kaoru.

5 1 0
                                    

Riki tertegun memperhatikan seorang gadis memakai gaun terusan selutut berwarna putih, dan sedang memakan sebutir apel dengan raut wajah yang ceria. Gadis itu menoleh ke arah Riki dan seketika tersenyum lebar kepadanya.

"Kapan datang?" tanya Riki.

"Baru saja," jawab gadis itu dengan bersemangat. "Mau kubantu?" Gadis itu mengulurkan kedua tangannya, menawarkan bantuan untuk membawa salah satu kantung belanja yang sedang dibawa Riki.

"Terima kasih, biar aku saja," balas Riki. Gadis itu mengangkat bahu dan kembali menikmati apel di tangannya. Gadis itu kemudian berbalik dan berlari menuju tangga. Dengan lincah dan ringannya ia menapaki satu per satu anak tangga, membuatnya seolah-olah tampak melayang.

"Jangan buru-buru naik tangganya," Riki memeringatkan. Namun, gadis itu tidak menghiraukannya dan dalam sekejap sudah menghilang menuju lantai atas.

"Kau seperti ayahnya saja," tukas Hirokazu yang mendengar percakapan Riki dengan gadis itu dari dalam dapur. Ia sedang mengaduk-aduk isi panci. Harum semerbak masakan memenuhi ruang dapur yang sekaligus berfungsi sebagai ruang makan itu. Kemampuan Hirokazu sebagai seorang koki memang tidak diragukan lagi. Meskipun kemampuannya itu kerap diremehkan oleh sang ibu, tetapi bagi keempat saudaranya, dan juga para pengunjung kedai makannya, kelezatan masakan Hirokazu sudah sangat teruji.

Riki tersenyum membayangkan lezatnya makan malam yang sedang disiapkan oleh Hirokazu. Ia kemudian meletakkan kantung belanja di atas meja dapur dan membiarkan sang koki yang membereskan semuanya. Ia lalu beranjak menuju lantai dua. Dari kejauhan, ia sudah bisa mendengar gelak tawa gadis itu bersama Tohru. Dan, benar saja, begitu sampai di lantai dua, ia mendapati gadis itu dan Tohru sedang asyik dan riuh bermain game. Tidak jauh dari keduanya, di sudut jendela, Kimi sedang duduk tenang sambil membaca buku. Seolah-olah keributan yang sudah pasti jelas terdengar itu tidak mengganggu konsentrasi membacanya.

Riki sama sekali tidak mau merepotkan dirinya untuk menegur. Ia berlalu menuju kamarnya untuk meneruskan pekerjaannya yang tadi sempat tertunda karena Hirokazu meminta bantuannya untuk membeli beberapa bahan yang kurang untuk makan malam. Ia mengangkat sebuah jam saku antik yang beberapa hari ini sedang diperbaikinya. Jam saku itu adalah milik salah satu pengunjung setia perpustakaan. Pengunjung itu menceritakan kalau jam saku itu sangat berarti untuknya dan dia merasa sedih karena jam itu rusak. Riki yang sedikit memiliki kemampuan memperbaiki barang-barang mekanik pun menawarkan bantuan untuk memperbaiki jam tersebut. Namun, ternyata perbaikannya membutuhkan waktu yang lebih lama dari yang diperkirakannya.

"Kau masih memperbaiki jam itu?" tanya gadis itu tiba-tiba sudah berada di belakang Riki. "Itu, kan, sudah rusak. Buat apa lagi diperbaiki, buang saja," tukasnya.

"Ini masih bisa diperbaiki," teguh Riki. Meskipun tadi ia sempat merasa sedikit ragu bisa memperbaiki jam itu, tetapi setelah mendengar ucapan gadis itu, keyakinan dalam dirinya justru kembali. Riki mengambil obeng di atas mejanya, tapi gadis itu merebutnya.

"Kan sudah aku bilang percuma, buang saja!! Jam itu sudah rusak, sudah tidak bisa diperbaiki lagi!" Gadis itu berkata-kata dengan histeris. Riki terpana. Baru kali ini ia melihatnya seperti itu. Napas gadis itu memburu, ia menggenggam erat obeng dengan kedua tangannya.

"Kaoru ...." Panggil Riki perlahan. Ia mengulurkan tangannya, meminta obeng itu. Gadis itu, Kaoru, menatapnya dengan tajam.

"Kau tidak akan tahu kalau kau tidak mencobanya," ujar Riki.

"Kalau memang tidak bisa?"

"Aku tidak akan menyerah. Aku akan terus, dan terus mencoba memperbaikinya," balas Riki.

"Kau hanya membuang-buang waktu memperbaiki sesuatu yang jelas-jelas sudah tidak bisa diperbaiki," tukas Kaoru.

"Setidaknya aku sudah mencobanya." Riki masih mengulurkan tangannya. Kaoru menatap Riki.

kaoru.Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin