Budayakan follow sebelum baca~
Happy Reading! 🤍
•••
"Aku gak ngira kamu bakal sesuka itu sama Radipta."
"Aku juga."
Achal menatapku dengan senyum meledek. "Bener, kan, dugaanku waktu itu." ia merubah posisi menjadi bertopang dagu. "Jadi, udah sejauh mana usahanya?"
Aku mendongak, memutar otak bagaimana caranya mendefinisikan usahaku selama ini. Jujur aku sendiri tak tahu jenis usaha tersebut sudah ada di posisi mana. Apakah cari perhatian di instastory, melirik dari kejauhan, dan mencari tau kabarnya lewat Nayya si tetangga sudah merupakan tahap tertinggi dari sebuah usaha dalam mendekatinya?
"Yang pasti belum sampe confess."
"Cuma orang bermental kuat yang berani lakuin itu."
Aku tertawa kecil. Kalau tidak ada kemajuan mungkin suatu saat aku akan berani bilang padanya. Walaupun aku belum siap menghadapi kemungkinan terburuk atau bahasa kasarnya-ditolak.
"Radipta makin sini, makin banyak yang suka. Kadar menariknya jadi berkurang di mataku."
"Tau darimana?" tanyaku.
"Kita satu ekskul kalo kamu lupa. Di english club banyak yang kagum sama dia."
Kabar yang ini baru ku ketahui sekarang. Makin ciut saja nyaliku mendengarnya.
"Dia kan jago inggris. Terus dia disuruh jadi calon ketua sama pembina ekskul."
"Terus mau?"
Achal mengangguk. "Gak ada kandidat lain. Jadi pas nanti kakak kelas lengser, langsung diganti sama dia."
Aku membelalakkan mata takjub. "Keren."
"Keren, sih, keren. Tapi ngomong sama dia tuh kayak ngomong sama batu, Jan. Acuh banget. Aku jadi males kalo nanya apa-apa."
Aku tertawa rendah. Sifatnya yang menurut orang lain menyebalkan justru menarik bagiku.
"Emang begitu mungkin sifatnya."
Achal melirik sedikit ke arah kiri, kemudian mendekat padaku. "Tapi kan ketua gak cuman perlu pinter. Dia harus bisa bimbing anggota-anggotanya juga. Nah-" Achal mulai berbisik. "Radipta gak punya itu. Dia gak bisa ngomong, Jan."
Aku ikut mendekatkan diri dan berbisik, "Yaudah, mau tukeran ekskul?"
"Yeu!" Achal kembali pada posisinya semula. "Susah, deh, kalo ngomong sama orang yang udah dibutakan cinta."
"Lebay!" seruku dengan tawa.
Mengobrol santai dengan Achal seperti sekarang adalah hal yang sudah jarang aku lakukan semenjak masuk SMA. Aku punya teman baru, begitu juga Achal, dan kami sama-sama sibuk dengan teman baru kami. Ditambah ketika kelas sebelas, kelas kami berbeda gedung. Membuatku makin susah saja berinteraksi dengannya.
Tapi sekarang kebetulan Achal tengah menunggu Lena untuk pergi ke ruang ekskul english club bersama. Karena Lena sedang mencatat tugas yang belum selesai dan aku juga ingin kerja kelompok lebih dulu setelah ini, jadilah kami ada waktu untuk mengobrol bersama seperti sekarang.
"Radipta ada di kelas?"
Aku mengangkat kedua bahu. "Tadi aku liat, sih, udah ke bawah."
Achal mendelik. "Terus ngapain tadi kita bisik-bisik kalo dia gak ada di kelas."
Tepat ketika Achal mengucap itu, Radipta muncul dari tangga seraya menggenggam sebotol cola. Minuman favoritnya.
Aku dan Achal berpandangan seraya mengulum bibir. Achal tampak menahan tawa yang membuatku melotot dengan maksud menyuruhnya merubah ekspresi menjadi biasa saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Cerita Untuk Kamu (Terbit)
Teen FictionBercerita tentang Renjana Manohara, anak perempuan lugu namun ambisius, yang baru saja masuk ke bangku sekolah menengah atas di tahun 2019. Membawanya bertemu Radipta Abra Supala, laki-laki mati rasa yang penuh tanda tanya. "Kita diciptakan hanya un...