"Tadi lo ikutan fitnah gue kan!" geram Vio.

Bu Laras yang menyaksikan itu langsung kelabakan. Ia menarik Chia berniat untuk memisahkan namun malah tubuhnya yang terdorong dan mengakibatkan cepolnya yang ia buat sejak jam lima subuh jadi rusak berantakan.

Ia panik, bingung harus melakukan apa. Dengan segera ia menelepon petugas keamanan sekolah dan menyuruhnya menghentikan perkelahian antar siswi yang terjadi di ruangannya.

"Murid dakjal!"

~~~

Bel istirahat baru saja berbunyi namun Kai sudah nangkring di depan kelas X-IPA 3 sejak lima menit lalu. Duduk bersandar pada dinding sambil menggoda siswi-siswi yang lewat.

"Cantik. Minta nomor wa nya dong," godanya pada segerombol perempuan yang melewatinya. Gerombolan perempuan itu tersenyum malu, menyenggol lengan masing-masing dan terus berlalu. Membuat Kai yang melihatnya sangat lucu.

"Duh Cantik, jangan malu-malu gitu dong. Nanti Aa nambah sayang lo," godanya lagi. Mendengar itu perempuan dengan kuncir kuda yang berada di tengah reflek mendorong bahu temannya yang ada di kanan membuat ia terdorong dan kaki nya terpeleset masuk ke dalam selokan.

Semua orang terkejut, termasuk perempuan yang berkuncir kuda itu. Dengan cepat ia menarik tangan temannya- berniat untuk membantu namun karena kesal bercampur malu tangan itu langsung di tepis.

Perempuan yang menjadi korban itu langsung mengeluarkan kaki nya dari selokan, melangkah pergi dengan raut kesal tanpa menghiraukan panggilan dari teman-temannya yang lain.

Kai yang sedari tadi menyaksikan semuanya hanya bisa menahan tawa, "Aku suka keributan," kekehnya.

Guru dengan rok Span hitam dan atasan putih dengan rambut yang di ikat menyamping keluar dari kelas X-IPA 3. Kai yang melihat itu langsung menegakkan tubuhnya, tersenyum lalu menyapa.

"Selamat siang ibu. Makin cantik aja," puji Kai.

Bu Vita- yang merupakan guru Matematika kelas X tersenyum malu, ada rona merah di kedua pipi nya. Tanpa menjawab Bu Vita langsung melenggang pergi meninggalkan Kai yang terkekeh di tempatnya.

"Udah berumur masih aja salting," ucapnya.

Tidak lama Jihan dan Tara keluar dari dalam kelas, langkah mereka tergesa sampai tidak menyadari keberadaan Kai yang sedari tadi di sana. Buru-buru Kai menyusul, menarik tangan Tara meminta nya berhenti.

"Mau kemana? Kok buru-buru? Biasanya nungguin aku, gak kangen emangnya?" tanya Kai. Ya, dia memang menunggu Tara tadi. Ini sudah menjadi kebiasaannya sejak SMP.

Tara menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Bingung harus menjelaskannya bagaimana.

"Mau nonton!" Bukan Tara yang menjawab, itu Jihan.

Kai menaikkan satu alisnya, semakin di buat bingung.

"Em... Maksud Jihan kita mau ke lapangan," ralat Tara.

"Ngapain ke lapangan? Mau berjemur? Ra... kalau berjemur kita ke pantai aja, kamu bisa pakai bikini di sana," ucap Kai yang langsung di hadiahi pukulan di lengannya. Kai terkekeh, menoel bibir Tara yang mengerucut.

"Bercanda, sayang."

"Emang bikini itu apa Kai?" tanya Jihan polos. Melihat Kai lalu Tara.

Kai tertawa kecil, mengacak puncak kepala Jihan dengan gemas, "Nanti kita beli ya, anak polos," ucapnya.

Tara melebarkan matanya sempurna, memberi tatapan peringatan untuk Kai, "Jangan ajarin Jihan yang gak bener Kai," peringat Tara.

Kai terkekeh, "Iyadeh. Kalau kamu? Mau nggak bener sama aku?" Tara melotot, memukul lengan Kai untuk ke dua kalinya.

"Sama pacar kamu yang lain aja," ucapnya. Ada nada getir di sana, namun Kai tak pernah mengerti akan hal itu.

Kai tertawa lepas, mencubit pelan pipi Tara, "Gemas banget kamu, Ra. Nikah sama aku mau?"

"Kai! Tara masih kecil nggak boleh nikah!" sela Jihan.

Keduanya kontan melihat Jihan.

"Kenapa?" tanya Kai.

"Nanti hamil," jawab Jihan dengan polosnya.

Hening. Lalu beberapa detik kemudian Kai tertawa dengan lepasnya. Dia benar-benar tak menyangka bahwa gadis di depannya ini benar-benar sangat polos.

Tara juga ingin tertawa, namun terhenti saat ia mengingat sesuatu.

"Chia sama Vio!" seru Tara, baru ingat tujuannya keluar dengan cepat tadi.

Mendengar itu Kai langsung menghentikan tawanya. Melihat ke kanan, kiri dan belakang. Benar, sedari tadi Chia tidak ada.

"Kemana Chia?" tanya Kai heran.

"Kemungkinan di lapangan, di hukum sama bu Laras," jelas Tara yang membuat bola mata Kai membulat sempurna.

"Di hukum? Kenapa?" tanya Kai tak habis pikir.

"Ta-," sebelum Tara menyelesaikan bicaranya Kai sudah lebih dulu berlari dengan tergesa meninggalkan Jihan dan Tara di tempat. Ada raut khawatir di matanya.

Tara menatapnya sedih. Seharusnya dia tidak boleh seperti ini, namun tetap saja yang namanya perasaan sulit di sembunyikan. Ia menarik nafasnya dalam, menarik tangan Jihan untuk segera ke lapangan.

"Kai perhatian banget ya sama Chia," ucap Jihan pada Tara, membuat dadanya semakin sesak. Namun Tara berusaha tetap tenang, menarik nafas dalam lalu menghembuskannya perlahan.

"Bukan cuma sama Chia," ralat Tara yang di angguki oleh Jihan.

"Ah iya. Semua cewek."

●●●

Inst : milajynt24_

GLEICH (SELESAI✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang