SENANDUNG
Tak lelo lelo ledung,yang
kugendong dengarlah
kidung;
pada jaman kehilangan
ruh,
merintih perih merayap
dalam gelap,cahaya
dongeng belaka
putus temali,terkubur
asa,mendengus dalam
birahi,lebur dalam
fatamorgana
sujud kepada kepala
tanpa nyawa
Tak lelo lelo ledung,yang
kugendong dengarlah
kidung;
pada jaman kehilangan
sukma,
pewarta langit sia
sia,kabar kabur dalam
tawa,dianggap
kebohongan saja
Tak lelo lelo ledung,yang
kugendong dengarlah
kidung;
dekaplah langitmu pada
kedalamanya,berkelanalah
untuk pulang
BAIT BULAN OKTOBER
Pada bukit kering,pohon meranggas,tanah rengkah dan sungai yang tak mengalirkan air ada kegelisahanku
Jika nanti penghitungan hari berwajah baru,daun daun suka cita atas hijaunya
ada gema tangis memerih dada
TIN
Tin, kita menyaksikan daun menguning,rindu masa embun yang bening
sedesir angin mengabarkan akan sebuah perjumpaan di tangkai yang tak lagi mengundang gairah,
kegembiraan mengisi tiap relung hati
terobati sakit atas pengungkapan tulisan masing masing
Tin, aku sebagian kecil sejarah mereka,jangan kaugundahkan keterasinganku
aku telah menutup perihnya luka dengan samudera
Tin, tersenyumlah,aku juga mempunyai banyak lautan untukmu
DONGENG UNTUK ANAKKU
Pertapa sakti hidup di
istana kotak kaki bukit
nan elok:
ilmu peletnya mampu
menguras isi
otak,kotaknya
memancar aura ke
segala arah
sementara,pendekar
digdaya menulis
dengan tinta api yang
menjelma linangan air
mata dan nyanyian
serapah
yang lain seperti berdiri
di punggung tak
pernah menulis,tapi
berharap dibaca,atau
berubah menjadi bisul
bisul
"Lalu,bapak menjadi
apa?"Tanya anakku.
"Entahlah,bapak masih
mengurus sawah yang
kadang diserbu
wereng."Jawabku.
PENGAKUANKU ATASMU
Ketika sauh kita hampir patah,dihempas gelombang riuh rendah kucoba sembunyikan lenganku yang perih,oleh percik air tumpang tindih agar engkau tak melihat gumpalan mendung di langitku
tapi kau menatap wajahku,mengintip dari sebuah lubang hati kaugenggamkan jemari ringkihmu,mengajakku memegang kemudi "Kita tak harus tenggelam oleh kepungan badai."katamu