52 [Epilog]

Mulai dari awal
                                    

Jeonghan mendengus. "Aku, kan, sepupumu." Katanya langsung dibalas tepukan kesal Waynne.

"Omong-omong kau benar..."

"Benar apanya?" Tanya Jeonghan sambil mengangkat kedua alisnya. Ia menatap Waynne serius, memperhatikan wajah Waynne yang sudah lama tidak dilihatnya secara nyata. Kemarin-kemarin potret Waynne hanya muncul seperti bayangan di benaknya. Seperti tidak nyata, seperti halusinasinya.

"Beryl menyukaiku."

Dalam sepersekian detik wajah Jeonghan berubah kaget. Ia diam sesaat, memastikan Waynne tidak bercanda. "Kau serius?"

"Apa aku terlihat tidak serius?"

"Wow... aku memang selalu benar."

Waynne memutar kedua bola matanya. Ia sebenarnya tidak heran lagi dengan perangai Jeonghan yang simsalabim aneh bin ajaib, tapi masih suka kesal mendengar penuturan pria itu yang pongah dan tak mau kalah.

"Terus? Bagaimana?"

"Memangnya kau mau aku bagaimana?"

Jeonghan diam. Ia membuang muka, memperhatikan Sungai Han selama beberapa saat sampai Waynne menyikut pinggangnya. "Jeonghan!"

"Hm? Maunya gimana?"

Waynne mengangguk dan Jeonghan menyeringai. "Terserah kau maunya gimana. Kan bukan urusanku."

"Ish..." Waynne mengerucutkan bibir. "Tentu saja aku tidak mau. Lagian aku dan Beryl sudah teman lama di kantor. Bagaimana bisa aku memandangnya lebih dari itu!?"

Lantas Jeonghan tertawa. Jarang sekali ia melihat Waynne seperti itu hingga tanpa sadar ia mengelus kepala gadis itu dengan lembut. "Iyaaa aku paham."

"Huh. Gimana sakit kepalamu? Masih menganggu, tidak?" Tanya Waynne kemudian, mengindahkan kupu-kupu yang tiba-tiba bermunculan dalam perutnya.

"Lumayan... sejak membaca diary, bertemu denganmu beberapa waktu lalu... kepalaku jadi sedikit enteng."

Waynne tersenyum kecil. Ia menatap Jeonghan lirih, "maaf, ya."

"Hah... kalau mudah mengucapkan maaf, kantor polisi akan sepi."

Waynne mendecakkan lidah. "Terus kau maunya apa?"

"Kamu."

Jawaban itu membuat Waynne diam selama beberapa saat. Ia meneguk ludah dengan susah payah, berusaha mengalihkan tatapan dari Jeonghan yang masih menatapnya intens. Wajah pria itu juga terlalu dekat sampai Waynne merasa asupan oksigen di sekitarnya berkurang.

"Aku nggak mau lagi membawamu berteleportasi, ya... apalagi mengubah masa lalu." Kata Waynne setelah berdehem.

"Yaa! Jahat sekali! Aku masih mau berkeliling dunia!"

Waynne membelalakkan mata. "Kau kan bisa berkeliling dunia sendiri!!"

"Mahal!"

"Kasih murah." Tawa Waynne membalas Jeonghan dengan Bahasa Indonesia yang pernah dipelajarinya sesaat. Ia juga ingat Jeonghan pernah menggunakan dua kata itu saat mereka ke Yogyakarta.

"Yaa!"

"Nggak mau!"

Jeonghan menyipitkan mata meski bibirnya tidak sanggup menahan senyum lebar. "Kalau gitu maafmu tidak akan ku terima."

"Ya sudah..." Waynne menjulurkan lidah lalu tertawa kencang. Jeonghan masih tersenyum di sisinya.

"Minggu depan... ke Toronto, yuk!" Ajak Jeonghan tiba-tiba.

"Hah?"

"Ke Toronto. Bertemu keluargamu." Kata Jeonghan lagi. Ia tertawa melihat Waynne yang menganga, tidak percaya dengan apa yang dikatakannya.

"Aku belum menyapa orangtuamu dengan benar." Kata Jeonghan serius.

Waynne jadi ingat terakhir kali dan pertama kalinya Jeonghan bertemu dengan kedua orangtuanya. Chaos. Memalukan. Bahkan niat membawa Jeonghan ke Toronto saja tidak ada.

"Kapan-kapan, ya."

"Minggu depan." Kata Jeonghan tegas. "Tidak enak rasanya memanfaatkan kekuatan anaknya sebelum meminta izin kepada mereka."

Refleks Waynne menepuk bahu Jeonghan. Ia sudah membulatkan mata seakan ingin memakan pria itu hidup-hidup.

"Yaa!! Kau!!"

"Minggu depan, oke?"

Waynne menggelengkan kepala, ingin menepuk bahu Jeonghan lagi tapi kedua tangannya ditahan oleh pria itu. Bahkan dengan cepat Jeonghan memeluknya erat. Waynne terkesiap, tidak memberontak dan merasakan tangan Jeonghan menepuk punggungnya pelan.

"Aku merindukanmu, Waynne."

"Eh?"

Jeonghan tersenyum, ia mengeratkan pelukannya lagi. "Jangan hapus memoriku lagi, ya."

Dada Waynne mencelus. Ia menaruh dagunya di atas bahu Jeonghan, lalu mengangguk pelan. "Iya, aku tidak akan menghapusnya lagi, kok. Tidak akan pernah."

Lalu keduanya diam, sama-sama mendengarkan degup jantung yang berdegup kencang. Waynne jelas merasa kehilangan sejak ingatan Jeonghan dihapus Wanda dan merasa senang setelah mereka bisa berhubungan kembali karena link yang ditulis Jeonghan di buku diarynya. Hal yang sama dirasakan oleh Jeonghan yang memorinya baru pulih. Entah mengapa sosok Waynne menjadi sosok yang sangat dirindukannya.

"Jadi, minggu depan, ya?" Tanya Jeonghan sambil melepas pelukannya. Ia tersenyum lebar, agak memaksa Waynne yang langsung cemberut.

"Hah... kalau ku bilang tidak juga pasti kau akan terus memaksaku."

"Itu benar!"

Waynne memutar kedu bola matanya, menahan tawa lalu menatap Jeonghan sekali lagi yang dibalas Jeonghan tanpa ragu. Keduanya refleks saling melempar senyum. Senyum yang membuat keduanya paham akan perasaan yang tengah bersemayam di hati mereka sekarang.

END

Hai hai haii~~~
Akhirnya end juga...

I don't want to explain the relationship between them krn ga mudah buat Jeonghan untuk yakin setelah memorinya yang hilang. Tapi, semoga kalian suka ya hehe...

Terima kasih sudah membaca♡♡

Memory [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang