BAGIAN 38 - KABAR BURUK APALAGI?

Mulai dari awal
                                    

Fisik dan psikisnya terganggu secara bersamaan. Ayana menghujani ribuan air mata di pipinya. Diafragma itu seakan sesak untuk menerima pasokan oksigen. Ia terlalu banyak terisak. Ia tak bisa mengendalikan bagaimana sakitnya tubuh dan batinnya saat ini. Bayi yang masih merah itu belum sepenuhnya ia dekap. Bayi itu menangis terus-menerus sampai suster ikut menjaga dan menenangkannya karena kondisi Ayana yang masih belum memungkinkan untuk menggendong bayinya.

"Aku nggak pernah bilang kamu Ibu yang buruk. Justru aku mau berterima kasih ke kamu. Karena kamu, bayi kita lahir dengan sehat, karena kamu juga Aidan sama Aviola tumbuh jadi anak yang pintar. Semua karena didikanmu. Terus buruknya kamu di sisi sebelah mana?"

Jefri mengusap-usap pucuk kepala Ayana. Sesekali ia menghujani ciuman di dahi istrinya. Meskipun belasan tetes air mata itu masih menggenang di kelopak mata istrinya, Jefri tetap mengeratkan genggaman tangan di salah satu tangan istrinya.

"Karena aku, anak kita belum minum ASI ASI-nya keluarnya dikit dan nggak lancar. Dia nangis terus, dia kehausan. Aku nggak bisa kasih dia ASI. ASInya nggak lancar. Aku minta maaf, aku belum bisa jadi ibu yang baik buat dia. Aku minta maaf. Aku minta maaf. Aku minta maaf-"

Telunjuk Jefri reflek membungkam bibir Ayana agar Sang Istri tak menyalahkan dirinya sendiri. Sangat sulit bagi Jefri melihat pemandangan seperti ini. Baginya ini ujian paling berat. Ketika seorang suami diuji dengan dua tanggung jawab besar. Melihat Sang Istri dan anaknya yang baru lahir terpuruk menjadi satu.

"Sayang, nggak papa. Aku nggak pernah mempermasalahkan itu. Bisa diselesaikan, bisa panggil Konselor Laktasi," sahut Jefri memotong kalimat Ayana yang belum selesai diucapkan sepenuhnya.

Ayana terisak lagi. Tangisnya pecah. Dan di sela-sela tangisnya, ia merintih kesakitan karena nyeri pasca operasinya menggerogoti tubuhnya. Ayana benar-benar tak bisa menahan tangisnya. Kalimat-kalimat menyakitkan dari bibir Bu Dhe akhirnya pecah dan terluap oleh tangis Ayana di depan Jefri.

Ayana menganggap dirinya adalah penyebab bayinya tak mendapatkan nutrisi dengan baik. ASI yang keluar dari tubuhnya tak cukup dikonsumsi bayinya. ASI itu sulit keluar yang membuat Ayana sangat frustasi. Bayinya hanya mendapatkan tetesan singkat dari dalam payudaranya.

Lagi-lagi Ayana menganggap dirinya gagal menjadi seorang Ibu dan istri sekaligus. Ia menyalahkan dirinya sendiri karena berada di antara keluarga terpandang Jefri. Keluarga yang sama sekali berbanding terbalik dengan sisi kelamnya.

"Aku minta maaf. Karena aku ... Dia nggak dapat nutrisi yang bagus, karena aku juga dia kehausan. Aku minta maaf, aku Ibu yang jahat. Aku minta maaf. Aku belum mampu jadi istri yang baik buat kamu," tangis itu pecah lagi beriringan dengan ucapan lirih itu.

Jefri bukannya tak bisa menenangkan Ayana. Tapi ia justru merasa ikut tersayat saat mendengar rintihan dan kalimat yang keluar dari bibir Ayana. Rasanya ikut sesak ketika melihat Sang Istri dalam keadaan seperti ini. Ingin menangis pun tak bisa. Karena ia harus terlihat pura-pura kuat dihadapan istrinya.

"Yang bilang kamu Ibu yang jahat siapa? Anak kita masih sabar nunggu Ibunya sehat. Anak kita paham Ibunya masih belum pulih sepenuhnya. Anak kita nangis itu wajar, dia baru belajar nangis untuk pertama kalinya. Bukan karena kamu. Bayi nangis itu wajar buat melatih motoriknya," seru Jefri menenangkan Ayana lagi meskipun tak bisa ia pungkiri, ia pun merasa sangat sesak dengan kondisi ini.

"Anak-anak yang lahir dari rahimku persalinannya sesar bukan normal. Aku nggak becus jadi Ibu. Dan aku selalu merepotkan kamu waktu lahiran. Aku nggak enak sama keluarga kamu yang sering aku repotkan," cicit Sang Istri pelan.

Jefri sangat paham. Kalimat yang baru saja terlontar dari bibir Ayana ini, adalah kalimat hasil sindiran dari Bu Dhe. Ia sudah mendengarnya semua. Tanpa Ayana menjelaskan pun ia paham sendiri dengan kalimat Ayana.

Macarolove (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang