"Aduh, hati-hati dong. Heran deh gak pernah sayang sama diri sendiri. Selalu ceroboh. Kalo udh kaya gini kan Lo juga yang kesakitan."

Aurora meringis, sudah kakinya kepanasan telinganya juga harus panas karena mendengar Omelan Kenan.

"Merah tuh kan kakinya, duduk dulu biar gue obatin supaya gak melepuh." Aurora menatap Kenan sebentar, raut wajah cowok itu terlihat marah dan khawatir dalam waktu yang bersamaan.

Aurora tertegun, memikirkan apa yang diucapkan bundanya itu adalah kebenaran. Tapi sejak kapan? Mengapa Kenan tidak mengatakan perasaannya kalau memang dia menyukai dirinya?

Kenan kembali dengan kotak p3k ditangannya, Aurora duduk sofa sambil terus memperhatikan kegiatan yang dilakukan oleh calon suaminya itu.

Kenan mengangkat kedua kaki Aurora, meletakan kakinya diatas paha cowok itu, dengan telaten cowok itu mengoleskan salep khusus luka, agar kaki Aurora tidak sampai melepuh karena terkena air yang baru saja mendidih tadi.

Aurora berpikir, mungkin saja perhatian ini sudah sangat sering Kenan lakukan untuknya, tapi Aurora tidak sedikit pun merasakan hal yang membuatnya sampai deg-degan, mungkin benar selama ini Aurora hanya bisa menatap Kenan sebagai teman masa kecilnya bukan sebagai lelaki yang memang menyayanginya.

Seketika senyumnya terbit, ingatannya kembali pada masa SMA saat keduanya memang selau kemana-mana berdua.

Teringat saat Aurora jatuh pingsan karena kecapean, saat Aurora hujan-hujanan karena melihat Alkan bersmaa Sera, saat Aurora menemani Kenan menjaga stand pendaftaran OSIS, jika memang selama ini Kenan menyukainya bagaimana cara pria itu menahan semua rasa sakit yang dia berikan karena tak pernah dianggap dan dilihat?

"Udah nih, diem dulu disitu gue ambilin makanannya." Aurora tersadar dari lamunannya, perempuan itu lantas menganggukan kepalanya.

Kenan mengemas kotak p3knya setelah selesai dan ingin meletakkannya kembali cowok itu kembali menoleh, "Jangan kemana-mana, jangan ngeyel kalo dibilangin."

Aurora tersenyum lebar, perempuan itu mengedipkan sebelah matanya, "Iya Kenan sayang, jangan marah-marah mulu kenapa si. Senyum dulu."

"Gue jalan nih kalo gak mau senyum!" Kenan berdecih, cowok itu lantas terkekeh geli membuat Aurora mengacungkan jempolnya diudara.

Kenan selalu seperti itu disaat khawatir, tak peduli seberapa takut Aurora jika Kenan sudah bersikap seperti itu. Kenan hanya tak ingin Aurora kenapa-napa.

Kenan kembali dengan sepiring makanan dan segelas air.

"Nih makan dulu," kata Kenan yang sudah duduk disebelahnya.

"Suapin."

"Yang sakit kaki padahal," ujar Cowok itu, tapi juga dia tak menolak untuk menyuapin perempuan didepanya ini. Dengan telaten Kenan mengambil satu sendok nasi beserta lauknya untuk mendaratkan suapan pertamanya dimulut Aurora.

"Lo gak makan?" katanya dengan mulut yang masih penuh dengan makanannya, Kenan mengelus puncak kepala Aurora dengan senyum.

"Lo dulu, gue gampang."

Aurora mendelikan matanya, lantas perempuan itu mengambil alih sendok yang Kenan pegang.

"Kita makan berdua, aaaaa." Aurora mendaratkan suapannya didepan mulut Kenan, cowok itu sempat bingung bahkan dahinya sampai berkerut.

"Buka mulutnya, gue pegel nih." Setelah mendapat peringatan seperti itu, Kenan buru-buru membuka mulutnya dan melahap suapan yang Aurora berikan.

"Pinter." Perempuan itu tertawa, lalu mendekatkan wajahnya didiepan wajah Kenan.

Jantung Kenan berdegup dua kali lebih cepat dengan perlakuan Aurora yang tiba-tiba manis seperti ini.

Cup

Tanpa aba-aba Aurora mengecup pipi kiri Kenan dengan gemas, membuat pipi Kenan memanas, jangan tanyakan bagaimana kondisinya, tubuhnya melemas, rasanya ingin pingsan saat ini juga.

"Hadiah buat Lo, Makasih karena Lo selalu sabar sama kelakuan gue yang kaya anak kecil."

Kenan menarik Aurora masuk ke dalam pelukannya, membiarkan perempuan itu merasakan detak jantungnya yang cepat akibat perlakuan perempuan itu tadi.

"Tanggung jawab karena udh bikin gue deg-degan," ujarnya dengan seringai tipis yang terbentuk. Aurora menikmati detak jantung Kenan, detak jantung yang selalu dia dengarkan setiap kali cowok itu memeluknya.

"Aduh, udah pelukan aja, belum muhrim kali." Mario datang dari depan bersama Resi, sepertinya baru saja pulang bekerja. Hal itu mampu membuat keduanya menoleh, tapi pelukannya tak juga telerai.

"Ayah sirik, kalo mau minta peluk sana sama bunda, wleee."

"Berarti ayah bisa bikin anak lagi dong ya."

Auror melepas pelukannya, lantas dia melotot, "Ayah udah tua inget encok yang sering kambuh, sok-sokan mau bikin anak lagi!"

Kenan tertawa puas melihat wajah Mario yang memelas, lantas Aurora kembali melingkarkan tangannya dipinggang Kenan. Kenan mengelus puncak kepala Aurora lembut, hanya seperti ini saja sudah cukup baginya, Kenan tak ingin berharap lebih kalau Aurora akan mencintainya. kebahagiaannya sudah lengkap jika Aurora juga senang dalam menjalani hari-harinya.

****

Halo guys

Heheheh gatau dapet Ilham dari mana bisa up cerita ini

Cerita ini kayanya bakalan panjang, jadi nikmatin aja alurnya ya.

Semoga kalian gak bosen

Jangan lupa follow sosmed aku untuk dapet konten konten menarik dari cerita dentara

Ig : sophoraaaa_ / dentaraaa_
Tiktok : jaejaembulll_ / sophoraaaa_

Kalian jaga kesehatan ya jangan sampai sakit jangan lupa minum vitamin dan jangan telat makan.

Salam sayang

Dentara ♥️♥️♥️

KENAN MY BEST HUSBAND [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang