Arlina menarik Doni ke belakang sekolah, tempat mereka bercanda tawa dan meluapkan kesedihan. Arlina menatap Doni tidak percaya.

Setelah dirasa aman. Arlina melanjutkan ucapannya. “Jadi itu bener? Terus lo tahu dari mana kalau Leon sama Lauren nggak jadian?”

Doni terkekeh geli melihat Arlina yang mengerjap-ngerjapkan matanya polos. “Siapa lagi kalau bukan Mang Joko. Satpam rumah Leon yang deket sama rumah gue.”

Arlina menganggukkan kepalanya sambil tersenyum. “Ahhhh seneng banget!”

Tanpa sadar Arlina memeluk Doni erat. “M-maaf,” cicitnya setelah sadar dari apa yang telah ia lakukan. Arlina menjauhkan tubuhnya, lalu berdiri di hadapan Doni.

“Kayaknya sebentar lagi gue ada kelas. Gue duluan, bye! Ohh iya, makasih udah kasih tau gue!” seru Arlina berlari ke arah kelasnya.

Doni tersenyum tipis. Meskipun hatinya terasa perih, tetapi jauh dalam matanya, ia sangat bahagia melihat Arlina yang bahagia seperti itu. Tanpa ba-bi-bu lagi, Doni segera berjalan ke arah kelasnya.

******

“OMG! BAJU GUE!” teriak Arlina saat ingin mengambil baju olahraganya tetapi tidak ada sama sekali dalam tas miliknya.

Audia dan Natalia spontan membantu Arlina untuk mencari baju olahraganya itu. “Anjir Lin, lo nggak bawa baju olahraga ya? Hayohh gimana ntar Pak Bonto bakalan marah loh.”

Arlina menjitak kepala Natalia. “Lo jadi temen, bukannya bantuin malah nakutin.”

Natalia menggaruk-garuk kepalanya. “Maaf hehe, terus gimana dong? Pinjem sama kakak-kakak lo aja kali, kan banyak tuh.”

Arlina menggeleng-gelengkan kepalanya, ia masih marah dengan para kakak-kakaknya. Mana mungkin Arlina meminta bantuan pada mereka.

“Ogah gue minta bantuan sama mereka. Udah lah, gue nggak bakalan pake baju olahraga.” Arlina menutup tasnya. Menarik kedua tangan sahabatnya karena kegiatan olah raga sudah berlangsung.

“Dek, baju olahraga lo kemana?” tanya Arvan menatap Arlina yang tidak menggunakan baju seragam olahraga.

Arlina melirik sekilas. “Lupa bawa, lagian gue nggak butuh bantuan kalian.”

Alvin dan Alvan yang tidak jauh dari sana pun hanya bisa terdiam. Semua kelas 11 dari mulai kelas IPS 1, 2, dan 3. setiap olahraganya digabung. Jadi lapangan selalu ramai oleh mereka. Apalagi kalau sedang ada pertandingan seperti bola, volly, dan basket.

“Hey kamu Arlina! Kenapa tidak memakai baju seragam olahraga?!” tanya Pak Bonto berteriak.

“Lupa Pak!”

Pak Bonto melotot ke arah Arlina. “Apa lupa?! Kamu ini, selalu saja begini. Sekarang kamu lari memutari lapangan selama lima puluh putaran. Kalau tidak, saya akan skorsing kami karena tidak mematuhi peraturan!”

Arlina menghentak-hentakan kakinya kesal. Tanpa pikir panjang, ia segera berlari ke arah lapangan. Banyak siswa-siswi yang menyorakinya sehingga Arlina menatap mereka dengan tatapan sinis.

Audia dan Natalia hanya bisa menundukkan kepalanya. Menuruti Pak Bonto yang memberi pemanasan. Saat mereka sedang melatih otot-otot tangan. Tiba-tiba saja ada seorang laki-laki yang berlari ke arah lapangan tanpa mengenakan baju olahraga.

“Doni?! Kamu telat datang sepuluh menit. Ditambah kamu tidak memakai baju olahraga. Kemana aja kamu?!” bentak Pak Bonto mengepalkan tangannya.

Doni menundukkan kepalanya. “Maaf Pak!”

“Alah, alasan kamu maaf-maaf terus. Lari cepat tujuh puluh putaran, dan jangan berhenti sebelum semua pemanasan teman-teman kamu selesai!”

Doni menganggukkan kepalanya. Berlari ke lapangan luas menyusul Arlina yang tengah berlari-lari kecil di tengah lapang tersebut.

Arlina mengernyitkan dahinya bingung. “Lah, kenapa lari?”

Doni menoleh ke samping. “Lupa bawa baju olahraga gara-gara kemaren mangkal sampai malem.”

Arlina menganggukkan kepalanya mengerti. Mereka berlari beriringan dengan Arlina yang sudah memutari lapangan selama tiga belas kali, sedangkan Doni baru tiga kali putaran.

Doni melirik Arlina yang terlihat pucat. “Ar, kalau nggak kuat, berhenti aja. Istirahat dulu.”

Arlina menggeleng-gelengkan kepalanya. “Gue nggak papa, nanggung juga. Kalau gue nggak lari, Pak Bonto bisa nambahin hukuman gue.”

“Tapi muka lo udah pucet,” ucap Doni khawatir.

“G-gue nggak papa."

Arlina berlari-lari kecil mendahului Doni. Saat ingin melangkahkan kakinya kembali, tiba-tiba pandangan Arlina mulai buram. Langkahnya pun melambat membuat Doni semakin khawatir.

“Lina, lo nggak-----.”

Bugh.

“ARLINA!”

===============================

Sungguh melelahkan😑

Ayo guys ramein lapaknya.

Tebak. Arlina kenapa??

SALAH KEJAR [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang