3. He and The Past

Mulai dari awal
                                    

Akhirnya sampai di puncak acara. Dimana para Komdis berdiri di depan mahasiswa dengan mode galak dan menjadikan mahasiswa santapan teriakan mereka. Mahasiswa diteriaki entah karena murni kesalahan mereka atau hanya sebagai pelepas emosi para komdis. Entahlah. Joana hanya tidak suka acara yang seperti ini. Baginya acara ini tidak cocok jadi puncak acara.

Kenapa begitu?

Itu bermula dari para komdis melakukan pengecekan terhadap mahasiswa yang tidak memiliki atribut yang lengkap. Mahasiswa yang tidak tertib. Mahasiswa yang terlambat mengikuti ospek. Bahkan kesalahan-kesalahan kecil yang harusnya tidak dipermasalahkan tetapi menjadi masalah besar bagi para komdis. Para komdis dengan sangat kasar meneriaki dan memberikan hukuman kepada mahasiswa di sore hari itu.

Joana geleng kepala dibuatnya. Dia pun mengedarkan pandangannya kepada barisan yang berada di depan Podium. Barisan-barisan mahasiswa yang terkena hukuman. Disana Joana melihat mantannya Jefri Dareen. Dia tidak menyangka akan akan bertemu lagi dengan mantannya itu di masa kuliahnya disaat Joana masih belum melupakan laki-laki itu sepenuhnya. Bahkan mereka berada disatu departemen yang sama. Dan bagaimana Joana bisa move on kalau seperti ini? Belum tiga bulan putus saja sudah bertemu lagi dengan si Jefri Bajingan Dareen itu.

"Bruaaakkk...tinnnnnnnnnnggg,!!!!"

Tiba-tiba stand microfon terjatuh ke lantai yang menghasilkan suara keras mendengung dari microfon tersebut. Seluruh mahasiswa kaget dan terfokuskan kepada sumber suara. Terlebih Joana yang memang terlalu gampang kaget ini langsung teriak heboh.

"Astagfirullah!!!!" Ucap Joana. Lalu sedetik setelahnya dia cepat-cepat menutup mulutnya. Refleksnya itu benar-benar tidak mengenal tempat. Dia bahkan jadi malu pada dirinya sendiri.

"APA-APAAN, PUTRA!? ANDA BERANI MENJATUHKAN STAND MIC KETIKA KITA PARA KOMDIS MENERTIBKAN KALIAN?!" Teriakan menggelegar sang ketua komdis kepada seseorang mahasiswa baru yang tidak ada raut merasa bersalah sama sekali.

"Menertibkan!?" Mahasiswa itu tertawa remeh, "Ini bukan cara anda menertibkan kami! Kami tidak akan pernah tertib hanya karena kalian membentak kami dengan kata-kata kasar atau dengan menyuruh kami makan menyerupai binatang seperti ini! Ini hanya ajang balas dendam bagi kalian semua karena kalian pernah diperlakukan seperti ini juga pas masa ospek kalian! Dan kalian menyebut ini sebuah tradisi?!"

Mahasiswa itu maju satu langkah dan menatap ketua komdis nyalang.

"TRADISI APA HAH?! BAHKAN TRADISI SEPERTI INI MEMBUAT KAMI SAMA TAK BERMORALNYA DENGAN KALIAN!!!" Mahasiswa itu berteriak lantang dan menunjuk semua komdis yang entah kenapa sekarang sudah mengelilinginya.

Joana kaget dan takjub sekaligus, "Gila mantep juga tuh laki!" celetuk Joana ke teman disampingnya. "Itu siapa deh, Ca?" Tanya Joana penasaran kepada Caca teman satu gugusnya.

"Kalo gak salah namanya Taksa. Gugus 8! Cakep ya, Jo?" Jawab Caca dengan mata tak lepas memandang Taksa dengan mata yang berbinar-binar.

Joana tak menjawab. Lagian dijawab pun Caca tidak akan fokus kepada dirinya. Jadi Joana hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat teman satu gugusnya itu.

Gadis itu sepertinya udah jatuh cinta. Pikir Joana.

Kini keadaan di depan podium sangat tegang. Para komdis bahkan ketua komdis tidak tahu ingin menjawab apa. Baru kali ini dia dibuat bungkam oleh seorang mahasiswa baru. Kemudian beberapa komdis terlihat menyuruh Taksa untuk menjauh dari podium saat ketuanya masih bungkam dan agar tidak memperparah situasi.

DENGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang