Mendengar jeritan yang memekakkan telinga tersebut, Alfa lantas memejamkan matanya sembari menundukkan kepala di hadapan Karin. Walau kumpulan yang sedang bergosip itu berjarak beberapa meter di sekelilingnya, Alfa tetap dapat menangkap dengan jelas apa yang mereka bicarakan.

Sejujurnya, Alfa bukanlah seseorang yang menyukai kebisingan. Kendati begitu, lagi dan lagi meski bukan Karin yang menyuarnya secara langsung, presensi gadis tersebut selalu saja meramaikan pendengarannya. "Lo sengaja, ya?" katanya pelan berusaha tenang walau tatapannya kini telah berani menghunus sorot intimidasi.

Mendapati ucapan terima kasihnya dibalas pancingan pertengkaran, Karin mendenguskan napasnya sebal menjulurkan tangan. "Ambil." Ia mendorong bungkusan tersebut ke depan dada bidang Alfa yang refleks langsung menangkapnya sigap. 

Karin melenggang pergi.

"Lo mau ke mana? Gua belum selesai bicara!" Mendapati gestur dingin tersebut, Alfa lantas tidak bisa diam begitu saja tanpa mendapatkan balasan yang pasti. Laki-laki itu pada akhirnya ikut mengekor di belakang setelah diam di tempat berpikir bahwa Karin akan berhenti menanggapi panggilannya.

Sesaat kedua insan tersebut meninggalkan lokasi perkara, sorak mereka yang senang mencari bahan obrolan kemudian kembali meriah memenuhi suasana.

"Dikejar, guys!"

"Wah, baru kali ini gue lihat Alfa kejar cewek."

"Gila! Karin play hard to get!"

"Strateginya, woy! Kok, gue nggak kepikiran buat begitu, ya, pas dekatin Alfa dulu?"

"Susunan otak lo sama Karin beda soalnya."

"Yee! Minus di otak doang, kok!"

"They look so cute aren't they?"

"Yes, definitely sweet enemies."

Paduan manis urutan kalimat yang senada itu membuat Alfa segera ingin membantahnya. Namun, berbeda dari apa yang ia rasakan, reaksi tubuhnya justru mengatakan bahwa ia perlu mengejar perempuan tersebut.

Sejatinya, Alfa ingin membicarakan terkait beberapa hal. Salah satunya adalah, ia ingin mempertanyakan maksud Karin yang tiba-tiba datang ke depan pintu kelasnya untuk mengundang kehebohan picik yang sangat menjengkelkan.

"Berhenti!"

Diberi perintah seperti itu, Karin yang kini membelakanginya tersebut justru mempercepat langkah ingin menjauhi. Alfa yang kesal sendiri lantaran titahnya tidak diindahkan, lantas memperluas jangkauan kaki jenjangnya demi mengikis jarak.

"Gua bilang berhenti, Karina!" Sesaat setelah ia berhasil menyamai posisi dengan Karin, tangannya pun mencekal pergerakan gadis tersebut.

Karin membentak, "Ada apa, sih?!" Gesturnya refleks menyentak jemari Alfa yang melilit di pergelangan.

"Kenapa lari?"

"Kenapa lari?" Karin tertawa sumbang. Ia benar-benar tidak tahu apa yang terjadi di dalam otak seorang Keith Farez Alfansa. "Memang gue punya kepentingan apa lagi? Lo ada perlu sama gue?"

Mendapati respons yang tak mengenakan tersebut, Alfa lalu terdiam. Sejujurnya, ia baru menyadari alasan mengapa saat ini ia mengejar Karin adalah, ia merasa bersalah. Perasaan yang sama pula terjadi beberapa hari sebelumnya dan Alfa bingung harus bagaimana.

"Maaf kalau selama ini keberadaan gue nggak pernah bikin lo nyaman. Makasih buat penjesannya."

Tampaknya, Alfa telah mengulangi kesalahan. Ucapannya kemarin, mungkin agak sedikit berlebihan menimbang balasan yang ia terima mengandung makna akan kesedihan. Entah kenapa, semua terlalu mudah untuk melewati batas ketika ia berhadapan dengan Karina Garda Kusuma.

KARSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang