“Loh, kok tanya gitu sih ke Kakak. Kamu kan adiknya. Harusnya Kak Ann yang tanya ke kamu, Afif itu gimana sih orangnya? Supaya Kak Ann juga bisa mengerti harus bagaimana berhadapan dengan dia di kantor,”
Sepertinya ide yang bagus, ini saatnya aku meninggi-ninggikan apa pun tentang Kak Afif di depan Kak Ann.
“Ah iya bener, Kak Ann itu harus tahu kalau sebenarnya di rumah tuh Kak Afif nggak setegas di kantor kok. Dia penyayang banget ke keluarga, bayangin deh Kak, sama Mama aja dia udah rajin jengukin loh. Terus dia juga ibadahnya masya Allah, kata Ayahku nih ya, Kak, celaka bagi keluarga perempuan yang menolak pinangan laki-laki sholeh, sakin agama tuh syarat yang paling penting banget untuk berumah tangga. Satu lagi nih, Kak, Kak Ann harus tahu kalau di rumah, Kak Afif tuh ... manis banget. Bilah aja seneng Kak kalau liat dia udah mendadak jadi ubin masjid, adem nggak marahin Bilah, terus senyum gitu. Allahu Akbar! Melted deh. Pokoknya Kak Ann nanti harus bisa ngeliat juga deh!” terangku habis-habisan.
“Kamu kayanya cinta banget ke kakak kamu, ya?” balasnya malah semakin menjebakku.
Aku tidak mungkin menjawab tidak, lebih-lebih menjawab iya.
“Biasa aja sih, Kak. Sekarang Kak Ann deh, kira-kira Kak Afif menurut Kak Ann gimana?” balasku tidak ingin kalah.
“Afif? Afif gimana ya? Biasa aja sih kayanya, baik, rapi, bertanggung jawab ke pekerjaan, terus nggak pernah lupa ibadah juga, over all he’s good!” jawab Kak Ann penuh penilaian positifnya.
“Hm, kira-kira lagi nih, Kak, laki-laki yang kaya Kak Afif tuh masuk kriteria Kakak nggak?” tanyaku semakin mendekatkan diri.
“Maksudnya, Bil?” Kak Ann mendadak sok tidak paham.
“Haduh Kak, masa sekelas sekretaris perusahaan kaya Kak Ann gini nggak tahu makna omongan kecil sih? Ayolah Kak, jangan kecewain Bilah kali ini aja ... mau ya sama Kak Afif,” rayuku akhirnya.
“Bilah, kamu jangan—”
“Please, Kak. Pokoknya aku bakal usahain beneran deh Kak gimana pun caranya Kak Afif bisa deket sama Kak Ann. Tapi Kak Ann janji dulu, Kak Ann beneran harus mau, dan yang paling penting Kak Afif nggak boleh sampai tahu rencana kita. Gimana?” tawarku.
“Enggak ah, Bil. Aku nggak mau cari gara-gara sama bos. Kamu aja bisa dicuekin kaya kemarin, apalagi aku ... bisa dipecat pasti!” katanya ikut membuang muka tidak ingin melihatku, Kak Ann sampai berbalik membelakangiku bersama gulingnya yang dibawa.
“Ih, Kak Ann, ayolah ...”
“Hush! Bilah kamu tidur, ya, kalau sampai kamu kenapa-napa Afif marahin Kakak loh entar. Tidur, ya, ngobrolnya besok lagi!”
Heuh! Baiklah.
Kalau Kak Ann tidak mau diajak kerja sama, biar aku yang akan bekerja sendiri menjodohkan mereka!
Aku tidak akan menyerah begitu saja.
Pagi akhirnya menyingsing, menyingkap malam dengan fajarnya yang tiba menyambut subuh. Aku dan Kak Ann sudah selesai beribadah di awal hari tadi, kemudian lanjut untuk mandi dan bersiap-siap. Seluruh alat make up Kak Ann sudah dikeluarkan bersama outfit serba putih dan hijabnya digantung rapi.
Asik. Kak Afif pasti akan baper parah melihat bagaimana seorang Kak Ann tiba-tiba muncul dengan hijabnya.
Tunggu saja!
Untuk yang pertama, aku yang disulap terlebih dahulu menjadi model make over Kak Ann. Biasanya, ya, aku kalau sudah tancap begini mah paling yang natural saja, terlebih sekarang sudah bersuami, suaminya seperti Kak Afif lagi. Dia mungkin tidak menyampaikan langsung padaku, tapi aku bisa membaca bahwa ada perintah khusus yang ingin diutarakan bahwa seharusnya dandananku di dalam rumah tidak boleh lebih buruk ketimbang aku keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
WEDDING AGREEMENT Putus atau Terus (End)
SpiritualRomance-a bit spiritual. Memilih menikah di usia 17 tahun mungkin menjadi putusan berat yang harus dijalani Sabilah. Impiannya menjadi seorang mahasiswa harus ditundanya meladeni Afif yang berusia sepuluh tahun di atasnya. Di hari pertama menapaki r...
19. New Look by Kak Ann
Mulai dari awal