Nadine C. Prince

Sudah di Jakarta kah? Lagi sama pacarmu ya?

L.Freeza

Udah kok. Enggak, Aku sendiri lagi istirahat di hotel.

Nadine C. Prince

Hotel mana? Boleh aku ke sana? Kebetulan aku juga di Jakarta.

Sebenarnya Levin sangat ingin sendiri saat ini. Tapi sepertinya dia akan terus teringat akan kejadian tadi, Levin pun memberi tahu letak hotelnya menginap. Dan 1 jam kemudian datang Nadine membawakan makanan untuknya dan Levin.

"Kusut banget sih, abis nangis ya?" Tanya Nadine sambil menyiapkan makanan untuknya dan Levin.

"Sedikit."

"Nih makan dulu, kamu pasti belum makan kan."

"Makasih Nad, kok kamu bisa ada di Jakarta?"

"Kan minggu lalu aku sempet tanya sama kamu ada acara atau enggak. Tadinya mau ngajak kamu sekalian ke Jakarta siapa tau bisa ngobatin kangen kamu sama keluarga, tapi kamu bilang kamu ada urusan dan mau ketemu pacarmu. Jadi aku mutusin buat berangkat sendiri aja." Levin pun hanya mengangguk dan terlihat tidak selera untuk menyantap makanannya. Efek patah hati memang sangat menyakitkan.

"Kok gak dimakan? Kamu gak suka? Atau kamu mau makan yang lain?"

"Enggak usah Nad, aku cuma lagi gak nafsu makan aja. Aku makan kok nih." Balas Levin sambil memasukkan sendok ke dalam mulutnya.

Nadine pun hanya menggelengkan kepalanya, merasa gemas akan tingkah manusia di hadapannya.

"Kamu kenapa lev? Lagi ada masalah?" Tanya Nadine yang sekarang sedang merapikan bekas makannya dan Levin.

"Ya lumayan, kamu ke Jakarta juga pasti ada urusan kan? Kok kamu malah dateng ke sini?"

"Tadinya gitu, cuma setelah aku ngeliat kamu berantakan kayak gini, kayaknya kamu lebih butuh teman dibanding sendirian."

"Aku bisa sendiri kok, kalo memang kamu ada keperluan lain gak apa-apa."

"Gimana kalo kamu ikut aku aja? Aku cuma mau ke Agency aja, abis itu kita bisa jalan-jalan. Dari pada kamu di sini sendirian." Tawar Nadine

Mungkin ada benarnya yang dikatakan Nadine, Levin pun menyetujuinya. Ia mengganti pakaiannya dan pergi bersama Nadine. Kini mereka berjalan ke arah mobil Nadine yang sudah terparkir di depan lobby hotel.

"Biar aku aja yang nyetir." Ucap Levin sambil mengambil kunci mobil Nadine dari petugas valet dan membukakan pintu untuk Nadine.

"Thanks lev." Ucap Nadine ketika Levin membukakan pintu untuknya, Levin pun sedikit berlari menuju kursi kemudi.

"Jadi ke mana kita hari ini tuan putri?" Tanya Levin yang sedang memakai seat beltnya.

"Apa sih lev, tadi pas di kamar hotel kamu lesu. Sekarang diajakin pergi malah modus terus."

Ternyata ucapan Levin tadi cukup membuat Nadine tersipu. Pipinya memerah dan mungkin jika lagu di mobil tidak di putar, suara detak jantungnya mampu terdengar oleh Levin.

"Aku kan cuma nanya, aku gak tau loh ini arah ke tempat yang kamu maksud itu di mana?" Jawab Levin polos.

"Ke arah Benhil ya." Jelas Nadine.

"Oke, sesuai aplikasi ya kak." Canda Levin yang kini dihadiahi pukulan ringan dibahunya oleh Nadine.

Levin tataplah Levin, dia seolah melupakan kegundahan hatinya dan kekecewaannya terhadap Stevi. Mungkin menurutnya bergalau akan hal dengan namanya cinta tidak harus terus dirasakan. Ketika ada alasan lain untuk tertawa, kenapa harus merasakan sedih. Seperti saat ini, mereka terlihat larut dalam keakraban yang diawali dari insiden tidak sengaja tabrakan di toilet tempo hari. Sekarang mereka terlihat seperti teman lama yang sangat dekat.

Sepanjang perjalanan pun tak lepas dari candaan receh dari Levin, terkadang mereka juga bernyanyi mengikuti lagu yang diputar. Sampai akhirnya mereka tiba di depan bangunan minimalis bertingkat 2. Tempat tujuan mereka.

"Kamu tunggu sini dulu ya, aku mau ketemu client sebentar." Kata Nadine yang diangguki oleh Levin.

Levin sedikit berkeliling melihat ruangan kerja Nadine yang cukup luas dan nyaman. Levin pun melihat beberapa penghargaan yang diperoleh Nadine beserta beberapa foto Nadine dan orang tuanya.

Cantik. Gumam Levin ketika melihat foto Nadine berdiri dan tersenyum dengan background pemandangan laut.

***

Di sisi lain seorang wanita yang baru saja selesai meeting dengan beberapa koleganya, tengah sibuk mencari kontak seseorang yang sedari tadi mengganggu pikirannya setelah mendengar semua cerita dari Levin.

"Halo Ken."

"Bella.."

"Apa kamu mau menjelaskan sesuatu ke aku?"

"Maafin aku Bel. Tolong bantu aku kali ini, aku nyesel udah ngelakuin semua itu. Aku gak mau kehilangan Levin."

"Kenapa kamu melakukan itu?"

"Aku kesel Bel, aku kesel karna kesibukanku dan Levin ditambah rasa rindu yang bener-bener buat aku gila. Kamu tau kan aku sempet ngelarang Levin buat gak pergi? Karna aku gak bisa jauh dari dia, sampe akhirnya ada orang lain yang buat aku nyaman dan dia selalu bisa nemenin aku saat Levin gak punya waktu buat aku."

"Kenapa kamu seegois itu Ken? Kamu sendiri juga tau apa alasan Levin terima syarat dari Papamu. Kamu pun tau gimana cintanya dia sama kamu. Levin disini itu bener-bener berjuang buat kamu, bahkan kamu masih sempat-sempatnya cemburu sama aku. Jelas-jelas aku dan Levin tidak ada hubungan apapun. Aku pun di sini diminta oleh om Danu untuk membantu Levin. Aku kecewa sama kamu Ken."

"Aku ngaku salah, aku minta maaf. Aku menyesal Bel. Tolong bantu aku untuk kembali bersama Levin."

"Simpan saja penyesalanmu Ken dan maaf, aku gak bisa bantu kamu. Aku saja sudah sangat kecewa sama kamu, gimana sama Levin?"

"Bell-"

Bella memutuskan panggilannya sepihak, sekarang hatinya benar-benar sakit melihat orang yang dia cintai dikhianati begitu dalam oleh orang lain. Apa lagi orang itu menjadi alasan Bella untuk memendam perasaannya. Bella bertekad membuat Stevi sangat menyesal.

Our Coffee (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang