“Mau ke mana?” tanya orang itu kemudian.

Minhee mendengus lalu memutar bola matanya malas, “Lo kalo mau masuk ya masuk aja, kak. Kayak gak pernah masuk kamar gue aja.”

“Terus lo mau ke mana?”

“Mau ke bawah ambil camilan.”

“Gak usah, gue bawa ini buat lo.”

Jawaban orang itu beserta dengan tangannya yang terulur untuk menyodorkan sebuah plastik besar membuat Minee mengerutkan keningnya. Tapi ketika tangannya terulur untuk meraih plastik itu dan melihat apa isinya, sebuah senyum manis langsung terbentuk menghiasi wajahnya. Dua detik kemudian, ia mendongak untuk kembali menatap orang itu.

“Nah gini dong, kak Yunseong kesayangan gue. Lo kalo datang tuh harus gini terus sama gue, biar cinta gue ke lo semakin dalam.”

Minhee berucap gembira, lalu melangkah masuk kembali ke kamarnya. Membuat Yunseong—orang itu—hanya memutar bola matanya malas sebelum ikut melangkah masuk ke kamar si manis.

Ngomong-ngomong, Yunseong adalah anak tetangga sebelah rumah Minhee. Pemilik marga Hwang itu memang lebih tua dua tahun dari si manis, tapi mereka sudah bersama sejak kecil—membuat Yunseong selalu menjaga Minhee yang ujungnya jadi membuat si manis baper dan malah jatuh hati pada si tampan. Minhee sendiri sudah sering mengatakan perasaannya pada Yunseong—seperti tadi. Tapi, tidak ada respon berarti dari yang lebih tua. Yang ada malah julidan di mana-mana untuk si manis. Untung Minhee tahan banting sehingga tidak peduli apa yang orang-orang katakan.

Masuk ke kamar Minhee, si manis langsung sibuk sendiri dengan jajanan yang Yunseong bawa untuknya. Sementara itu, Yunseong lebih memilih untuk duduk di ranjang Minhee dan memperhatikan apa yang bocah itu lakukan. Keduanya lalu diam selama beberapa saat hingga sebuah pertanyaan yang Yunseong ajukan sukses membuat gerakan Minhee untuk membuka sebungkus kripik jadi terhenti begitu saja.

“Lo ngapain aja, dek?”

“Ngapain?” bukannya menjawab pertanyaan Yunseong, Minhee malah mengajukan pertanyaan itu sebelum melanjutkan gerakannya, “Gue mah gini-gini aja tiap hari. Gak ada kerjaan.”

“Lo beneran gak mau kerja?”

Minhee sudah memasukan kripik ke dalam mulutnya saat Yunseong mengajukan itu. Jadi, yang ia lakukan adalah mengunyah dan menelan apa yang ada di mulutnya sebelum menjawab pertanyaan lelaki Hwang itu.

“Mau sih,” jawab si manis kemudian, “Tapi gimana? Gue kerja malah bikin susah banyak orang. Termasuk lo kan, kak?”

Diam sesaat, Yunseong lalu beranjak dari posisinya dan pergi untuk duduk bersama Minhee di karpet bulu tebal yang ada di tengah kamar itu. Si manis masih sibuk dengan makanannya—membuat Yunseong tersenyum kecil sebelum mengulurkan tangannya dan mengusak surai hitam si manis.

“Kerja gih. Kali ini gue bakal jagain lo kayak dulu lagi.”

“Jangan ah, ngerepotin lo nanti.”

“Lo kenapa sih masih aja dengerin omongan orang?” pertanyaan lain Yunseong ajukan setelah mendengar jawaban si manis, “Gue gak pernah ngerasa direpotin kalo itu buat lo. Kan dari dulu udah kayak gitu.”

Tapi, Minhee menggeleng begitu saja, “Males ah, udah terlanjur nyaman jadi pengangguran.”

Jawaban santai Minhee sukses membuat Yunseong mendengus begitu saja, “Gak jelas banget hidup lo.”

“Emang,” Minhee tetap dengan jawaban santainya, “Lo kayak gak tahu gue aja.”

“Jadi, lo beneran mau gini-gini aja? Gak bosen apa?”

SHINE || HWANGMINITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang