Fahri mengerutkan keningnya kenapa suasana mendadak hening, apakah ia salah berbicara. Cinta langsung menyenggol lengan suaminya.
"Ada," balas Garpa.
Cinta dan Fahri memang tak tahu jelas apa masalah yang terjadi di antara pada remaja tersebut, mereka juga tak memaksa Garpa untuk bercerita.
Mereka berdua hanya mengetahui sedikit tentang kedua orang tua Adira yang hendak bercerai hal itu membuat guncangan hebat pada Adira. Mereka berdua tau ketika Garpa mengendong Adira yang sudah tertidur lelap kedalam kamarnya.
"Adira minap disini aja ya, nak?" ujar Cinta membuat Adira menoleh.
"Hm-bun," tatapan Adira beralih ke arah Garpa seperti meminta persetujuan. Sedangkan laki-laki itu hanya acuh.
"Semalam ini aja Bun, besok aku bakal cari apartemen," ujar Adira lirih.
"Gak suka disini ya?" ujar Cinta sendu.
"Gak Bun, suka banget. Tapi Adira gak mau nyusahin orang lain," gumamnya.
Cinta menghargai keinginan Adira walaupun ia sangat ingin memaksa Adira tetap tinggal, tapi ia takut malah menimbulkan rasa tak nyaman di hati gadis tersebut. Karena menurutnya kenyamanan adalah hal yang utama.
"Yaudah, besok biar Ayah Garpa bantu buat cari apartemen yang deket dari sekolah." Adira tersenyum melihat ke arah Bunda Garpa.
"Makasih banyak, Bunda." Cinta mengangguk merentangkan kedua tangannya dibalas senang hati oleh Adira.
-o0o-
"Buku lo lengkap gak?" tanya Adira pada Garpa.
"Lo pernah liat gue nulis?" tanya Garpa balik.
Adira menghembuskan nafasnya pelan, sepertinya ia sudah bertanya pada orang yang salah.
"Mau buat apa?" tanya Garpa tampa beban.
"Ujian oon!" maki Adira kesal. Sedangkan Garpa hanya manggut-manggut saja.
"Nanti pinjem punya Damian, mau?" tawarnya.
Adira tampak menimang-nimang tawaran Garpa ia juga berfikir pasti Damian juga belajar mana mungkin ia bisa meminjam catatannya.
Adira menggeleng, "Nanti ambil buku-buku gue dirumah bokap aja," ujarnya Adira, "Bisa anterin kan?" tanyanya.
"Bisa," balas Garpa.
"Mau langsung ke apartemen?" tanyanya lagi-lagi dibalas anggukan oleh Adira. Setelah itu mereka langsung melaju menuju apartemen yang sudah di rekomendasikan ayah Garpa semalam.
Tak berlangsung lama karna Adira hanya tinggal membayar dan mengambil kunci kamar apartemen barunya. Larat faktanya ia tak membayar seluruhnya karena sudah ditanggung oleh ayah Garpa.
"Langsung kerumah, gue mau ambil buku terus kesini lagi. Enggak apa-apa kan?" tanya Adira tak nyaman ia sangat berhutang budi kepala keluarga Garpa.
"Santai aja, masih kuat gue jadi supir lo," ujar Garpa di akhiri kekehan.
Karena tak ingin membuang waktu mereka langsung beranjak menuju perumahan rumah Adira. Sampai disana rumah tampak sepi hanya ada pak satpam yang berjaga.
"Pak, Papa ada dirumah?" tanya Adira.
"Non muda, bapak lagi pergi sama den Anan. Di rumah ada ibuk sama Non Anna." Laki-laki tua tersebut tampak senang melihat kembalinya Adira setelah sekian lama.
Adira mengangguk paham setelah itu ia berpamitan memasuki rumah di ikuti Garpa dibelakangnya.
"Tunggu disini, gue naik ke atas," ujar Adira langsung melenggang pergi menaiki tangga.
"LO NGAPAIN DISINI!" sentak Adira terkejut saat melihat semua barang-barangnya tergeletak dilantai, bahkan dengan naasnya beberapa hiasan yang ia simpan pecah begitu saja.
Anna menoleh, "Gue? Beresin sampah-sampah ini," ujarnya.
"Keluar!" geram Adira.
"Ada hak apa lo? Sekarang kamar ini punya gue," ujar Anna tak mau kalah.
"Kamar ini tetap punya gue."
"Papa udah ngasih hak kamar ini buat gue," ujar Anna santai.
Adira mengeram bahkan suara giginya yang bertambah dapat terdengar dengan jarak dekat. "Kenapa? Gak terima?" tanya Anna.
"Parasit!" maki Adira. Bersamaan dengan itu ia menyentak kotak yang berisikan barang-barang yang sudah dikemas oleh Anna.
Pulpen, pena dan segala macam alat sekolahnya berceceran dilantai. Anna yang tak siap dengan sentakan Adira sedikit mundur.
Adira semakin maju menatap penuh kebencian menatap gadis didepannya. Anna yang merasa terintimidasi semakin memundurkan langkahnya. Hingga kakinya tak sengaja menapak sebuah kelereng membuat tubuhnya hilang keseimbangan.
Tubuhnya terjengkang kebelakang. Tepat kepalanya jatuh pertabrakan dengan ujung meja belajar Adira yang lumayan runcing.
"AH!" ringis Anna saat kepala dan tubuhnya terasa sakit bersamaan. Tangannya memegangi kepalanya yang terdapat percikan darah.
"ANNA," Adira terkejut saat darah yang keluar semakin banyak.
"ANAK SIALAN! APA YANG KAMU LAKUKAN PADA PUTRIKU!" Adira membalikan badannya, melihat Zaim yang menatapnya berang.
"Papa," lirih Adira.
"Anak sialan!"
-o0o-
TBC
AYO BANTU SUPPORT AUTHOR
JANGAN LUPA VOMEN NEXT
DISINI
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadira
Teen Fiction"Kita mungkin sama terlahir di dunia dengan telanjang tapi jalan hidup dan takdir kita pasti tak akan pernah sama." Adira gadis yang tak pernah ingin terlahir di dunia, orang tuanya selalu mendesaknya dengan tuntutan nilai yang tertulis di atas sele...
Gadira [part42]
Mulai dari awal