26. Pelangi

Mulai dari awal
                                    

Hampir tengah malam kami bertiga sampai di sebuah penginapan. Setelah memarkir mobilku, aku dan yang lain segera turun. Aku mengambil tas ransel, memasang topi hitam di kepala. Memasukkan ponsel dalam saku celana jeans biru belel yang kukenakan. Mengaitkan ritsleting hoodie hitam yang melapisi kaus putih di badanku.

Kami bertiga menuju lobi, langsung disambut Mas Aksel yang sudah lebih dulu sampai.

"Nunggu lama, Mas?" tanyaku.

"Tidak. Aku juga baru sampai," jawabnya.

"Ay ... eh, Sekar di mana, Mas?" Tika menepuk bibirnya, hampir kelepasan memanggil Sekar dengan 'Ayu'.

"Sudah di kamar, Tik. Tidur mungkin. Kecapaian dia." Mas Aksel tersenyum. Tika menganggukkan kepala paham.

Mas Aksel menepuk bahuku. Kami berempat berjalan beriringan menuju pondokan kami.

Tak perlu waktu lama, kami pun sampai. Aku langsung memasuki kamar yang kutempati berdua dengan Deni. Aku meletakkan tas di atas ranjang. Melepaskan topi, menyingsingkan lengan hoodie. Berjalan ke kamar mandi untuk membasuh muka, tangan dan kaki. Aku keluar, mengambil handuk. Menyeka air di kulitku. Aku meletakkan kembali handuk itu. Aku berdecak pelan, menggeleng-gelengkan kepala. Deni sudah tertidur pulas dengan posisi menyamping. Tas ranselnya masih tergantung di punggung. Astaga.

Malam semakin larut, aku tidak sempat melihat pemandangan di sekitar penginapan. Aku menaiki ranjang, bersiap untuk tidur. Berharap mimpi indah menjadi penutup hari ini.

*****
Pagi yang dingin. Aku berjalan keluar kamar. Terus berjalan hingga ke balkon. Menikmati embusan udara pegunungan. Kabut putih sedikit menutupi hamparan pohon cemara nan rimbun. Menyisakan pucuk-pucuk hijau kelabu. Cahaya mentari enggan kupeluk, masih tertidur di balik cakrawala. Gerimis tipis membuatnya malas untuk terbit di ufuk timur.

Aku berdiri, kedua tanganku berpegangan pada pagar kayu yang ditata mengelilingi balkon. Menghirup aroma embun pagi segar. Sedikit mengurangi kepenatan di kepala. Aku menatap udara berkabut di hadapanku. Termenung. Mas Aksel memaksaku ikut berlibur dengannya akhir pekan ini. Agar aku lebih mengenal Sekar, katanya. Aku ingin tertawa sekaligus menangis saat mendengarnya. Entah sampai kapan aku harus berpura-pura, memendam perasaan pada calon istrinya.

"Nuca ...?"

Aku menoleh, Ayu berdiri di bingkai pintu. Terlihat canggung.

Aku menatap sosok cantik di hadapanku. Gaun putih panjang berenda membungkus tubuhnya. Leher dan bahunya sedikit terekspos, tertutup selendang yang dia lingkarkan hingga siku. Sebagai penghalau dingin di pagi buta. Rambutnya dijepit sebagian, sedikit berantakan. Beberapa helai rambut menutupi wajah tanpa riasan miliknya. Mata itu, hidung dan bibir tipis merah jambu. Aku termangu.

"Kapan kau datang?" tanya Ayu basa-basi. Membuyarkan lamunanku mengagumi sosoknya.

"Semalam. Kau sudah tidur." Aku tersenyum simpul.

"Oh ...." Ayu mengangguk-anggukkan kepala. Masih berdiri, enggan mendekat.

Sepi. Suara pohon yang tertiup angin memecah hawa dingin sekaligus kebekuan sikap kami.

"Aku masuk dulu," ucapku. Aku cukup tahu diri. Gadis itu tak ingin menikmati pagi sunyi bersamaku.

Aku berjalan, hingga berpapasan dengannya. Aku merentangkan sebelah tanganku.

"Silakan."

Ayu mengangguk, tersenyum. Menyelipkan rambut di balik telinganya. Aku pun balas tersenyum.

Ayu berjalan, berdiri di balkon. Aku menatap punggungnya. Lantas memalingkan wajah, hendak kembali ke kamarku.

"Nuc ... Nuca! Lihat!" pekiknya girang. Melampaikan tangannya agar aku mendekat. Menunjuk langit.

Aku mendekat, berdiri di sebelahnya. Ikut melihat langit.

"Waw ...."

Indah. Pelangi membuka hari ini. Hujan telah reda. Titik air yang tertinggal bertemu cahaya surya yang baru saja terjaga dari tidur malamnya. Membiaskan cahayanya menjadi tujuh warna dasar yang sangat mengagumkan.

"Cantik banget, ya?" Ayu menoleh, tersenyum lebar. Lantas kembali melihat pelangi itu.

"Iya. Cantik," jawabku. Bukan untuk pelangi itu. Tetapi, untuk gadis yang berdiri di sampingku dengan senyum merekah. Binar di matanya berkilat sempurna.

Pagi yang ceria. Meski hanya aku yang merasa. Angin dingin, kabut putih, cahaya mentari yang mengintip dan pelangi. Ditemani gadis tercantik yang pernah kutemui.

Tolong Tuhan, biarkan aku meneguk sedikit kebahagiaan barang sedetik lagi.

"Wah, keren banget!" seru Tika. Gadis itu menempatkan diri di samping Ayu.

Ayu mengangguk, membenarkan posisi selendang di bahunya. Aroma vanila menggelitik hidungku. Wangi tubuhnya masih sama seperti dulu.

Aku memejamkan mata, sekuat tenaga menahan raga. Ingin rasanya memeluk tubuh itu, mencecap wangi itu hanya untukku.

"Kok ndak bangunin aku, Nuc? Ada pemandangan bagus dinikmati sendiri." Deni merangkul bahuku. Aku tersentak, seketika menoleh. Lelaki itu tersenyum, malu-malu memandang Tika yang tengah asik menatap indahnya pelangi di angkasa.

Aku terkekeh pelan. Ternyata, aku sama saja dengan Deni. Bagi kami, kedua gadis ini lebih indah dari semua yang terhampar di hadapan mata ini.

Next? Vote, Share, Comment

Haiii, apa kabar readers? Semoga sehat semua, ya. Author mau ucapin Selamat Idulfitri 1442 H. Minal Aidin wal-Faizin, mohon maaf lahir dan batin. Juga Selamat Memperingati Kenaikan Isa Almasih bagi kawan2 nasrani semuanya.

Sebelumnya author mau minta maaf dulu, mungkin ini up yang terakhir sebelum rehat. Ada hal yang harus segera diselesaikan. Author mau cerita sedikit, sebenarnya cerita ini sudah tamat dari lama. Memang sengaja author up sedikit demi sedikit. Nggak tau alasannya, lebih nyaman saja. Bukan deng, author nggak mau melewatkan moment notif hape saat kalian vote juga komen. Itu menyenangkan. It means a lot to me. Dan author nggak mau moment itu terganggu dengan kerjaan yg mendesak ini. Harap kalian mengerti. Sok sibuk amat saya🤭🤭

Lalu, kalau ada yg bilang 'kok ceritanya relate?' . Ya author cuma bisa geleng kepala alias nggak tahu. Author buat cerita ini dari setelah 'Padamu ... Selalu' tamat. Artinya saat 'mereka' masih hangat2nya. Dan author tidak pernah bikin cerita yg sesuai dengan realitanya. Sejak awal selalu ditekankan mereka hanya 'cast'. Jadi, kalau ada persamaan atau gimana, murni ketidaksengajaan saja.

Semoga bisa segera bertemu kembali. Kalian jangan bosan. Maaf jika dibingungkan dengan alur cerita yang maju dan mundur. Meski menyulitkan tapi menurut author itu menarik. Saat author up lagi, semoga sudah mencapai 10k read ya. Nggak maksa kok, cuma beraharap banget. Hahahhaaa ....

See you soon, guys. Jaga kesehatan dan selalu bahagia. Love you all❤❤

Yana. F

RegretsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang