Chapter 1: Tamu yg diundang

7.8K 528 1
                                    


"Sepupu Lo nyebelin amat sih Chan," dengus kesal Jaemin sambil merapikan seragamnya.

Ia dan sahabat-sahabatnya itu baru saja ditegur oleh pria anggota OSIS yang terkenal sangat disiplin.

"Bakal dilaporin lagi nih gue," balas Haechan yg sama kesalnya dengan sepupunya itu. Pasti saja setelah ini tantenya akan menyuruhnya duduk sambil mendengarkan nasihat panjang bak sungai nil.

"Lo ga rapi-rapi?" Tanya Haechan heran pada Jeno yg hanya melihat mereka sambil memasukkan tangannya ke saku celana seragamnya. Tak tampak akan merapikan bajunya seperti yang diperintahkan

"Ngapain? Kan udah jam pulang sekolah," jawab Jeno santai yang sesungguhnya malah heran dengan tingkah mereka. Saat ini mereka sudah akan pulang meski sesuai peraturan sekolah, selama mereka berada di lingkungan sekolah mereka harus tetap berpakaian rapi.

"Tapi kan... " Jaemin ingin membantah, lalu mengurungkan niat nya dan malah mengeluarkan kembali seragam yg baru saja ia rapikan. Disusul Haechan.

"Ribet banget tuh orang," gerutu Jeno langsung pergi.

Sore itu sesuai kesepakatan di kantin sekolah, mereka pulang ke rumah Jeno. Alih-alih rumah masing-masing. Sudah jadi kebiasaan trio itu untuk menghabiskan waktu dengan bermain game, bukannya belajar.

Hari sudah mulai petang tatkala bel rumah berbunyi. Jeno yang masih sibuk dengan game-nya tak mengacuhkan itu dan malah tetap melanjutkan permainannya.

"Bukain Jen, siapa tau tamu penting," ucap Jaemin dengan tatapan masih terpaku pada game di monitor.

Dengan langkah gontai Jeno keluar kamar menuju pintu.

Sesosok pemuda tak dikenal berdiri dengan senyuman cerah di wajahnya. Laki-laki berbadan lebih kecil dan pendek darinya. Ia membawa dua koper dan sebuah tas besar.

"Ehh. Huang Renjun, ya?" Ia lupa dengan perkataan ayahnya kalau mereka akan kedatangan tamu.

"Ya, aku Renjun. Jeno, ya?" Ia balik bertanya. Senyuman masih terlukis di wajahnya meski lawan bicara tak memberikan senyum sedikitpun.

Jeno tak repot-repot menjawab. Ia membuka pintu rumahnya lebar-lebar membiarkan pria itu masuk. Tak peduli bahwa mungkin saja pria ini berbohong dan bukan tamu yang diundang tersebut.

"Masuk," perintah Jeno.

Si pemuda mungil itu kesulitan membawa barang-barangnya masuk. Jeno yang memperhatikan tidak ada niatan membantunya.

Jeno mengantar Renjun ke kamar tamu yg sudah dipersiapkan untuknya. Kamar tamu itu sudah bersih dan rapi karena memang ia meminjam ART Jaemin untuk membersihkannya. Kalau ia sendiri mana mungkin, kamarnya saja berantakan.

"Kalau mau nyari makan, cari aja di dapur," ucap Jeno meskipun ia sendiri tidak terlalu yakin ada makanan disana.

"Jutek amat sama tamu Lo," celoteh Jaemin setibanya Jeno di kamarnya yang berada di lantai atas.

Jaemin dan Haechan yang tak bisa melanjutkan permainan mereka tanpa Jeno mengintip dari balik pintu.

"Tamu bokap gue," ralat Jeno tak setuju.

"Kukira cewek loh. Imut banget soalnya," ucap Haechan jujur.

Jaemin mengangguk setuju.

"Kalau di drakor ya, dia bakal jadi jodoh Lo Jen," sambung Haechan yg di balas tatapan galak dari Jeno.

Jaemin lagi- lagi mengiyakan perkataan Haechan sambil tertawa.

"Rese lu bedua," dengus kesal Jeno.

---

Renjun menatap kamar barunya itu dengan seksama. Rasanya sangat aneh berada di tempat asing seperti ini tanpa mengenali siapapun.

Lee Donghae adalah sahabat lama ayahnya. Dan untuk waktu yg tidak ditentukan ia harus tinggal bersama keluarga Lee Donghae. Mau tidak mau, ia harus menerima keadaan yang memaksanya harus menjalani hidup barunya itu.

Ditambah lagi, sikap ketus anak Lee Donghae, Jeno itu. Ayahnya bilang bahwa mereka seumuran dan bakalan jadi teman, tapi Renjun ragu akan seperti itu. Dari kesan pertama saja Renjun yakin pria itu tak akan akur dengannya.

Apapun itu, ini adalah hidup baru Renjun di kota Seoul ini, jauh dari sanak saudaranya. Ia akan bertahan, bagaimanapun caranya.

Saat malam, perutnya mulai keroncongan. Ia hendak keluar mencari makan tapi tidak tahu dimana. Langkah kakinya selalu terhenti di pertengahan anak tangga menuju lantai Jeno. Suara ribut terdengar dengan jelas dari kamar itu dan Renjun tak berani mengganggu mereka.

Ia melangkahkan kakinya menuju dapur, melihat apakah ada yang bisa dimasak. Tak ada apapun. Bahkan nasi juga tidak ada. Dapur itu berantakan tak terurus.

Ia menahan perut kosongnya dan membersihkan dapur itu terlebih dahulu.

"Ngapain lo?" Tanya Jeno yang sudah berada di belakangnya.

"Lo buta ya Jen?" Pria lainnya menimpali.

Renjun bisa melihat pemilik suara di kamar Jeno. Selain Jeno, ada dua pria lainnya yang bermain game bersama.

"Lo masak nasi?" Tanya Jeno lagi melihat lampu indikator rice cooker yang berwarna merah.

"Lo sih nggak perhatian ama tamu lo." Pria yang sama menimpali Jeno lagi. "Hai, gue Haechan."

"Aku Renjun," balas Renjun.

"Formal amat. Ngomong santai aja sama kita."

"Aneh kalau ngomong informal." Renjun menunjukkan senyum tipis dan canggung.

"Gue Jaemin," ucap pria satunya. "Ngomong formal atau informal itu terserah lo. Jangan dengerin bocah kunyuk satu ini."

"Oh, iya."

Renjun bergabung dengan mereka saat makan malam. Mereka memesan makanan dari luar. Pantas saja tak ada bahan apapun di dapur Jeno.

~~~

What It Cost For a Love || Renjun Harem || NCTWhere stories live. Discover now