De 1 of Yerie - Link Ink Finger.

48 6 1
                                    

Mataku masih belum terbuka lebar ketika aku menyeret langkah menuju kamar mandi. Dering alarm yang berisik, membuatku menggosok wajah kasar, dengan sedikit mendengkus. Hari lain dengan kegiatan yang tidak lain lagi.

"Bagaimana rasanya 10 hari di dunia bayangan? Apa kamu lebih bahagia mengambil tempatku?"

Tersentak, kakiku mundur ke belakang menabrak dinding sementara mataku membulat sambil menatap bayangan di cermin. Wajah yang sama, hanya saja senyumnya berbeda, tampak ... menyeramkan.

Kantuk yang kurasa hilang entah ke mana, tanganku gemetar berusaha meraih cermin. Apa maksud perkataannya?

"Ayolah, Daniella. Apa kamu lupa perjanjian kita? Hanya 10 hari bertukar, lalu kamu kembali ke sini, dunia yang membosankan," ucap bayangan di cermin, ia tampak memainkan jari kemudian menggigit kuku dengan tatapan bosan. "Aku ingin kembali ke duniaku."

Ingatanku berputar, terasa pusing. Enggan berpikir banyak, aku berlari keluar kamar mandi dan membanting pintu. Kududukkan diri di sisi tempat tidur, berusaha mengingat apa yang baru saja terjadi.

Tubuhku gemetar, aku membuka laci nomor dua meja belajar kemudian mengambil sebuah buku kecil di sana. Baru saja aku akan membuka lembar pertama buku itu, terdengar suara ketukan di pintu. Terkesiap, aku menarik napas panjang, lalu berjalan untuk membukakan pintu.

"El, ini sudah jam delapan, kamu belum siap? Kita ada kelas jam sembilan loh," kata si tamu yang menyelonong masuk ke dalam kamar. Ia memandang kamarku yang berantakan, lalu berdecak. "Mandi sana, nanti kita terlambat."

Tidak bisa menolak dan bingung bagaimana menjelaskan hal aneh yang baru saja terjadi membuatku bergerak kaku ke kamar mandi. Aku bergegas menutup cermin wastafel dengan handuk baru, lalu mandi bebek dengan rasa ngeri. Sesekali kumasukkan sugesti bahwa semua yang terjadi hanya halusinasi.

Aku selesai mandi dengan cepat, berpakaian dan memoles pewarna bibir sedikit tanpa menggunakan cermin. Sungguh, aku masih takut. Harleen menatapku dengan bingung, tapi tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Kami turun ke bawah, dan aku menyerahkan kunci mobil pada Harleen membiarkannya mengemudi.

Jalanan pagi ini tampak cukup lancar, dengan kecepatan sedang kami berkendara menuju kampus yang terletak di sisi kota Jakarta bagian Timur. Sepanjang perjalanan hanya suara Harleen yang mendominasi percakapan, aku lebih banyak terdiam dan mengangguk.

"El, kamu kenapa sih? Sakit? Pendiam banget hari ini," tanyanya sambil melirikku dengan ekor mata, "Harusnya kalau sakit, tadi titip absen aja ke aku."

Senyum tipis kulempar padanya, lalu menggeleng. "Enggak, kok. Aku enggak sakit, cuma agak pusing kayaknya semalam kebanyakan belajar."

Bohong. Aku tidak bisa melupakan apa yang baru saja terjadi tadi pagi. Semuanya tampak begitu nyata. Bagaimana jika ternyata aku hanya bayangan? Aku tidak nyata?

"Kan," ucap Harleen lagi membuyarkan lamunanku. Aku menoleh padanya, tertawa simpul.

"Len, kamu percaya kalau dunia itu ada dua? Maksudku, ada dunia nyata, dan semu--bayangan?" tanyaku ragu.

Harleen terdiam sebentar, kemudian tertawa. "Kamu habis nonton film apa semalam? Dunia ya cuma satu, kalaupun ada dua, yang satunya tuh dunia setelah kita meninggal nanti."

"Bukan itu, Len," sanggahku, "tapi seperti dunia ini ada dua, kamu ada dua, aku ada dua. Kamu di dunia ini dan kamu di dunia bayangan? Dan kalian bisa komunikasi melalui cermin."

Harleen menggelengkan kepala. "Habis nonton Doraemon yang Dunia Cermin, ya?"

Aku hendak menyanggah perkataannya, tapi tidak jadi kukeluarkan. Benar yang Harleen bilang, tidak mungkin ada dua dunia. Mungkin saja memang aku terlalu banyak menonton film.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 22, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

De Yearie.Where stories live. Discover now