Dimana lagi untuk orang-orang pinggiran?

8 2 1
                                    

Seorang pemulung yang masih remaja bertanya pada kawan pemulungnya yang paruh baya, saat sedang beristirahat di samping gerobaknya yang terparkir di pinggir kali sambil memandang airnya yang hitam

"Di radio dan televisi lebih banyak diputar lagu-lagu cinta dan kegalauan untuk mewakili orang-orang yang sedang jatuh cinta dan problematikanya,
Di panggung pesta pernikahan dan sunatan, diputar lagu-lagu dangdut untuk mengajak orang-orang bergoyang dan berdendang melupakan problematika rumah tangganya,
Di coffee shop diputar lagu-lagu indie yang berkisah tentang senja, kopi, dan romantika alternatif untuk orang-orang elit yang kesepian
Di rumah-rumah ibadah, orang-orang hanya boleh menyanyikan lagu-lagu pujan untuk Tuhan dan utusannya...
Lalu dimana tempat kita dapat mendengarkan lagu-lagu tentang potret sosial untuk mewakili orang-orang kecil yang nasibnya pahit?"

Dengan tersenyum dan pandangan yang nanar ke langit, pria paruh baya itu menjawab,
"Tanah dan telinga negeri ini belum subur untuk ditanam lagu-lagu seperti itu nak,
Penguasa disini Rajin mengangkat aktivis menjadi tenaga ahlinya di istana sebagai pembungkaman yang sopan
Musisi-musisi sebagian besar lebih senang memenuhi selera pasar dan penguasa karena ada uang, daripada menyuarakan kritik sosial.
Nak,
Orang kecil seperti kita sering tidak memiliki tempat, bahkan nyanyian.
Nyanyian kita ada di jalan-jalan macet, lampu merah dan bus kota
Tidak akan pernah sampai ke buku undang-undang dan kebijakan sosial yang dibuat wakil-wakil rakyat yang keparat.
Kita adalah kaum marginal
Yang rentan di tuduh sebagai kaum brutal dan sumber radikal
Bahkan seorang menteri pernah dengan lantang mengatakannya seperti itu
Kita adalah warga negara yang 'tiri'
Tidak memiliki hak-hak yang penuh
Suara kita hanya di dengar dan dicari saat musim-musim kampanye
Setelah itu, kita akan di campakkan, ditinggalkan lagi. Suara kita hanya didengar dalam kegiatan CSR yang hanya mementingkan dokumentasi, bukan menciptakan simpati apalagi empati..."

Setelah panjang lebar, pemulung paruh baya itu diam merenung. Diikuti pemulung remaja. Keduanya seakan mendengarkan sebuah lagu pada aliran kali yang senyap lagi gelap...

Sore itu hujan turun juga akhirnya, setelah Sejak Siang hanya mendung yang terlukis di langit
Keduanya berteduh di sebuah ruko yang sudah dua bulan tutup karena imbas krisis ekonomi yang diam-diam menggerogoti negeri ini...

Jakarta, 1 Maret 2020
#syarifhidate

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 23, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Lagu untuk orang-orang pinggiran?Where stories live. Discover now