25. Stage

2.5K 448 134
                                    

Jawa Tengah | 16 Juli 2021
By : GwenXylona

-Stage-

Apa yang telah menjadi keputusan, terkadang melelahkan dan tak jarang pula menyesalkan. Keputusan yang diambil belum tentu yang terbaik, manusia terkadang tidak tahu apa isi hatinya sehingga pilihannya salah. Manusia itu dangkal, ia memiliki otak dan pikiran juga hati yang murni, tetapi terkadang semua itu tidak digunakan dengan baik.

Ketika hati dan pikiran tidak sinkron, maka saat itulah jalan seolah buntu. Untuk itu jangan gegabah, pikirkan baik-baik, jalankan dengan tenang, mengalir seperti air.

Katanya tidak ada kata terlambat untuk bermimpi, itu benar, tidak ada kata terlambat untuk bermimpi. Namun disisi lain, mereka terlambat untuk menyadari jika mimpi itu besar maka perlu pengorbanan yang besar pula, mereka terlambat sadar jika meraih mimpi tidak semudah membalik telapak tangan, mereka terlambat menyadari jika seharusnya untuk meraih mimpi itu, mereka bisa memulai hal kecil sejak dulu, jika seperti itu, kemungkinan hari ini bagi mereka yang bermimpi, maka mimpi itu telah tiba.

Tiba pada saat yang tepat, tidak---ini bukan saat yang tepat untuk meraih mimpi. Kondisi sedang tidak baik-baik saja, masalah selalu datang seolah tidak ada ujung, namun mereka harus tetap pada mimpi utama, menaiki panggung megah untuk pertama kalinya dengan harapan dipundak masing-masing dengan makna masing-masing pula.

Melihatnya saja hati mereka bergetar, saling tatap penuh kecemasan, tak ayal membuat bibir manis itu menjadi korban kegugupannya.

"Jangan digigit nanti luka"

Menutup matanya sejenak, Jaemin mendongak untuk menatap kakaknya "Takut" lirihnya.

"Takut apa? Renjun, Jeno, Haechan, Bang Mark, Bang Win, Abangmu, sama Abang disini." Taeyong menyahut yang diangguki oleh seluruh nama yang disebut tadi.

Haechan yang memang duduknya disamping Jaemin itu lebih mendekat mengikis jarak, tangannya merangkul bahu Jaemin "Nanti gue traktir seblak, gimana?" bisiknya menggoda.

"Jangan seblak dong." lah malah nego.

Haechan mau ngakak aja rasanya "Yaudah baso aci"

Jaemin mendengus "Lo tuh---"

"Ini Mama sama Papa, Na."

Mereka semua langsung menghadap ponsel yang diletakkan diatas meja oleh Jaehyun, terpampang jelas wajah kedua orangtua Jaemin itu. Para bujang tersenyum dan menyapa keduanya.

"Sayang maafin Mama."

Jaemin menggeleng pelan "Nggak, ini keputusanku, Mama."

Suho disana terkekeh pelan "Semangat ya kalian semua, nanti Papa traktir sepuasnya. Buat kamu, Adek. Pasti bisa, kalau kamu bisa melawan rasa takutmu nanti, kamu minta kapal pesiar pun Papa jabanin."

"Semuanya Papa kasih?"

"Iya, anything for you."

"Oke, call. Sampai nanti lagi."

Begitu sambungan terputus, Jaemin beranjak keluar dari ruang tunggu itu. Sedikit mengintip keadaan panggung, melihatnya saja Jaemin bergedik ngeri, banyak flash kamera yang terus saja menyala tanpa jeda, apakah dia bisa?

Dia berbalik, hendak kembali tatkala Renjun sudah dibelakangnya "Ayo naik, giliran kita" ajaknya.

"Kalian memang naik atas nama universitas. Tapi Abang mau kalian naik itu atas mimpi kalian sendiri. Jangan pernah mempermainkan mimpi, pegang kata-kata Abang." Mark menepuk bahu Haechan dan mengangguk untuk mengantar keempatnya sampai ujung tangga.

Linier [Babu Lee]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang