Aku pikir pernikahan itu tentang aku dan priaku. Nyatanya, ada perempuan itu. Dialah yang memegang kendali bahagiaku. Dia pula yang membawaku dalam lingkaran yang mengikat dan menyesakan ini. Ketika mereka menatapku iba, aku bertahan. Kala nasihat pisah itu hadir di permukaan, aku diam. Hanya saat pria itu mengatakan harus memilih, aku tersadar bahwa perjuangan ini bukan lagi milikku. Menyerah, haruskah?