Budayakan follow sebelum baca~
Happy reading! 🤍
•••
"Ta, demi Tuhan!"
"Kenapa?"
"Se-abstrak ini???"
Radipta tertawa dengan raut tak berdosa. Kembali fokus memandang kanvas yang ia genggam. Seperti tengah berpikir ingin melukis apa.
"Pelukis handal pasti bisa jadi bagus hasilnya." ucapnya sebelum mengulas kuas ke kanvas tanpa aba-aba. Membuatku berdesis kecil karena ia curi start.
Kami sedang ada di taman kota sekarang, duduk di rumput berlapis tikar kecil, sama-sama menggenggam sebuah kanvas dan kuas yang sebelumnya kami tukar untuk dicoret asal.
"Gue masih bingung mau digimanain." ujarku seraya melirik kanvas milik Radipta.
Sangat tak adil. Aku hanya mencoret sedikit garis di tengah-tengah, sekelilingnya ku beri bulatan besar. Sementara ia mencoret kanvasku tanpa rasa tega. Garis tak beraturan, bulat tak sempurna yang disebar secara acak, bahkan ia membentuk sudut jajar genjang di ujung.
Akhirnya setelah sepuluh menit Radipta mulai, aku baru mulai mengoles kuas ke kanvas milikku.
"Jangan takut jelek,"
"Gue mau hasilnya bagus."
"Karya lo semuanya bagus."
Aku tersenyum. Setiap ia mengatakan hal-hal semacam itu, aku selalu diam.
Entah mengapa rasanya sama saja. Meski sudah sedekat ini, terkadang aku masih malu-malu bila ia tiba-tiba memuji.
"Itu liat, deh."
"Kakaknya gambar apa, sih?"
"Yang cewek atau yang cowok?"
"Dua-duanya, tapi yang cewek kayaknya lebih bagus."
Aku melirik Radipta sekilas, lalu melirik dua anak kecil berbeda jenis yang tengah mengintip di belakang kami.
"Mau liat?"
Tawarku pada mereka yang diangguki dengan antusias. Aku menggerakkan tangan seakan menyuruh mendekat.
"Ih, jangan nyamperin dulu nanti diculik!" seru si anak perempuan seraya menahan lengan si lekaki.
Membuatku dan Radipta tertawa geli di tempat. Aku memandang mereka lagi, lalu mengucap tak apa-apa karena kami masih anak sekolahan yang sama sekali tak ada niatan ingin menculik.
"Kalo beneran mau culik, nanti aku tarik kamu kabur."
"Bohong! Paling kamu ngibrit duluan,"
"Lucu banget," gumamku, masih memandang mereka yang kali ini justru mengintip dibalik pohon. "Ta, suruh kesini aja ih gemes."
Radipta menoleh ke belakang. Ekspresi mereka langsung berubah menjadi saling pandang dengan alis mengerut dan mulut menggerutu saling menyalahkan.
Pantas saja mereka ciut. Radipta memandang tanpa ekspresi seperti yang biasa ia pasang ketika berjalan di koridor sekolah. Aku saja dulu selalu takut melihat rautnya karena mengira ia tak nyaman.
"Muka lo jangan begitu." Tegurku membuat Radipta mengernyit bingung.
"Gimana terus?"
"Senyum, lah,"
Ia tersenyum paksa, lalu mengeluarkan dua buah permen dan menyodorkannya ke dua anak itu.
"Ada permen, tapi gak ada racunnya. Jadi gak bisa diculik."
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Cerita Untuk Kamu (Terbit)
Teen FictionBercerita tentang Renjana Manohara, anak perempuan lugu namun ambisius, yang baru saja masuk ke bangku sekolah menengah atas di tahun 2019. Membawanya bertemu Radipta Abra Supala, laki-laki mati rasa yang penuh tanda tanya. "Kita diciptakan hanya un...