Kinan menyubit lengan Rikas karena sebal. "Pergi aja ih."

"Cerewet banget sih. Nih." Rikas mengangsurkan cokelat dengan campuran kacang almond pada Kinan yang tentu saja diterima sahabatnya itu dengan senang hati. "Dikasih cokelat aja langsung diem." Cibir Rikas.

"Pasti dikasih fans lo kan. Gak mungkin lo beli sendiri." Ucap Kinan pelan, takut didengar anak-anak lainnya yang ada dihalte.

Rikas mengangguk. Saat istirahat tadi ada anak kelas 10 yang menghampirinya, memberikan dua buah cokelat. Karena Rikas tidak suka cokelat, yang satu dia berikan pada Kiara dan satunya lagi untuk Kinan.

"Ini bukan mobilnya?" Tanya Rikas ketika sebuah mobil jazz putih berhenti didepan halte.

Kinan buru-buru mengecek ponselnya, memastikan mobil dan juga plat nomernya. "Iyaa." Ucap Kinan, segera berdiri sambil membenarkan tali tas ranselnya. Kinan mendekati mobil, membuka pintu belakang yang langsung disambut senyuman ramah dari si pengemudi. "Mbak Kinandya ya?"

Kinan mengangguk. "Iya, Pak."

"Gue pulang dulu." Pamit Kinan pada Rikas yang sudah berdiri disamping mobil.

Rikas mengangguk. "Jangan kemana-mana. Pulang rumah langsung tidur."

"Iyaa. Daahh." Kinan melambaikan tangan lalu menutup pintu mobil. Gadis ini menyandarkan kepalanya pada sandaran setelah mobil melaju meninggalkan area sekolah. Sepertinya yang dibilang Ratu benar, Rikas sudah sepeti Papanya. Ceramah mulu. Kinan sampai capek mendengarnya.

****

Rikas masih berdiri didepan halte, menunggu mobil yang membawa Kinan menghilang dari pandangannya. Setelah sudah tidak terlihat lagi, barulah dia berjalan menuju mobilnya yang terparkir diseberang halte. Di mobil sudah ada Kiara yang sejak tadi menunggu.

"Udah?" tanya Kiara berbasa-basi. Karena dia sendiri menyaksikan interaksi Rikas dan Kinan. Rikas yang memberikan cokelat yang sama pada Kinan dan Rikas yang dengan sabar menunggu mobil yang menjemput Kinan datang. Semua tidak luput dari indera penglihatannya.

Rikas mengangguk sambil memasang sabuk pengaman. "Sorry ya bikin lo nunggu."

Kiara menarik dua sudut bibirnya, memberikan senyuman pada pria itu. "Santai aja kali."

"Kita langsung ke rumah Rania ya. Anak-anak yang lain udah berangkat semua?"

Kiara membuka grup whatsapp kelompoknya untuk mengetahui keberadaan anggota kelompoknya yang lain. "Udah pada otw rumah Rania." Ucapnya memberitahu.

"Bilangin, kita otw."

Kiara mengetikkan pesan sesuai dengan yang diucapkan Rikas. Setelah mendapat balasan 'oke' dari Rania, dia kembali meletakkan ponselnya di pangkuan. Memfokuskan pandangan ke jalanan.

"Kinan gak ada supir ya, Kas?" Kiara membuka pembicaraan setelah terjadi keheningan beberapa menit.

"Nggak. Dulu ada, tapi supirnya berhenti karena sakit. Terus gak nyari supir lagi karena Kinan juga lebih sering pergi bareng gue."

"Kalo pengen ke mall atau jalan-jalan selain sama lo, gimana?"

"Dia gak pernah jalan-jalan sendirian, Ki. Selalu sama gue. Kalo emang gue lagi gak bisa, biasanya sama pembantunya naik taksi."

"Lo gak takut Kinan jadi ketergantungan sama lo?"

Rikas menoleh sejenak sambil terkekeh pelan. "Kenapa harus takut? Kinan udah kayak adek gue sendiri, Ki."

"Pacar lo gak keberatan dengan kalian?"

"Gue nggak punya pacar."

Kiara menghela nafas lega. Ada perasaan senang ketika mengetahui Rikas belum memiliki pacar. Dia Tidak langsung menyahut kembali karena berusaha menata kalimat agar tidak menyinggung pria disampingnya. "Tapi, gak selamanya lo membiarkan Kinan bergantung sama lo kan, Kas?"

KINANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang