Ananta dan Mas Gika

Mulai dari awal
                                    

Mas Gika menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Maaf, Ta. Mas kira kamu masih tidur, jadi mas bangunin." balasnya. "Jamaah yuk! Nanti biar terbiasa.." ajaknya yang terdengar aneh ditelingaku.

Sepertinya dia sedang bermain teka-teki, tapi aku faham apa maksudnya. Pasti kedatangan Mas Gika kesini untuk membahas masalah 2 tahun lalu. Tapi Ananta masih sama. Keputusannya tidak pernah berubah.

"Assalamualaikum warahmatullah... Assalamu'alaikum warahmatullah

Mas Gika mengulurkan tangan kanannya kepadaku. Aku mengernyit tidak faham, untuk apa coba kita kan bukan makhrom. "Salim, Ta." katanya cepat seolah mengerti dengan kebingunganku. Aku memukul tangan kanannya yang masih bertengger disana.

"Bukan mukhrim!" sahutku cepat.

"Makanya mau ya aku jadikan makhromku biar nanti sholat ada yang aku imamin. Sama, kamu bisa cium tangan aku kapan aja." ujarnya yang membuatku mendelik tajam. Apakah menurutnya menikah hanya karena itu? Dasar, bapak tentara aneh.

Seusai sholat aku segera turun kebawah meninggalkan Mas Gika yang masih berdzikir disana. Aku akui Mas Gika memang mempunya pesona seorang imam yang sempurna, tapi entah mengapa aku selalu belum bisa menerimanya. Bukan karena cinta, melainkan aku ragu dapat menjadi pasangan yang pantas untuknya. Apalagi menjadi ibu Persit tidak semudah bayangan orang-orang.

"Kenapa, Ta?" tanya mama disampingku.

Aku mengalihkan pandangan kearahnya. "Menurut mama, kedatangan Mas Gika disini buat apa? Mau nerusin yang dulu?" tanyaku hati-hati.

Mama diam sebentar, beliau menatapku dengan sayang lalu mengambil sebelah tanganku. Aku merasa hangat dalam genggamannya. Mama selalu bisa menjadi obat segala kegundahanku.  "Iya." balas mama.

"Ta, apa yang buat kamu ragu jadi ibu persitnya Mas Gika? Dia udah tunggu kamu 2 tahun loh..Dan selama itu dia selalu sempatin waktu buat kesini, walaupun masa liburnya cuma 3 hari." Ucapan mama membuatku terdiam seketika. Aku tahu usaha Mas Gika 2 tahun ini untuk meyakinkanku, tapi entahlah aku sendiri juga tidak tahu kenapa bisa sangat ragu. Aku hanya takut kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi jika menjadi pasangannya.

"Ananta, kesini dulu nak!" panggil ayah dari ruang tengah. Aku segera menghampiri beliau dan tidak lupa membawa minuman yang kubuat tadi.

"Kenapa, yah?" tanyaku setelah meletakkan minuman untuk ayah dan Mas Gika.

"Mas Gika mau kamu jadi ibu persitnya. Tanggapan kamu gimana?" tanya ayah dengan raut bahagia. Mas Gika memang mantu idaman ayah jadi dia pasti sangat bahagia jika Mas Gika benar-benar meminangku. Tapi, ayah tidak pernah tau apa alasanku selama ini selalu mengulur waktu ketika semua keluarga termasuk Mas Gika membicarakan  hal pernikahan.

"Ananta masih sama, ayah." kataku dengan menunduk. Aku tidak kuat melihat raut kecewa dari wajah ayah.

Ayah menghela nafas kasar. "Apa alasan kamu kali ini, Ta? Mas Gika udah baik banget loh sama kamu..kamu gak akan ketemu lelaki seperti ini dua kali." balas ayah dengan pasrah.

Aku mengangkat kepalaku. Pandanganku langsung teralihkan pada ayah, beliau terlihat sedih, pasti sangat kecewa dengan jawabanku.

"Ananta takut ayah..Lagian bukanlah 2 tahun lalu Ananta udah bilang kalau Ananta mau jadi orang dulu. Kalau Mas Gika gak sabar tunggu Ananta, Mas Gika bisa nikah sama orang lain, tapi jangan paksa Ananta." ucapku. Aku mengalihkan pandangan kearah Mas Gika, dia terlihat muram. Senyum awalnya merekah keatas menjadi lengkungan ke bawah, dia pasti sangat sedih.

"Jangan kaya gitu, Ta. Ayah gak pernah ngajarin kamu gak sopan." nasihat ayah kepadaku. Aku semakin menunduk dan merasa bersalah telah mengecewakan beliau.

"Om, jangan marahi Ananta. Dia tidak salah. Saya izin bertanya sama Ananta, ya om?" sela Mas Gika.

Ayah mengangguk, beliau mempersilahkan Mas Gika bertanya kepadaku. Aku menatap pelupuk matanya yang terdapat cairan bening, dia berusaha menahan tangis. Dia tidak mungkin menangis dihadapanku dan ayah sebab tentara tidak mungkin menangis, malu lah dengan gelarnya.

"Ta, mas mau tanya..apa yang buat kamu takut untuk menjadi pasangan, mas?" tanya Mas Gika dengan hati-hati. "Sebenarnya yang kamu takutkan itu, jadi pasangan, mas atau takut menikah? Usia mas gak muda lagi, Ta. Udah waktunya buat membina rumah tangga." lanjutnya disertai senyuman.

Aku memilin ujung jilbabku gugup. Jawaban apa yang harus kuberi Ya Allah? Aku menghela nafas sebentar, "Emm..Ananta takut jadi ibu persit, mas. Ananta takut kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi." jawabku jujur.

Mas Gika diam sebentar, dia sedang mencerna maksud kata-kataku. Dia terlihat menganggukkan kepalanya, sepertinya dia sudah faham maksudku. “Ta, percaya sama mas. Kemungkinan-kemungkinan buruk yang kamu takutkan gak akan terjadi.” ucapnya dengan tenang dan senyuman.

Mas Gika memberiku banyak nasihat dan pelajaran di malam itu. Pelajaran yang tidak akan aku temui jika bersekolah. Tentang ketakutan dan keraguan yang selama ini ku miliki. Dia bisa menjawab semuanya dengan tenang, dan memperserahkan segala apa yang terjadi pada Allah.

Walau aku masih sedikit ragu, tapi Mas Gika menyuruhku untuk belajar. Dia bilang bahwa aku adalah wanita terbaik yang sudah dipilihkan Allah untuk menemani akhir hidupnya. Dia tidak memaksaku. Dari situ aku tahu bahwa Mas Gika sangat menghargaiku dan menempatkanku dengan istimewa.

END

***
HAI-HAI..GIMANA NIH MENURUT KALIAN??

JANGAN LUPA TEKAN BINTANG DI POJOK, YA...

SEE YOU NEXT TIME GUYS..

Kediri, 8 Mei 2021

TBC

Coretan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang