"Kasihan gue sama lo. Kayak gak tidur seminggu," balas Satya ngawur yang justru dijawab Geran seperti ini, "gue gak tidur dari lahir..."
"...soalnya waktu kecil gue bobo, terus gedenya turu."
"Apa sih, anjir??" Andhya menggelengkan kepala. Sedangkan Satya sudah tertawa.
Melupakan Geran, Satya sampai di dapur Pratiwi dengan dahi mengernyit. "Air galon tinggal seperempat ini diminum bersebelas juga siangnya udah habis, Dhya," ujarnya.
Andhya jadi melihat isi galon yang benar tersisa seperempat. Memang tadi sempat ia kurangi, diisi ke dua botolnya sendiri dan menyisakan tiga per empat galon. Berarti airnya terbuang sia-sia sekitar setengah galon.
"Oh, iya..." Andhya meringis, jadi merasa bersalah. "Ya udah, ganti galon yang lain. Yang itu simpen di pojokan aja," imbuhnya.
Satya mengiyakan. Dia menuju ruang tamu untuk mengambil galon berisi air yang penuh. Di satu sisi Geran menghampiri Andhya untuk membantu---berkomentar.
"Anak orang lo suruh-suruh," ucap Geran. Tidak tinggal diam, dia membantu mengangkat dua kursi untuk memudahkan Andhya menghilangkan air di daerah tersebut.
Andhya berkata, "dia mau bantuin gue, daripada lo??"
Geran menghela napas. Dia ini sudah membantu Andhya, loh. Apa tidak terlihat?
"Gue gak kelihatan dimata lo ya?" tanya Geran. Pertanyaan yang diutarakan bukan tertuju pada permasalahkan kali ini saja. Tapi kemarin-kemarin, perihal apa yang dia usahakan untuk membuat Andhya menengok ke arahnya.
"Ngomongin gue ya?" gurau Satya. Lalu dengan hati-hati dia memasang galon di dispenser.
Andhya tersenyum saja seraya membersihkan lantai. Sesekali dia melirik Satya. Kini pemuda berkaos putih itu mengelap bagian dispenser yang basah.
"Dispenser baru, sayang lecet. Kos-kosan gue aja di dapurnya gak ada dispenser," kata Satya.
Geran mengangguk dan menimpali, "kos-kosan gue di dapurnya juga gak ada dispenser. Lo ngekos dimana, Sat?"
"Ngekos di Kos Pratala." Satya selesai mengelap dispenser kini menyender pada tembok. "Lo dimana?" tanyanya.
"Gue ngekos disamping kos-kosan orang yang gak bisa masang galon di dispenser." Geran melirik Andhya yang kini menahan diri untuk tidak menyiram dirinya dan Satya.
Satya mengangguk. "Kenal gue, dia satu kos sama adek gue. Air galonnya tumpah sampe bisa dipake cupang berenang."
Geran tertawa, hendak membalas tapi Andhya lebih dulu memajukan ancaman. "Lo berdua diem atau gue guyur pake air galon?!
★
"Berantem yuk, Jag. Biar seru." Ajakan Bina sontak membuat Jaguar melotot lalu menjawab, "dikasih hubungan yang adem, kok malah pengen yang panas-panas."
Bina berdecak. Maksudnya bukan seperti itu. Dia hanya bercanda, tapi mengapa pacarnya menganggap dengan serius.
"Katanya hubungan yang adem itu malah monoton, ngebosenin..."
"Terus hubungan kita itu monoton, ngebosenin?" potong Jaguar. Dia meraup wajahnya kasar, lantas menghadap Bina yang ada diseberang.
"Bukan," cicit Bina. Dia yang sejak tadi menghadap Jaguar jadi memalingkan wajah.
"Lupain! Jangan, jangan dibahas!" seru Bina. Sejatinya dia tidak bermaksud untuk membuat pacarnya berpikir yang tidak-tidak. "Gue bercanda, serius cuma bercanda," imbuhnya dengan ekspresi cemas.
Jaguar menggelengkan kepala. Dia menyender pada tembok, menatap Bina yang tumben-tumbenan mengajaknya bertemu di balkon lantai dua. Balkon yang terpisah antara Kos Pratala dengan Kos Pratiwi dan berukuran kecil dibanding balkon lantai tiga. (Udah pernah aku jelasin belum sih, aku lupaaaa)
"Mau ketemu aja harus sembunyi-sembunyi, di jam satu lagi," ucap Bina mengalihkan pembicaraan. Dia melirik Jaguar takut-takut yang malah dipergoki oleh Jaguar. "Kalau mau lihat, ya lihat aja. Madep sini," katanya.
Tidak ingin semakin malu, Bina akhirnya menghadap Jaguar lagi. "Sebenernya gue takut ada Naran di atas..." Ia menunjuk balkon diatasnya.
"...anak gue itu suka banget main di sana malem-malem. Gue pernah ngira dia penunggu kos yang suka nyamar jadi Naran," lanjutnya lalu bergidik sambil meringis.
Melihat pacarnya yang bercerita seperti itu, Jaguar jadi tersenyum geli. Dia merasa Bina itu menggemaskan, bukan garang banget seperti apa yang dilihat kebanyakan orang. Malahan Bina cenderung perempuan yang suka merengek jika permintaannya tidak ia turuti. Walaupun memang benar jika garang. Garang saja, nggak pakai banget.
"Malah senyam-senyum sendiri," omel Bina.
"Na," panggil Jaguar dibalas gumaman dari Bina yang kini mengucek mata.
"Maaf sebelumnya. Tapi kita gak boleh keterusan kayak gini." Jaguar tersenyum tipis. "Aku tau ketakutan kamu, tapi apa perlu kita juga nutupin ini dari mereka? Tadi Naran aja kamu anggep jadi anak kamu, berarti mereka keluarga kamu kan?"
"...aku juga ngerasa anak Pratala gak akan mempermasalahkan hubungan kita apalagi sampe ngebully."
Bina memejamkan mata. Perkataan pacarnya benar, tapi ketakukannya lebih besar daripada keinginannya untuk go public.
Beralih dari balkon lantai dua, kini dibalik pintu balkon ada dua pemuda yang kalang kabut karena tidak sengaja melihat Jaguar dan Bina.
"Pacaran jam satu, kayak mbak putih sama mas putih," gerutu Nanta pelan setelah mengantongi rokoknya.
"Sok tau lo. Siapa tau mereka gak pacaran," timpal Arjan yang berjalan mengikuti Nanta untuk naik ke lantai tiga. Entah nanti kembali ke kamar atau melipir ke balkon.
"Isi kuping lo perlu disedot pake vacuum cleaner," gurau Nanta. Dia samar-samar bisa mendengar obrolan sepasang kekasih itu. Ya walaupun tidak lengkap dan jelas, tapi menurutya mereka punya suatu hubungan. Ini si Arjan kok tidak mendengar apa-apa?
Arjan berdecak. Dia memainkan korek api sambil terus berjalan. "Mending dosa gue yang lo sedot," balasnya.
"Cih. Kalo bisa, ya mending buat nyedot dosa gue," jawab Nanta.
★
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan sejujurnya-sejujurnya.
1. JagBin lebih baik go public dichapter berapa?
A. 32 C. Isi sendiri
B. 34 D. GAK USAH2. Bebas apa aja, yang pengen kalian sampaikan ke aku. Contohnya, kritik atau saran gitu. Mau bilang kalau aku cantik juga boleh banget🙏
Terima kasih yang udah jawab👍
Yang gak jawab juga terima kasih tapi gak aku kasih jempol.Oh iya, kalau kalian sadar beberapa pergerakkan atau dialog itu ada clue...
KAMU SEDANG MEMBACA
PRATALA & PRATIWI
Fanfictionft. 00 line ㅤㅤ11 pemuda dan 11 pemudi yang merangkai kisah di Kost Pratala - Pratiwi. Bukan sekedar teman berbagi yang tinggal satu atap, tapi mereka adalah keluarga. ©septianura, 2O21
31. Pertemuan pada Pukul Satu
Mulai dari awal