17. Why?

7.2K 641 143
                                    

Mentari senja yang kian hilang cahayanya, berganti dengan langit yang mulai menggelap. Gadis dengan kacamata bulat yang menjadi ciri khasnya, kini tengah terduduk dalam bus yang tengah berjalan menuju daerah rumahnya. Beberapa kali gadis itu menghela napasnya seraya memikirkan apa yang harus ia lakukan untuk kedepannya.

Semua hal terasa begitu memenuhi kepalanya. Sudah lelah dengan pelajaran, gadis itu masih dipusingkan dengan berbagai hal lainnya. Salah satu yang menghantui pikirannya adalah ... Freyana Adiwijaya.

Membuka pintu kamarnya secara perlahan, gadis berkacamata itu mulai memasuki kamar tidurnya. Ia membuka lemari dimana banyak berisi buku tebal miliknya disana. Buku tebal yang setiap hari harus dibaca berulang kali olehnya agar ia tak lupa akan pelajaran yang telah dipelajari pada hari itu.

Entah sudah berapa kali ia menghela napasnya hari ini, lagi dan lagi Freyana muncul dalam pikirannya. Menatap lurus pada mading yang terletak tepat di atas mejanya, gadis itu membuka kain yang menutupi isi dari mading tersebut.

Kain terbuka, menghadirkan sangat banyak foto Freya disana. Mulai dari Freya yang tertawa lepas dengan senyum manis khasnya, saat Freya tak sengaja terlelap di kelas, Freya yang sedang menyeka keringat karena pelajaran olahraga, Freya yang sedang berjalan pulang menuju rumahnya, bahkan ... saat Freya sedang berpelukan dengan Flora di taman sekolah pun ada. Hari dimana Freya dan Flora mulai meresmikan hubungan di antara keduanya.

Gadis berkacamata itu mengambil salah satu foto yang tergantung disana. Menatapnya lekat, mengusap foto tersebut layaknya orang di dalam kertas tersebut berada di hadapannya saat ini. "Freya, kenapa kamu sukanya sama Flora? Bukan sama aku?"

Gadis berkacamata bulat itu kembali mengedarkan pandangannya, menatap mading dengan sangat banyak foto dari Freya itu. "Aku bisa jadi pacar yang lebih baik buat kamu, Freyana Adiwijaya," lirihnya pelan bermonolog. "Kenapa harus Flora? Padahal aku ada di samping kamu setiap hari. Aku selalu temenin kamu di kelas. Aku anterin kamu ke UKS setiap kamu pingsan."

"Andai kamu tau, gadis mungil yang kamu sukai itu, jauh lebih licik dari Kathrina. Pacaran sama Flora itu berbahaya, Freya."



Sesampainya di rumah, Kathrina terus menggenggam jemari Gita, menariknya secara paksa menuju kamarnya. Tak peduli pada Gita yang terus meringis karena perbuatan kasarnya kepadanya. "Kath!" Gita terus memberontak, berusaha melepaskan cengkeraman Kathrina pada pergelangan tangannya.

Kathrina membuka pintu kamarnya, mendorong Gita untuk masuk, kemudian gadis yang lebih muda mengunci kamarnya, membuat keduanya terkunci di dalamnya. Kunci tersebut ia lempar asal. Tak peduli apa yang akan terjadi kelak, yang ia pikirkan kini hanya membuat Gita menjadi miliknya, seutuhnya.

Gita menatap Kathrina yang terus berjalan mendekat. Gita yang mulai panik, kini terus melangkahkan kakinya mundur. "Kath, k-kamu tuh gak ada puasnya, ya?" ucapnya dengan deru napasnya yang tidak beraturan. Pasalnya, Kathrina telah membuat bibir Gita sedikit berdarah karena ulahnya saat di sekolah.

Gita menelan salivanya karena tenggorokkannya terasa sangat kering, ia benci Kathrina dengan sifat ini. Sifat kasarnya yang terus menyakitinya, sama seperti apa yang gadis itu lakukan pada saat merundungnya. "Kath. Jangan kaya gini."

Melihat Gita yang terpojok dan terduduk pada tepi kasurnya, membuat Kathrina kembali menghadirkan seringainya. Gadis tinggi itu terus mengikis jarak antara keduanya seraya menatap Gita tajam. Rubah licik itu telah berhasil menjebak tupai kecilnya. Kathrina menarik dagu Gita, memaksanya untuk menatapnya.

Jika biasanya Gita segera memejamkan matanya saat Kathrina mulai menatapnya, kini berbalik. Gita menatapnya tak kalah tajam, berusaha kuat menatap dalam netra gadis di hadapannya. "Kamu kira, kamu bisa terus sakitin aku kaya tadi, Kathrina?"

Obsessed (GitKath) [Hiatus]Where stories live. Discover now