37. Run Devil Run

Mulai dari awal
                                    

"Mbak Keira." Dia menyapa Keira.

"Hey," sapa Keira balik.

Padahal dulu, Keira bukanlah tipe orang yang sadar dengan lingkungan sekitar.

Akhirnya mereka tiba juga di tenda nasi goreng yang menjadi langganan Keira. Ramai sekali, sudah kelihatan dari banyaknya mobil dan motor yang terparkir di sekitar tenda.

"Kok rame banget? Bukan malam minggu juga. Padahal, awal aku ke sini sepi loh," keluhnya sebelum ikut masuk ke tenda seadanya dengan gerobak bertuliskan kata 'NASI GORENG' dengan huruf besar.

Seketika, Ghidan merasa ada banyak mata yang memandang ke arah mereka, lebih tepatnya Keira. Sebagian besar hanya curi-curi, sebagian lainnya terang-terangan. Sementara yang dipandangi hanya berdiri tanpa kelihatan terganggu. Sesekali, Keira akan memberikan senyumnya. Tidak peduli orang yang memandangnya memberikan tatapan kagum atau sinis.

Terkadang, dia bertingkah layaknya setan paling ramah. Namun, mungkin itu semua dia lakukan untuk memberi makan ego narsisnya.

"Tuh ada tempat duduk," ucap Ghidan sambil menunjuk tempat duduk yang baru saja kosong dengan dagunya. 

"Aku aja yang antri, kamu pesen apa?"

"Udah kenyang."

"Yakin?"

"Ya."

"Yaudah, sana duduk," suruhnya.

Ghidan segera memainkan handphone, dia layaknya sibuk dan beda sendiri mengingat hampir semua pembeli yang berada di tenda itu berlomba-lomba menengok ke arah Keira. Dari anak sekolahan sampai ibu-ibu. Bahkan si laki-laki yang tengah mencuci piring di ujung kiri sesekali mengarah pada Keira.

Pesan yang sedang Ghidan balas ini membuat Ghidan tidak peduli sekitar. Sampai, matanya mendapati ibu-ibu berjilbab panjang yang baru selesai memesan hanya berdiri melamun di dekatnya. Pria itu akhirnya berdiri, memberi kode agar si ibu menduduki tempat duduknya. Sedangkan dia ikut mengantri bersama Keira. 

"Why did you give your chair? Itu hak kamu, tahu," ucap Keira sambil memicingkan mata. "Perempuan itu gak selemah yang kamu bayangkan," lanjutnya lagi.

Here we go again. Lagi-lagi nasihat mengenai seksisme. Ghidan hanya mendesah, dia kembali sibuk memainkan ponselnya. Saking sibuknya, Keira jadi penasaran. Walau Keira tetap tidak melanggar batas untuk mengintip.

Paling Aruna. Tebak perempuan itu tak peduli-peduli amat.

"This is why I really hate people, apa susahnya antri sih?" keluhnya lagi menengok antrian yang kacau di depannya.

"Udah laper kali."

"Dipikir aku gak laper?" balasnya dengan nada naik.

Ghidan mengabaikan ocehan Keira barusan karena yang ada di handphonenya lebih menarik. Pria itu sampai senyum-senyum sendiri. Sedetik kemudian ketika dia mendongak, Keira tidak lagi berada di sebelahnya, melainkan sudah berada di antrian paling depan. Bagaimana bisa?

"I have so many soft skill and hard skill, salah satunya menjadi ninja." Keira mungkin menjawab begitu kalau ditanya, karena Ghidan memang pernah bertanya. Toh, apa yang terjadi saat ini mulai dari Keira yang menjadi pusat perhatian sampai dia yang sudah antri di depan merupakan sesuatu yang pernah terjadi dulu-dulu sekali.

Marriage Blues (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang