"Baiklah, gadis manja. Mari kita bergegas mengisi perut keroncongan ini!" ajak daddy membuatku terkekeh.

oOo

Aku membulatkan mata sempurna ketika para pramusaji menyajikan banyak sekali hidangan penggugah selera. Berbagai pilihan menu appetizer, main course, hingga dessert membuat insting manusiawi sebagai penggila makanan muncul hingga tak kuasa mengontrol diri.

Sialan! Pria ini pasti sengaja ingin menggodaku. Menggagalkan progam diet dengan berbagai dalih hingga membuatku kalut dan tak lagi memedulikan betapa susahnya untuk menurunkan berat badan.

"Dasar pria tua yang menyebalkan!" dengkusku. Kau tahu? Dahulu kami memang sering bersendagurau. Seringkali mommy yang mengawalinya. Hmm ... wanita itu bisa menjadi anggun sekaligus humoris. Keadaan saat itu tidak se-menegangkan saat ini.

"Haha ayolah Feyfa. Kau begitu kurus hingga tak tampak sedikit pun daging dalam tubuhmu. Hmm ... dan lagi, kupikir kau akan tetap memesona walau dihiasi lemak di beberapa bagian."

Lihatlah pria itu. Bukankah dia sangat menjengkelkan? Pria tidak akan mengerti bagaimana rasanya menjadi seorang gadis. Setidaknya kami harus tampak menarik dan tak membosankan ketika dipandang dalam waktu lama.

Sudahlah, aku tidak peduli. Program diet akan kutekuni selepas menghabiskan hidangan ini. Memang saat di perjalanan, daddy sibuk memainkan ponselnya. Lalu ketika aku bertanya, dia menjawab sedang menyewa tempat di restoran bintang lima yang selalu dipenuhi pengunjung.

Kumasukkan dua potong scallop sebagai hidangan pembuka. Woah, lezat sekali! Rasanya aku ingin menjelma menjadi Plankton dalam film Spongebob untuk mencuri resep kudapan ini. Tapi bukan berarti perhatianku hanya tertuju pada banyaknya porsi di meja. Berkali-kali aku menangkap basah sebuah senyuman dari sorot pandang itu. Sejenak, kuhentikan aktivitas. Menatap daddy seraya mencebikkan bibir. Tapi pria itu? Dia meraih kedua tanganku lalu mengecupnya lembut.

"Kalian seperti satu jiwa dalam dua raga berbeda. Alexa, ... putrimu kini telah dewasa. Dia tumbuh seorang diri. Maaf karena aku tidak membesarkannya dengan baik ...," lirih daddy diakhiri sebuah kecupan lagi. Telapak tanganku sedikit basah ketika buliran air mata itu menitik.

Ah, benar. Saat sedang bersamaku, seringkali daddy menyangkut nama mommy dan segala kenangannya. Aku yang penasaran, dengan ragu-ragu mengangkat suara untuk mempertanyakan siapa pemilik hati itu.

"Daddy ... apa kau masih mencintai ... Mommy?"

Dia tidak langsung menjawabnya, melainkan kembali mengecup punggung tanganku. "Aku ... masih, akan, tetap, dan selalu mencintainya. Alexa adalah cinta pertamaku, ... juga yang terakhir. Kepergiannya membuatku tersiksa ...."

Pria dengan marga Dirgantara itu terisak. Menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Menyisakan gerak naik-turun pada bahu lebarnya. Mengakibatkan khalayak ramai mulai tertarik akan apa yang terjadi.

Setelah menduduki tempat sebelahnya, kupeluk daddy dari samping. Mencoba menyalurkan ketenangan serta kekuatan untuk kembali bangkit menjalani kehidupan. Tidak bermaksud melupakan, hanya memalingkan spekulasi agar hati kembali ditumbuhi bunga-bunga.

"Setidaknya kau masih beruntung, Daddy. Kau tahu tentang Langga-ku? Dia juga mengalami hal yang sama. Kanker pankreas stadium akhir hingga kematiannya tak dapat diprediksi. Aku sangat frustrasi memikirkannya," ucapku memberitahu. Tampak sekali keterkejutan dari pria ini. Dengan cepat dia membalikkan badannya ke arahku.

"Benarkah? Mengapa kau baru memberitahuku sekarang?! Kau bermaksud menyembunyikannya dariku??"

"Tidak! Hanya saja kupikir kau tidak akan mengacuhkan kekasihku itu ...."

Best Part [ COMPLETED ] Where stories live. Discover now