"Kasihan sekali... Kau tidak akan menemukannya di sana. Dia ada di rumahnya sekarang. Aku tidak tahu dimana rumahnya. Tapi besok malam, aku akan bertemu dengannya."
"Bagaimana bisa?"
"Tablo Epik High, temanku, dia bekerja dengan Suga, besok malam dia akan mulai merekam, dengan Suga. Kalau kau mau datang, kau bisa datang bersamaku."
"Besok malam aku punya janji-"
"Kalau begitu kau tidak bisa bertemu Suga."
"Siapa yang bilang begitu? Besok malam aku punya janji dan akan membatalkannya. Jadi jemput aku di depan kantorku."
"Tidak," tolak Eric. "Jennie bilang kau menyukai seorang rekan kantormu. Aku tidak ingin melihatnya, bukan cemburu, hanya canggung. Datang saja naik taksi. Atau sewa mobil kalau kau sudah punya lisensi."
"Jennie benar-benar tidak bisa menjaga rahasia," gerutu Lisa. "Terserah, kirim saja alamatnya," putus Lisa, mengakhiri panggilan itu.
Saat akhirnya Lisa kembali ke kantor dengan perut yang sudah kenyang dan segelas kopi di tangannya, gadis itu melihat Jiyong. Seolah tengah berada dalam dunianya sendiri, Jiyong duduk di meja kerja Lisa. Pria itu memunggungi Lisa, memeluk sebuah gitar akustik di tangannya sembari menatap laptop yang tertutup di atas meja.
Seolah penasaran dengan apa yang sedang Jiyong lakukan, Lisa menghentikan langkahnya. Ia berdiri di ujung anak tangga terakhir, menatap punggung Jiyong dengan penuh rasa ingin tahu. Apa yang sedang pria itu lakukan? Apa dia benar-benar tertarik padaku? Apa yang ia pikirkan sekarang? Menilai kepribadianku? Lisa penasaran.
"Aku menyukaimu, karena kau tidak tahu pria sepertiku. Secretly, I got sick of girls, yang sangat mudah seperti serangga. Bahkan kalaupun aku bertambah tua,aku tidak tahu satu pun hal tengang cinta. Aku tidak bisa mengatasi akibatnya. It's a romance without any tears of blood. Sebuah game tanpa kelebihan atau kekurangan. Kau datang dan pergi, seperti alto dan soprano, dengan melodi yang berbeda," gumam pria itu, menyanyikan sebait lagu tanpa memetik gitarnya sama sekali.
Ia hanya memeluk gitar itu, bersenandung dalam sepi, seolah tidak benar-benar ingin melakukannya. Alih-alih senang karena Jiyong kelihatan menyukainya, Lisa justru merasa sedih, entah kenapa. Rasanya, ada dinding tinggi di depannya, dinding transparan yang membatasi mereka.
Jiyong menghela nafasnya, pria itu berdiri, sembari mengecek jam di pergelangan tangannya. Suara berisiknya membuat Lisa tersadar kemudian menghapus bayangan dinding tadi. Gadis itu tersenyum, menyapa Jiyong yang kelihatannya tidak pergi makan siang.
"Apa kau membutuhkan sesuatu dariku? Apa yang kau cari?" tanya Lisa, seolah ia baru saja datang dan tidak pernah melihat Jiyong duduk di sana sebelumnya.
"Aku melihat ini saat lewat," ucap Jiyong, menunjukan selembar kertas berisi beberapa judul lagu dari meja Lisa. "Apa ini daftar lagu yang aku minta tadi?" tanyanya.
"Oh, ya, itu lagu-lagu yang kau minta tadi, lagu yang ku dengarkan saat putus cinta," jawab Lisa sembari berjalan menghampiri Jiyong. "Acaramu hari ini tentang putus cinta?"
"Hm... Tema hari ini fix you," jawab Jiyong, bergeser agar Lisa bisa duduk di kursinya. Pria itu menarik kursi Seungri, ia duduk di sana sembari meletakan gitarnya di samping meja. Meski Seungri datang dan menghampiri mejanya, Jiyong tidak berencana untuk pergi. Seungri bisa mencari tempat lain, ia butuh kursi itu untuk bekerja sekarang.
"Hyung, hari ini kau akan memulai siaranmu?" tanya Seungri dan Jiyong menganggukan kepalanya. "Kau benar-benar akan mematikan kameranya? Bagaimana kalau kau memakai tutup kepala saja? Setidaknya ada yang bisa dilihat penonton."
"Kenapa kau tidak ingin orang-orang melihat wajahmu?" tanya Lisa dan Jiyong mengangkat bahunya, ia hanya tidak ingin dikenali.
"Jiyong hyung, jadi tidak bisa berkencan kalau wajahnya di kenali orang-orang, dia mantan anak pelatihan tapi tidak jadi debut karena tidak ingin kehilangan privasinya," jawab Seungri, menggantikan Jiyong bicara meski ucapannya kedengaran seolah tengah mencibir.
"Ah... Berkencan dengan orang terkenal memang melelahkan," angguk Lisa. "Aku akan senang kalau bisa berkencan dengan orang yang tidak terkenal-"
"Woah... Terdengar seperti kau pernah berkencan dengan orang terkenal," potong Seungri, dengan cibiran lainnya.
Lisa hanya tersenyum, sebab setelahnya, Jiyong memberitahu Seungri kalau Lisa pernah berkencan dengan Eric Nam– meski keduanya tidak tahu kalau Lisa mengencani Eric jauh sebelum pria itu terkenal.
"Bukan kah Eric tinggal di California? Kau di Michigan, bagaimana kalian bertemu?" tanya Seungri, menyandarkan bokongnya di meja kerja sebab ia terlalu malas untuk menarik kursi lainnya.
"Kami bertemu di Georgia, saat aku sedang berkunjung ke sana. Setelah itu kami lebih sering bertemu di New York. Lalu dia pindah ke Korea dan kami putus. New York dan Korea terlalu jauh. Kami tidak bisa mengatasinya. Terbang ke Seoul lebih melelahkan dibanding terbang ke California," cerita Lisa, dengan template yang selalu sama. Ia sendiri ragu, apa alasannya putus waktu itu.
***
YOU ARE READING
Sparkling Society
FanfictionUang bukan segalanya, uang tidak bisa membeli kebahagiaan, begitu kata sebagian orang naif yang kutemui. Entah apa alasan mereka mengatakannya, tapi untukku, meski bukan segalanya, uang bisa membeli kebahagiaan. Kalau uang yang kau miliki sekarang...