c. perihal lembar

Mulai dari awal
                                    

"Bukan begitu," Alice memutar bola matanya remeh, "apa seharusnya kamu ikut audisi menjadi future komposer di WG? Mereka sedang mengadakan audisi yang tidak hanya merekrut idola, komposer sepertimu juga bisa bergabung. Bukankah itu jauh lebih modern daripada melukis?"

Alice memang sedikit membenci Arthur yang sering tenggelam didalam warna-warna cat hingga larut malam hingga Arthur melupakan belajar, lalu mendapat nilai rendah.

Tapi melukis bukan sebuah perbuatan dosa besar.

"WG Entertaiment? Kamu habis mabuk dimana?" Arthur menggeleng. WG Entertaiment itu perusahaan terpandang. Banyak artis besar lahir dari WG. Alice pastu habis minum vodka, ia tampak mabuk. Arthur hendak menutup pintu kamarnya sebelum suara berderik engsel pintu tua itu ditahan oleh jemari Alice yang pemaksa.

"Meski WG itu perusahaan besar, kamu harus percaya dengan yang sering disebut dengan keajaiban satu dibanding sejuta. Biasanya, orang-orang yang tidak terlahir pintar, ia justru malah hidup menjadi makhluk yang beruntung."

"Aku tidak pintar, dan juga tidak beruntung. Apa itu kurang cukup?" Arthur menghela napas, Alice memang keras kepala dan suka berdebat.

Ayah sudah pulang, hal yang akan dilakukan ayah adalah mengabsen jumlah anaknya terlebih dahulu. Tapi hari ini, daftar absen ayah akan bertambah.

"Ayah ... bagaimana pendapatmu kalau suatu hari Arthur jadi seorang komposer?"

Bahkan sebelum Ayah berpatroli keliling kamar, sambil memastikan tumbuh kembang bocah yang terpenjara di kamar (adalah Arthur), atau sang penguasa televisi ribut sambil makan permen (adalah Ashley), Alice berjalan mantap seperti British Armed Forces kearah Ayah.

"Alice ... kapan kamu datang? Kenapa tidak memberitahu? Kamu sudah makan?"

"Aku tiba sore tadi, Ayah. Ada yang harus aku sampaikan pada Arthur sehingga aku minta izin pulang."

"Kenapa tidak kirim pesan saja?" Arthur sedikit ketus. "Merepotkan."

"Sejak kapan kamu punya waktu mengecek pesan masuk?" Bola mata Alice memutar.

Ayah Arthur berdehem kemudian, "Apakah debat terbuka ini sudah selesai? Ayo kita makan dulu."

Arthur dan Alice digandeng ayah menuju ruang makan sebelum mereka berdebat hal konyol itu lebih jauh, tapi ayah minta izin mau mandi sebelumnya.

"Ini kesempatan bagus, Arthur. Mereka jarang sekali membuka audisi perekrutan trainee seperti ini dinegara kita." Alice masih bersih keras menghasut Arthur agar mencoba untuk ikut audisi di agensi raksasa tersebut.

Sementara Arthur, tabung pikirannya justru ingin terbahak dan merasa miris secara bersamaan.

"Bahkan kau bisa bertemu idolamu jika kamu debut!" Alice semakin gencar. "Gobby akan menjadi seniormu disana, kalian bisa membuat lagu bersama suatu hari kan?"

Mengapa Alice memiliki kepercayaan diri sebesar itu? Membayangkannya saja Arthur sama sekali tidak punya keberanian.

"No, thank you." Arthur memberikan simbol X tanda menolak.

"Arthur, hei?!" Alice berdecak tidak sabar. Didalam pikirannya, mungkin Arthur adalah orang yang menjadi target untuk di program ulang otaknya. Lalu, tidak lama setelah ia mendengus tak terima,  Alice berderap kekamar dengan lekas mengambil sesuatu, dan beberapa menit setelah itu ia keluar dengan membawa selembaran. "Audisi nya seminggu lagi. Jadi kamu bisa berpikir selama seminggu."

Arthur mengambil selembaran itu dengan wajah malas.

"Andai mereka membuka perekrutan trainee perempuan, aku pasti sudah daftar sejak lama!" Keluh Alice sebagai penggemar artis maupun agensi WG garis keras. "Aku akan usahakan Ashley juga!"

Arthur tidak menjawab, hingga Ibu sudah selesai dengan segala urusan dapur. Ibu terlihat berbinar melihat meja makan yang terisi penuh. Ayah sudah mandi, wajahnya segar dan kelaparan. Ashley akhirnya bosan menonton TV.

"Kak Arthur, bagaimana kalau nanti ajarkan aku menggambar Naruto? Aku sudah bisa menggambar Sinchan, Kakak mau lihat?" Ashley memilih duduk disebelah Arthur.

Alice memutar bola matanya, karena ia sama sekali tidak menyukai aktivitas menggambar sama sekali.

"Kamu sudah menontonnya?" Alis Arthur bertaut.

Kemudian perempuan berusia 10 tahun itu mengangguk, "Semua temanku menonton itu, bagi mereka jika tidak nonton maka tidak akan jadi anak keren."

Arthur memberikan tanda jempol pada Ashley, dan memberikan wajah perang pada Alice. Mereka memang tidak pernah akur, selau meributkan hal-hal kecil.

Hingga makan malam itu berakhir pukul 19:00, Arthur sama sekali tidak punya keputusan.

catatan pedar jingga; arthur pada emelyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang