Dalam hati, ia sedikit menyesali telah menyetujui permintaan Baekhyun yang meminta untuk menemaninya ke mall. Berujung sang adik sibuk sendiri, meninggalkan ia yang hanya menonton Baekhyun bermain. Jangan lupakan kegilaan Baekhyun pada game.
Sambil mengatasi rasa bosan menunggu Baekhyun selesai, karena adiknya tersebut tak akan bisa diajak pergi begitu saja jika bukan dia sendiri yang mengakhiri. Luhan memilih membawa atensi mengitari mall dalam jarak pandangnya. Di detik ke sekian, netra gelap yang tengah berkelana itu akhirnya berhenti pada satu titik yang menarik perhatian.
Entah atas alasan apa, maniknya seolah tak ingin meninggalkan sedetik pun untuk berpaling. Memperhatikan bagaimana raut kesal seorang pengunjung ketika langkahnya yang kentara malas, ditarik paksa oleh seseorang yang Luhan tebak adalah kerabat dekat. Bahkan dapat Luhan lihat, pengunjung tersebut sama bosannya seperti yang sedang ia rasakan sekarang.
Pengunjung itu sesekali terlihat mengangguk kecil menanggapi lawan bicara yang masih sibuk memilah-milah boneka di gerai seberang. Tak luput pula dari perhatian Luhan ketika sang pengunjung yang bernasib sama dengannya itu tampak sedang mengetik sesuatu di ponsel. Tanpa pria itu sadari, ia bahkan mengulum senyum melihat sang pengunjung mengerucut sebal saat diomeli seseorang yang tampak lebih tua dilihat dari interaksi keduanya.
"Eoh?" suara Baekhyun yang ternyata telah selesai bermain, menginterupsi atensi Luhan.
"Hyung baru saja tertawa? Benarkah?" Baekhyun heboh sendiri sambil mendekati sang kakak yang malah menautkan kedua alis tebalnya.
"Apa ini? Aku tidak salah lihat, 'kan?" tanya Baekhyun lagi yang ditanggapi Luhan dengan segera beranjak pergi tanpa membalas. Laki-laki mungil itu bergegas menyamakan langkah dengan Luhan tanpa henti merecokinya dengan pertanyaan-pertanyaan, yang tentu saja diabaikan oleh Luhan.
Bukannya melebih-lebihkan, jangankan bagi orang luar, untuk Baekhyun sendiri kakaknya tertawa meski hanya terdengar seperti dengusan itu sangatlah langka. Selama ini yang menambahkan kadar ketampanan seorang Luhan adalah senyumannya, meski hanya setipis benang yang kerap ia tunjukkan. Dan, sejak kakak satu-satunya tersebut menjabat sebagai direktur utama di perusahan sang ayah, ini kali pertama Luhan tertawa.
Seperti yang sering Baekhyun dengar dari karyawan perusahaan kala ia berkunjung, atau Kai yang diam-diam menceritakan gosip itu padanya, Luhan itu minim ekspresi. Bukan dingin atau arogan, ia malah tampak kaku dengan orang-orang sekitar bahkan termasuk Kai. Ia hanya akan berbicara atau menanggapi seperlunya, begitulah yang disampaikan Kai.
"Jika bukan anggukan atau gelengan, hyung-mu itu hanya akan menarik bibirnya tidak lebih dari setengah senti!" tutur Kai kala ia mendapat kesempatan mengobrol dengan Baekhyun, sedikit berbisik.
Baekhyun mendecih kesal, mengentak-entakkan kaki sebelum kembali mengejar Luhan ketika sang kakak tak kunjung menanggapi.
"Ya, Hyung!" seru Baekhyun saat ia kepalang sebal.
Luhan berbalik, menatap datar penuh intimidasi. "Kau baru saja mengatakan 'ya!' pada Hyung?"
Tentu seketika Baekhyun tergagap. Mendadak salah tingkah, menggaruk rambut belakangnya sambil menghindari atensi Luhan.
"Baek? Bukankah Hyung sedang bertanya?"
"A-anu ... a-aku tidak ... ergh, ma-maksudku ...."
Baekhyun gelisah. Ia tidak bisa jika dilihat dengan pandangan menuntut seperti itu oleh Luhan.
"Ma-maksudku ... err ... aish!" kesal, Baekhyun malah mengacak gusar rambut cokelatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Walk On Memorist
Fanfiction"If i don't love you." Kokoh. Begitulah orang-orang mendeskripsikan 'batas' yang diciptakan oleh seorang Do Kyungsoo. Dingin, tak tersentuh, tegas. Seperti itulah mereka menjabarkannya. Kyungsoo tak peduli. Hanya satu frasa yang ia pikirkan. Mantra...
Walk 03.
Mulai dari awal