Semangat, Jana. Kalo dikacangin sama Radipta, tempeleng aja kepalanya.
Akhirnya hari yang aku nantikan namun takutkan datang juga.
Aku sudah sampai ke tempat pameran lebih dulu dibanding Radipta dan Alin. Sebelumnya Radipta bilang mereka akan berangkat bersama karena rumahnya berdekatan. Ya sudah, aku bisa apa.
Karena mereka tak sampai-sampai, jadi aku bertukar pesan dengan Nayya lebih dulu, mengeluh seperti biasa.
Mana tega nempeleng dia.
Balasku dengan kekehan kecil.
Sebenarnya aku tak terlalu keberatan menunggu, karena kebetulan pameran ini diselenggarakan secara outdoor dan indoor. Ada beberapa karya yang dipajang di luar ruangan beserta beberapa seniman yang tengah melukis secara langsung.
Kalau memang konsepnya sebagus ini, tak sia-sia aku mengeluarkan uang yang lumayan besar dan mengorbankan rasa gengsi ku untuk mengajak Radipta kesini.
"Renjana!"
Suara familiar tapi jarang ku dengar, itu suara Alin.
Aku tersenyum seraya melambaikan tangan sebagai tanda menyuruhnya mendekat.
Ku lihat Radipta mengikuti di belakangnya dengan langkah santai disaat Alin berlari ke arahku.
Ingin sekali ku potret sosok Radipta sekarang karena ia sangat tampan dengan memakai kemeja bergaris putih biru dan rambut setengah acak-acakan. Tak biasanya se-rapih ini.
Kalau saja bisa, akan ku kirim foto itu ke Nayya dan Puspa agar mereka berhenti mengejek Radipta jelek dan sebagainya. Mereka harus tau kalau Radipta bisa tampil tampan bila ia mau.
"Sumpah keren banget pamerannya, aku kaget pas pertama masuk kok ada yang dipajang di luar."
"Hahahah, sama. Aku juga kaget." balasku yang memang selalu sekenanya bila bicara dengan Alin.
"Di dalem tapi ada juga kan? Mau ke dalem dulu, gak?"
Aku mengangguk. "Boleh, boleh."
Alin tersenyum bersemangat lalu merangkul lenganku. Ku lirik dari ujung mata, Radipta mengikuti dari belakang seperti biasa.
Imajinasi Nayya perihal keadaan hari ini ternyata benar. Dalam hati ku tertawa mengingat itu.
"Udah lama nunggu, ya? Sorry tadi Radipta beli bensin dulu jadi kita muter."
"Gak terlalu lama, kok. Seru juga tadi sambil liatin seniman pada ngelukis."
Karena di depan tadi kami sudah scan tiket masuk, jadi untuk masuk ke ruangan indoor kami tidak perlu akses apapun.
"Dulu aku cuma liat mereka di internet, gak nyangka sekarang liat mereka secara langsung. Sambil ngelukis pula."
Aku hanya tersenyum untuk menanggapi ucapan Alin karena kini atensi ku teralihkan ke seisi ruangan indoor. Galeri Bu Dewi waktu itu memang bagus, tapi ini tiga kali lipat lebih bagus. Aku bahkan sampai menganga saking kagetnya.
"Bagus banget..."
Tidak bernuansa klasik seperti kebanyakan, justru galeri ini bernuansa cerah dengan paduan-paduan warna terang yang menyatu. Meski begitu, interiornya tidak membuat sakit mata.
Tapi sayang isinya kurang beragam, di dalam hanya ada lukisan dan patung-patung. Sepertinya memang tempat indoor ini lebih dirancang untuk foto-foto saja.
Radipta tiba-tiba mengeluarkan ponsel yang ku tebak untuk memfoto lukisan-lukisan tersebut.
"Ayo cepet, tadi katanya mau foto." ujarnya pada Alin yang membuatku mengernyit bingung.
YOU ARE READING
Satu Cerita Untuk Kamu (Terbit)
Teen FictionBercerita tentang Renjana Manohara, anak perempuan lugu namun ambisius, yang baru saja masuk ke bangku sekolah menengah atas di tahun 2019. Membawanya bertemu Radipta Abra Supala, laki-laki mati rasa yang penuh tanda tanya. "Kita diciptakan hanya un...