapat?"
"Bisa jadi."
Setelah itu keheningan menguasai kami. Aku menoleh ke kanan, lalu ke kiri, sampai mataku menangkap sosok Alin yang tengah berjalan dengan seorang temannya di bawah sana.
Gila. Ini sudah jam setengah tiga sore tapi rambutnya tidak terlihat lepek sama sekali. Pun wajahnya masih terlihat cerah natural.
Jangankan Radipta, aku pun melihatnya terkagum-kagum.
"Alin cantik banget, ya..."
Mata Nayya mengikuti arah pandangku.
"Mau ngomong biasa aja tapi nyatanya dia emang cantik." Nayya menggelengkan kepala heran. "Bisa-bisanya dulu dia mau sama Radipta, pasti kena pelet."
Aku mendengus geli. "Radipta gak seburuk itu juga."
"Ya itu di mata kamu. Di mataku dia orang paling nyebelin sedunia."
"Oh iya," Aku beralih memandang Nayya. "Sekarang temenmu yang waktu itu ditolak Radipta gimana? Masih suka?"
Nayya menggeleng ragu. "Gak tau masih suka atau enggak, tapi dia masih suka nanyain Radipta." ia berdecak. "Emang cinta tuh buta, ya."
Mendengar itu membuatku termenung. Apakah suatu saat nanti aku akan berakhir seperti teman Nayya juga?
Apa jika aku jujur pada Radipta tentang perasaan ini dan dia menolakku, aku akan tetap suka padanya?
Kalau dipikir pakai logika, harusnya bila aku ditolak, aku pasti akan melupakan Radipta dan mencari orang baru.
Tapi apakah akan semudah itu?
"Aku takut bakal berakhir kayak temen kamu itu, Nay."
"Kalo takut, kamu harus berhenti suka sama Radipta."
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Cerita Untuk Kamu (Terbit)
Teen FictionBercerita tentang Renjana Manohara, anak perempuan lugu namun ambisius, yang baru saja masuk ke bangku sekolah menengah atas di tahun 2019. Membawanya bertemu Radipta Abra Supala, laki-laki mati rasa yang penuh tanda tanya. "Kita diciptakan hanya un...