38. Kunci.

23 15 0
                                    

BRUAGHHH!!!!

"PERGI DARI SINI! SERANGGA ITU MENGGILA!!"

Tiba-tiba saja ada seorang tentara yang tadi mengawal mereka masuk ke dalam ruangan tersebut. Untuk suara bantingan tersebut... Suara itu berasal dari tentara yang sama, yang berteriak kepada mereka untuk segera lari dari sana yang membanting badannya karena berlari begitu cepat dan tidak terkontrol.

"BAGAIMANA CARANYA KAMI KELUAR DARI SINI?!" tanya Esmerald yang berteriak kepada tentara tersebut.

"A-Aaa... I-Iya. Kunci." ucap tentara itu sambil mencari kuncinya di saku celana kanannya dengan tangan yang gemetar karena saking takutnya.

Beberapa detik mereka berempat merapat ke dekat pintu dan melihat tentara yang sedang mengambil kuncinya dengan tangan yang tidak bisa dikendalikan oleh dirinya sendiri.

"A-Aaa! Ini dia." ucap tentara sambil memegang kunci yang sudah dia temukan dari saku celana bagian kanan.

"Berikan pada kami." ucap Johannes kepada tentara yang masih memegang kunci pintu dengan gemetar.

"A-Aaaa... I-Iya." ucap tentara tadi sambil berusaha mengontrol tangannya untuk memberikan kunci tersebut pada Johannes.

CRINGGG!!!

Belum sampai berada di tangan Johannes, kunci tersebut terjatuh karena tangan tentara yang sangat amat gemetar.

"M-Maaf!" ucap tentara yang langsung menunduk untuk mengambil kunci yang telah dia jatuhkan sambil melihat ke kanan dan ke kiri memastikan bahwa keadaan di sekitarnya baik-baik saja.

Belum sampai tangannya meraih sekumpulan kunci yang dia jatuhkan, tiba-tiba tentara itu melihat ke arah kirinya bahwa ada satu orang dokter yang sepertinya sudah terinfeksi, berdiri tegak dan diam mematung melihat dirinya dengan mata yang melotot.

Tubuhnya diam membungkuk, belum berhasil meraih kunci-kunci tadi. Ketakutan yang dia pikirkan akhirnya terjadi. Tubuhnya seperti es batu yang dipahat.

Dingin.

Seperti tidak ada aliran darah yang mengalir dalam tubuhnya saat dia melihat dokter yang terinfeksi di sisi kirinya.

Mereka berdua beradu tatap. Tanpa membuat pergerakan sedikitpun. Mematung.

"Apa anda berasil mengambil kuncinya?" tanya Nerissa yang sambil melihat ke arah luar untuk melihat tentara tadi yang sedang mengambil kunci.

Mendengar pertanyaan Nerissa, tentara itu kembali sadar dan langsung mengambil kunci tersebut dan bangkit berdiri.

Tapi di sisi lain, dokter yang sudah terinfeksi tadi membuka mulutnya lebar-lebar dan berhasil mengeluarkan banyak sekali serangga dari dalam tubuhnya dan serangga-serangga itu berlari, melompat dan terbang ke arah tentara yang berada di luar ruangan-ruangan terkunci.

Johannes ingin mengambil kunci itu karena melihat bahwa tentara tadi akan menyerahkan sekumpulan kunci ke arahnya. Tapi tiba-tiba...

"ARGHHH!!!"

Mereka berempat terkejut melihat kejadian yang tidak mereka duga-duga.

Para serangga itu langsung menyerang tentara tersebut dengan sangat cepat. Menyerang tentara tersebut sampai-sampai dia terjatuh dan para serangga itu...

M E L A H A P N Y A.

Ya, benar. Serangga itu menyerang dengan cepat dan melahapnya. Bagaimana dengan kuncinya? Lagi dan lagi kunci itu tidak sampai ke tangan Johannes atau siapapun yang ada di dalam ruangan itu.

Melihat tentara yang dilahap dengan  cara yang sangat sadis, Nerissa hampir saja berteriak tapi untungnya, Luigi langsung menutup mulut Nerissa dengan telapak tangannya.

Johannes yang juga melihat kejadian tak terduga itu pun langsung berfikir cepat untuk menutup jendela yang terdiri atas besi-besi kecil yang lumayan rapat dengan sebuah barang atau hal apapun yang ada di ruangan kecil tersebut.

Johannes melihat kesana dan kemari, mencari barang untuk menutup jendela pintu tersebut agar serangga-serangga tidak berhasil untuk masuk ke dalam ruangan yang mereka tempati sekarang.

Johannes terpaku saat melihat sebuah benda putih yang berbentuk persegi sempurna di ujung ruangan. Johannes langsung berlari ke arah ujung ruangan yang dimana benda tersebut berada. benda itu adalah sebuah  keramik putih yang entah mengapa benda itu ada di sana.

Setelah berhasil mengambil keramik putih itu, langsung saja Johannes kembali berlari ke arah pintu dan menutup jendela pintu dengan keramik putih besar tadi.

Esmerald dan Nerissa membelalakkan matanya karena sangat terkejut dengan apa yang telah mereka lihat. Melihat bahwa jendela pintu itu sudah ditutup oleh Johannes, Luigi perlahan menurunkan tangannya agar tidak menutup mulut Nerissa terus menerus.

"Bagaimana ini? Apa kuncinya sudah kita dapatkan" tanya Luigi kepada Johannes yang masih memegangi keramik putih di jendela pintu.

Johannes hanya menggelengkan kepalanya menghadap kearah Luigi dan kembali menatap keramik putih itu lagi.

"Langkah apa yang harus kita ambil selanjutnya? Kita tidak akan bisa keluar jika diam di dalam ruangan ini terus menerus." ujar Nerissa yang kebingungan harus berbuat apa lagi.

"Sepertinya kita harus terus menerus seperti ini sampai keadaan diluar kondusif. Kita akan bergantian memegangi keramik ini sampai benar-benar aman." jelas Esmerald yang sebenarnya juga masih tidak menyangka akan kejadian yang telah terjadi di depan matanya.

"Aku saja yang akan memegangi keramik ini sampai keadaan aman." ucap Johannes yang tidak tega jika orang-orang didekatnya kelelahan.

"Tidak. Kita harus bekerja sama untuk bertahan hidup. Semua harus adil. Tidak ada yang boleh lebih menderita di sini." ucap Luigi yang membuat Johannes sedikit tersentuh dengan kata-kata yang telah dia keluarkan tadi.

"Aku setuju." balas Esmerald.

"Aku juga setuju." jawab Nerissa sambil tersenyum.

"Terimakasih karena sudah ada bersamaku sampai saat ini." ucap Johannes yang merasa bahwa orang-orang disekelilingnya itu peduli dengannya.

"Harusnya aku dan Nerissa yang berterimakasih padamu. Jika tidak ada kamu dan Esmerald, mungkin kita akan meti dan menjadi orang-orang gila yang terinfeksi diluar sana. Kau adalah pahlawan bagiku dan semua orang yang ada di sini." jelas Luigi yang membuat Johannes semakin yakin harus menjaga mereka bertiga lebih lagi.

Johannes tersenyum mendengar ucapan manis dari Luigi. Pertemanan ini sungguh menyenangkan baginya. Dia sudah menganggap mereka bertiga sebagai keluarga.

Melihat senyuman Johannes, satu per satu dari mereka juga ikut tersenyum.

Beberapa menit pun berlalu. Sepertinya Johannes sudah mulai kelelahan memegangi keramik itu dari beberapa menit yang lalu.

"Biar aku saja." ucap Luigi.

"Biarkan aku saja yang menahannya untuk beberapa menit lagi." jawab Johannes kepada ucapan Luigi.

"Kau perlu mengingat ucapanku beberapa menit yang lalu. Laki-laki harus memegang ucapannya. Jangan sampai kau membuatku gagal menjadi laki-laki sungguhan." balas Luigi yang langsung menggantikan Johannes untuk memegangi keramik putih besar tersebut.

Johannes menyingkir dari sana. Membiarkan Luigi menggantikan dirinya untuk memegangi keramik putih tadi.

"Kau orang yang sudah lama tinggal di hutan. Bagaimana kau bisa berkata seperti orang-orang di kota sini?" tanya Johannes yang sedikit kebingungan dengan ucapan-ucapan bijak dari Luigi.

Luigi menengok ke arah Johannes sambil memegangi keramik putih itu lalu berkata.

"Aku pandai untuk beradaptasi."

Dia langsung mengalihkan pandangannya sebentar ke arah keramik putih itu dan kembali melihat ke arah Johannes dengan melontarkan senyuman singkat sebagai lambang pertemanan.

"Kau pintar merangkai kata-kata." balas Johannes yang ikut tersenyum dan pergi duduk di sebelah pintu besi sambil merenggangkan tubuhnya.

Mereka hanya diam. Menunggu keadaan luar benar-benar aman. Tapi tiba-tiba...

ARGHHH!!!

_Bersambung_

INSECT : Serenesia To Tranquilvale [TAMAT]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant