"Halo? Na?"

"R- roo- f..rooftop.."

Devon menyerngit, "rooftop? Kenapa? lo kenapa, kok suara lo—"

Trak

Terdengar dari sana, ponsel Ana jatuh ke bawah. Devon melebarkan matanya, lalu memutuskan panggilannya.

Mata Devon menyipit sinis. Dia langsung melemparkan ponselnya mengenai wajah Rafi yang sedang tertawa lebar, membuat cowok itu mengumpat. Devon berlari menuju luar kelas. "Woi Dev, mau kemana lo anjir!"

Clek

Saat Devon membuka pintu kelas, sudah ada Bu Nela yang sudah berdiri di ambang pintu hendak masuk ke kelas. Bu Nela mengangkat alisnya. "Kamu mau kemana, Devon?"

"Bu saya izin ke toilet ya." Ucapnya buru-buru, berlari melewati Bu Nela yang mengerjab dan hanya bisa menggelengkan kepalanya.

Devon lari menuju rooftop sekolah, tapi ada tiga rooftop di sekolahnya. Dia yakin, pasti Ana sedang tidak baik-baik saja.

Devon tiba di rooftop yang pertama dia naiki, tapi tidak ada Ana di sana. Devon turun lagi dengan gerak cepat, lalu berlari menuju rooftop yang satunya.

"Ana!"

Tidak ada Ana.

Devon turun lagi ke bawah, satu-satunya rooftop yang tersisa, rooftop paling pojok belakang. Cowok itu berlari menuju tangga belakang. Kakinya terus berlari meskipun Devon menahan penat.

Sudah ke tangga ke empat, Devon hendak naik ke tangga ke lima, tapi saat di tengah jalan. Geo muncul dari atas sambil menggendong Ana membuat Devon melebarkan matanya tersentak.

"MINGGIR!!" tukas Geo, berlari terburu-buru ke bawah, melewati Devon yang diam dengan napas memburu.

Devon melihat kondisi Ana tadi, babak belur.

Cowok itu menatap punggung Geo yang sudah tak terlihat, menggendong Ana. Devon hendak berlari menyusul tapi kakinya berhenti di langkah kedua. Devon menggeleng pelan, lalu berlari ke suatu tempat.

****

Ada ambulans datang setelah di panggil oleh Herlan tadi karena perintah dari Geo. Semua guru yang ada di ruang guru nampak bertanya-tanya, semuanya keluar lalu berlari kecil ke gerbang sekolah.

Murid yang sedang belajar juga jadi gagal fokus karena suara sirene yang begitu dekat dengan jarak kelasnya.

"Ada apa ini?!" Tanya Pak Anhar kepada Geo yang hendak masuk ke dalam mobil ambulans.

Geo menoleh dengan wajah lelah. "Ana jadi korban bully, hubungi keluarganya pak." Ucapnya, lalu naik ke dalam mobil ambulans.

"Bapak ikut!" Ucap Pak Anhar, ikut masuk ke dalam ambulans.

Pintu mobil sudah di tutup, sirene di nyalakan lagi. Mobil ambulans mulai berjalan menuju rumah sakit.

Pak Anhar menatap ngeri Ana yang pingsan dengan kondisi acak acakan dan lumayan banyak darah yang keluar. "Ya ampun, kenapa bisa terjadi seperti ini nak?" Tanya pak Anhar menoleh kepada Geo yang menatap sendu Ana.

Geo menggeleng lemas. "Nanti saya jelasin pak, jangan sekarang."

Pak Anhar mengangguk lesuh, lalu menatap Ana yang terbaring dengan kondisi pingsan.

"Na, gue tau lo cewek kuat." Bisik Geo tak bersuara dengan bibir bergetar, menggenggam tangan Ana.

****

Devon masuk ke ruang CCTV. Untungnya dia tahu dimana papahnya menaruh kunci tersebut, di laci ruangannya. Karena papahnya ada urusan di sekolah lain, Devon masuk ke ruangan ayahnya dan mengambil kunci ruang CCTV, tidak lupa untuk membawa flashdisk.

Kebetulan, penjaga ruang CCTV adalah mang Irul, tapi beliau tadi pagi ikut papahnya ke sekolah lain.

Devon membuka pintu ruangan tersebut, lalu menutup kembali dengan rapat. Mata Devon tersorot kemana-mana, menatap ruangan yang penuh dengan TV. Ada banyak TV, sampai Devon bingung TV mana yang menunjukkan lorong atau sekitarnya.

Devon menatap satu-satu TV, mencermati gambar yang ada di situ. "Oh ini!" Dia dapat TV yang berada di lorong atau tangga menuju rooftop belakang.

Devon menatap ponselnya, melihat jam berapa tadi Ana menelfonnya. "10.46" Gumamnya, lalu mengangguk. "Oke, berarti sekitar jam 10.35 atau 10.40 ke atas." Devon mulai meng otak-atik komputer tersebut, menggerakan mose nya ke arah jam 10 ke atas.

Dia sudah bisa menebak pasti Liora yang membuat semua itu, karena musuh Ana yang sangat berani dengan cewek itu hanyalah Liora dan para dayang-dayang nya.

Di pukul 10.37 Devon memencet keyboard enter untuk mem pause CCTV.

Devon mengepalkan tangannya, ini semua sudah bisa di tebak.

****

Tbc

Mau langsung di end sekarang gak? Tapi kayaknya agak maleman:)

Mau langsung di end sekarang gak? Tapi kayaknya agak maleman:)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
ANAPHALIS (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang