1. Permintaan Papa

534 90 0
                                    

Cerita baru yang sementara ini hanya bisa dibaca di KaryaKarsa❤️.

--

Aku tertawa dengan kerasnya saat mendengar cerita Ivy tentang acara wisuda kami minggu lalu. Aku baru sadar ternyata ada banyak hal yang aku lewatkan saat acara wisudaku. Semua ini karena Papa yang mendesakku untuk tidak berlama-lama di acara wisudaku.

"Toganya Wisnu kekecilan sampai dia sudah mirip arem-arem yang kebanyakan isi." Ivy kembali tertawa dan memancing aku dan Lana untuk ikut-ikutan tertawa.

Jam di ponselku telah menunjukkan pukul sepuluh malam, jam malam yang ditetapkan oleh Papa untukku. Tapi sepertinya malam ini aku ingin sedikit melanggarnya. Bukankah aku bukan remaja lagi?

Ivy kembali bercerita lagi dan membuatku serta Lana mendengarnya dengan bersemangat. Di kedai kopi ini sepertinya hanya kami bertiga saja yang mengobrol dengan heboh. 

"Kayaknya aku harus pulang sekarang deh." Lana tiba-tiba memotong pembicaraan.

"Aku baru ingat kalau besok ada wawancara," sambungnya.

"Lana memang patut diacungkan jempol, kita aja masih bingung mau ngapain setelah lulus, dia malah sudah nyebar lamaran kerja," timpalku.

"Baru nyebar beberapa lamaran kok, mumpung lagi senggang," balasnya.

"Kamu pulang bareng Ivy, kan? Besok kita ngobrol lagi ya. Aku benar-benar harus pulang sekarang," ucap Lana lagi.

"Kayaknya kamu juga harus pulang sekarang deh," ucap Ivy sambil memberi kode dengan matanya.

"Mas Angga ya?" Lana yang sudah beranjak dari tempat duduk malah menghentikan langkahnya. Aku membuang napas kesal, bukan kesal karena sikap Lana tapi aku justru kesal karena lelaki itu menjemput tanpa kuminta.

"Tambah cakep aja ya," timpal Ivy sambil berdecak kagum. Heran bagaimana bisa dua sahabatku ini mengagumi lelaki yang dinginnya melebihi dinginnya kutub utara.

"Sudah deh, aku pulang juga kalau gitu," kataku akhirnya. Jika aku mengabaikan lelaki yang sedang menunggu di seberang jalan itu lebih lama lagi, dia mungkin akan menyusulku ke sini dan membuat kehebohan di antara dua orang temanku ini.

Aku meninggalkan Ivy dan Lana yang juga akan pulang. Langkahku begitu tergesa karena rasa kesal yang begitu kuat.

"Siapa yang suruh jemput?" omelku dengan mata menatap lelaki yang berdiri di hadapanku itu dengan tajam.

"Tadi aku sudah bilang Papa kalau bakal pulang diantar Ivy," sambungku. Lelaki ini selalu saja mengacaukan acaraku, dari tiba -tiba datang tanpa diminta hingga menjemputku. 

"Papa masuk rumah sakit," ucapnya tanpa ekspresi dan kemudian segera membuka pintu mobil. Wajahku seketika terasa memucat. Aku terpaku di tempatku berdiri selama beberapa saat.

"Kenapa baru kasih tahu sekarang?" tanyaku sambil menarik ujung pakaiannya dengan kesal.

"Ponselmu nggak aktif," balasnya.

"Masuklah ke mobil sekarang, kita langsung ke rumah sakit," katanya lagi. Dengan tangan yang terasa bergetar karena khawatir terjadi hal buruk pada Papa, aku pun membuka pintu mobil dan masuk dengan cepat.

Beberapa bulan terakhir ini kondisi kesehatan Papa memang tidak begitu baik, berkali-kali keluar masuk rumah sakit karena tekanan darahnya yang tinggi. Setiap Papa dibawa ke rumah sakit, di saat itulah aku merasa nyawaku seperti akan hilang. Aku begitu takut terjadi apa-apa dengan Papa, hanya dia satu-satunya yang kumiliki setelah Mama meninggalkanku lima tahun yang lalu.

"Gi-gimana keadaan Papa sekarang?" tanyaku dengan suara bergetar.

"Sudah sadar tapi kondisinya belum stabil," jawabnya.

Mungkinkah Rindu?Où les histoires vivent. Découvrez maintenant