That Sickness

Mulai dari awal
                                    

"Tak apa, jangan cemas!"

Levi langsung merebahkan diri di ranjang setelah mual mereda. Sepanjang sisa pagi itu, dia memilih beristirahat sampai sore di kamarnya. Nafsu makannya sudah lenyap entah ke mana sejak terpaan mual yang menyebalkan itu. Sesekali Nifa datang mengetuk pintu untuk menawarkan sesuatu, namun Levi tidak meminta apa-apa. Dia sangat lemah dan letih sebelum akhirnya alam bawah sadar merengkuhnya kembali terlelap.

Malam harinya, Levi terbangun saat pintu terbuka. Erwin baru saja memasuki kamar dengan wajah sekusut rematan kertas. Pria pirang itu terlihat kaget melihatnya sudah membuka mata dan menguap. Levi sempat merasa heran pada dirinya sendiri, bukan hal biasa dia bisa tidur seharian penuh seperti ini. Seolah tubuhnya senantiasa digelayuti keletihan sepanjang waktu.

"Erwin, kau baru pulang?"

"Tidurlah, Levi, aku ingin mandi," sahutnya acuh tak acuh.

Entah mengapa sikap Erwin mulai terkesan sangat mengesalkan bagi Levi. Dia terkenang sekilas hari-hari pertama pernikahan mereka yang penuh dengan kecanggungan dan sikap menghindari. Levi merindukan Erwin setiap saat. Namun, sepertinya pria itu tidak mengerti perasaannya. Dengan murung, Levi meringkuk kembali di bawah selimut tebalnya.

Seandainya kau tahu, aku selalu merindukanmu sepanjang hari.

~¤~

Keesokan harinya, Levi terpaksa meninggalkan roti panggangnya sewaktu mual menyerangnya lagi tiba-tiba. Erwin yang duduk semeja dengannya terkesiap dan bergegas mendekati Levi yang saat ini sedang membungkuk di atas bak cuci. Seperti sebelumnya, tidak ada makanan yang berhasil dimuntahkan keluar dari lambungnya. Perutnya bergolak dan terasa nyeri seakan-akan sedang dipelintir.

"Levi, ada apa denganmu?" Erwin terdengar cemas sambil memijat lembut tengkuk Levi. Keningnya mengerut gelisah menyaksikan tubuh mungil itu nyaris roboh karena lemas. "Nifa, panggil dokter!"

Erwin membiarkan Levi bersandar di dadanya ketika Nifa melesat cepat mencapai telepon, lantas menekan beberapa angka. Air menitik dari ujung dagu Levi lalu jatuh ke lantai. Mendadak pandangannya memburam sebelum kegelapan datang dan menelannya bulat-bulat.

~¤~

Sangat tenang. Hampir tak ada suara yang mengusik telinganya selain gemerisik selimut yang tergesek gerakan tangannya sendiri. Lenguhan kecil melepaskan diri dari mulutnya sebelum kelopak matanya terangkat bagai tirai pertunjukan dan untuk sesaat Levi menikmati keheningan itu selama beberapa detik. Yang dia lihat pertama kali adalah Erwin yang sedang duduk muram di sebelahnya, mungkinkah dia menunggu Levi tersadar?

Levi mengernyit, kepalanya pusing sesaat. "Ada apa?" Suaranya terdengar tidak lebih baik.

Tatapan Erwin tampak tidak senang menyaksikan omega itu kesakitan, akan tetapi, sesungguhnya ada hal lain yang lebih tidak disukainya dari ini. "Kau hamil."

Levi terhenyak. "Oh." Satu tangannya langsung bergerak untuk mengelus perutnya yang masih belum membuncit lalu berbisik. "Apa kau senang?"

"Aku tidak tahu."

"Erwin ..." Levi beralih ke posisi duduk dan melempar seluruh perhatiannya pada Erwin tanpa berhenti mengelus perutnya dengan penuh kasih. "Mengapa?"

"Jika aku bisa merasa yakin itu anakku, mungkin aku akan sangat senang."

Levi menundukan kepala, tercekat dan muram dengan perkataan Erwin yang secara halus menyatakan bahwa dia tidak mempercayai dirinya, tentang janin yang baru saja tumbuh di dalam rahimnya. Apakah dia berpikir janin itu milik Eren dan bukan miliknya?

Tetapi, aku sendiri tidak tahu siapa ayahmu.

Levi merenung dalam kediamannya seraya melarikan jemari di sekeliling gundukan kecil yang belum kentara di antara kedua pinggulnya. Meskipun keyakinannya mengacu pada Erwin, bisakah dia memberi bukti bahwa janin itu adalah calon penerus garis keluarga Smith? Bagaimana pun juga, keyakinan itu hanya didasarkan pada fakta bahwa Erwin yang pertama kali bercinta dengannya sewaktu heat.

Hanya saja, mengingat saat itu Erwin sedang tidak dalam masa rut mulai melonggarkan keyakinannya secepat kilat. Sedangkan, Eren saat itu tengah mengalami rut pertamanya. Levi tahu karena gerak-gerik dan sorot mata Eren yang berbeda dari biasanya. Dengan tingkahnya yang gusar dan buas, Levi tahu Eren sedang di bawah tekanan hormon alpha alih-alih menyetubuhinya secara sadar.

Ya Tuhan ... sekarang apa lagi?

Erwin masih membeku di sebelahnya. Wajahnya tertangkup oleh kedua telapak tangannya, Erwin pasti sangat terpukul dengan semua ini. Sesekali Levi mendengar suaminya itu mendengus kasar dan tampak gusar. Menyaksikannya membuat Levi ingin menangis antara tak tega dengan keadaan Erwin dan meratapi betapa malangnya hidupnya sendiri. Menyedihkan.

Namun satu hal yang pasti, Levi akan mempertahankan janin itu. Tidak peduli apakah itu milik Erwin atau Eren. Levi tidak akan mengkhianati nasihat ibunya. Karena dia sendiri tidak menyangkal bahwa dirinya terlahir tanpa tahu siapa ayahnya, sebab Kuchel Ackerman pun sudah melayani lebih dari satu orang di tempat pelacuran itu.

Walaupun Levi juga merasa sedih karena dia sendiri telah melakukan seks dengan dua alpha.

***

Tell me if y'all enjoy this by drop onto comment below.

Note : Tebarkan bintang dan komentar setiap usai membaca!

Jepara, 14 April 2021
With love,

中原志季
Nakahara Shiki

Curtain FallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang