Bab 1

1.9K 175 103
                                    

Dharma

Kalau di dunia ini ada penghargaan buat orang paling pengecut sedunia, kayaknya gue bakal jadi pemenang beruntun setiap tahunnya. Yang mana tiap gue naik ke podium buat ngasih speech, orang-orang akan memandang gue dengan muka kasihan. Dan meski gue nggak selamanya suka ada di posisi itu, gue selalu bisa menikmatinya. Menikmati hidup sebagai seorang pengecut.

Kabarnya, berkali-kali ada yang mau lengserin kedudukan gue sebagai manusia pengecut. Tapi halah! Mau sepengecut-pengecutnya mereka juga, nggak ada yang bisa ngalahin kepengecutan gue. Sekarang gue jadi malah kedengeran bangga menyabet jabatan itu.

Sebenernya, dulu gue nggak gini. Gue sama kayak manusia-manusia lain yang ada di sekitaran gue. Seenggaknya sebelum peristiwa kapal itu terjadi, dan sebelum gue kenal dia.

Sebelum gue kenal Myura Sephia.

Enam tahun gue kenal dia, enam tahun pula jabatan pengecut itu melekat di diri gue. Asli. Myura itu udah kayak wabah penyakit yang gue merelakan buat dijangkiti dan menolak untuk sembuh. Dan sejak hari pertama gue ketemu cewek itu, gue rasa gue beneran akan sakit untuk waktu yang lama.

Akan aneh rasanya kalau gue udah ngomong gitu tapi gue nggak ngasih tau gimana rupa seorang Myura. Perlu diketahui, Myura itu cewek tercantik se-bimbel ruang kepsek (tempat pertama gue ketemu sama dia) dan juga yang paling cantik di SMA-nya dulu. Kenapa gue bilang SMA-nya? Karena memang gue sama dia nggak satu sekolah waktu itu. Tapi pada akhirnya gue mutusin pindah ke sekolahannya dia. Nggak bisa dibilang gue pindah gara-gara dia sih, tapi gue nggak ngebantah juga kalau ada yang bilang gue pindah sekolah karena cewek itu.

Myura itu cantik. Sebagai cowok normal yang punya hormon, gue akuin cantiknya dia di atas rata-rata. Rambutnya panjang dan tebal. Kadang-kadang warnanya hitam legam, kadang-kadang cokelat tua. Pernah sekali dia ngecat rambutnya jadi hijau, tapi dia nggak keliatan aneh sama sekali. Secantik itu Myura. Bahkan mau pakai baju mahal atau murah, dia sama aja cantiknya.

Gue nggak mau ngedeskripsiin banyak gimana pesona seorang Myura. Dia terlalu sempurna untuk dijabarin pakai kata-kata. Caranya ngomong, mainin rambut, noleh, ngangguk, ketawa, jalan, jalan cepet, jalan biasa aja, semuanya nyaris nggak ada cela. Dan biar Khalif, Arman sama Dito aja yang ngasih tau gimana fisiknya Myura lewat cerita-cerita halusinasi mereka.

"Myura ini jelmaan malaikat apa Dewi Yunani, dah?! Aseli. Nggak fokus banget gue liat dia, njir!"

"Kok lo tahan sih, Dhar, sama pemandangan seindah itu tiap hari? Pernah khilaf nggak sih lo?"

Dan bla-bla lainnya.

Jujur, gue nggak suka kalau Khalif dkk udah ngomongin Myura seolah bintang bokep fenomenal. Tapi gue nggak bisa cegah itu semua. Ya karena setiap cowok di kampus gue ngomongin Myura dengan pola yang sama. Gue pun nggak ngelak kalau apa yang mereka omongin itu bener. Karena kenyataannya Myura memang se-Dewi itu.

Pernah sekali gue marah banget sama Arman waktu dia bilang abis jadiin Myura 'bahan' buat aktivitas rutin dia tiap malem. Gue marah. Tapi si Arman tiba-tiba ngaku kalau dia cuma bohong biar gue panas aja. Setelah itu ya gue abis-abisan dikatain. Dibilang masih ada rasa lah. Masih sayang lah. Dan sebagainya.

Yap. Ada kata masih di situ.

Masih.

Berarti pernah.

Berarti mereka tau gue pernah sayang sama Myura.

Sejujurnya, dulu gue sama Myura pernah nyoba pacaran.

Tapi putus.

Hubungan kita cuma bertahan sebulan.

Bentar. Gue ceritain kronologinya. Jadi di semester 2 kita kuliah, gue udah nyoba hancurin predikat pengecut gue dengan ngomong jujur sama dia. Gue bilang gue sayang sama dia sejak pertama kali kita ketemu. Terus dia minta waktu lima hari buat mikir. Gue kasih. Besoknya dia bilang kalau mau nyoba jalanin sama gue.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 24, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KejarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang