Glen (kulkas berjalan)

Mulai dari awal
                                    

Sekarang posisi gue berada di lapangan upacara. Matahari semakin bersinar dan menimbulkan tubuh menjadi gerah. Hal yang menyebalkan ialah pembina upacara suka sekali ceramah berlebihan. Gue kasihan melihat beberapa anak pingsan, kemungkinan belum sarapan. Saat inilah peran PMR diandalkan sebagai pahlawan, sayangnya hari ini gue gak jaga jadi petugas PMR.

Sementara murid kepanasan di tengah lapangan, guru-guru baris di tempat teduh yang terlihat sejuk. Sungguh tidak adil. Tiba-tiba mata gue menangkap Aji yang terlihat sedang melihat ke arah gue. Gue yang merasa tinggi Aji yang cukup bagus untuk dijadikan pelindung cahaya matahari membuat gue tersenyum. Gue mendekatinya dan memberi kode agar dia jadi pelindung. Dia hanya diam dan pasrah.

"Muka lo pucet," kata Aji.

"Hm." Gue mengangguk sambil manyun. Glen yang berada di samping Aji ikut melirik gue.

"Cie couple," katanya. Lagi-lagi sepatu couple yang diungkit. Glen terlihat bodo amat.

"Ck," gue malas menanggapi. Mengerti kondisi gue, Aji dan Glen terlihat melindungi gue dari sinar matahari. Tubuh gue sudah terasa lemas, semoga upacara ini segera berakhir agar gue bisa menuju kelas secepatnya.

***

Hari pertama sekolah bukannya bebas, seperti yang diduga kami langsung di beri tugas. Bu Guru pamit pergi begitu saja dan mengatakan jika bunyi bel berbunyi kami harus menyerahkan tugas tersebut di kantor. Kami menggerutu dan terlihat kecapekan habis upacara tadi.

"Semuanya tolong dengarkan!" Dewi berdiri di depan meja dan menggebrak benda tersebut untuk mengalihkan perhatian.

"Penting guys simak baik-baik!" Emma ikut berdiri di samping Dewi.

"Gue punya ide, tugas ini kita kerjakan sama-sama bagaimana?" tanyanya.

"Jadi dari ujung sana berhitung dari satu dan lanjut sampai akhir. Nomor yang didapat adalah nomor yang wajib kalian jawab." Dewi mulai menjelaskan.

"Jawaban yang sudah kalian kerjakan bisa kalian tulis di papan tulis." tambah Emma.

"Mari kerjasamanya!"

Semuanya bersorak setuju untuk mengadakan aliansi dadakan. Mereka mulai berhitung untuk mengetahui nomor berapa yang akan dikerjakan. Gue tersenyum melihat kekompakan kelas ini. Tidak butuh waktu lama kami selesai mengerjakan semua nomor.

"Sy, ada tip-x?" tanya Henry. Sebenarnya gue males banget meminjamkan tip-x. Soalnya selama berada di kelas ini, kami sering kehilangan tip-x.

"Kalau udah kelar, langsung antar ya." Gue gak tega, jadi gue meminjamkannya begitu saja.

"Iya, entar gue balikin." katanya.

Selesai urusan, gue memilih untuk bergabung dengan beberapa anak yang sedang bercerita. Ada Ayu, Rinna, Bintang, dan Nanda. Mereka sedang membicarakan cowok.  Kali ini Nanda terlihat asik membicarakan adik kelas. Gue hampir terkejut cowok yang dibicarakan adalah adik kelas IPS yang sering berbagi film anime sama gue. Demi apapun gue gak nyangka.

"Dia manis," kata Nanda malu-malu.

"Aduduh," kata Bintang gemas.

"Sisy mah sama atlet ye kan, Kak Bram." kata mereka. Gue hanya bisa memutar bola mata. Mereka selalu saja menjodohkan gue dengan Kakak Kelas tersebut.

"Kasian Kak Bram dah lulus, gak bisa ketemu lagi deh." kata Ayu.

"Iya nih, padahal lo cocok banget."

"Apasih," kata gue males.

"Btw Sy, gue lagi deket sama teman lo." kata Rinna.

"Huh? Siapa?"

IPA 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang