Di samping ingin menebus kesalahannya, Verner merasa dengan mendengarkan semua masalah Mina dia akan melupakan masalahnya sendiri. Tanpa tahu dampaknya di masa mendatang. Pilihannya bisa jadi boomerang untuk dirinya sendiri.
Verner menaruh sikunya di atas meja dan meremas rambut. Teringat sesuatu yang tidak ingin dia ungkit-ungkit lagi. Cowok itu menuangkan minuman sekali lagi, menenggaknya hingga habis.
Lagi.
Dan lagi.
[]
Lewat tengah malam, ketika Mina terbangun Verner sudah tidak ada di sampingnya. Bahkan tak ada di apartemen itu. Tak juga meninggalkan pesan tentang kepergiannya. Cowok itu meninggalkan ponselnya di dalam kamar.
Mina mencoba mencari di kamar lain tak ada hasil. Menunggu di depan kamar mandi yang pintunya tertutup sampai hampir setengah jam, rupanya tidak ada siapa-siapa di dalam sana setelah Mina mencoba mendorong pintu yang ternyata tak dikunci.
Lalu ketika terdengar suara bel, Mina langsung sigap membuka pintu dan terkejut atas kedatangan Devan bersama Verner yang tak sadarkan diri.
Mina mundur teratur. "Verner kenapa?"
"Mabuk," kata Devan santai. Bahkan cowok itu sempat tersenyum ke arahnya, membuat Mina merasa aneh. Kelihatannya senyum cemooh yang biasa Devan lemparkan tak lagi terlihat. Hanya senyuman biasa.
Seketika Mina teringat perkataan Verner tentang Mina yang harus menjauh dari Devan. Tanpa disuruh pun Mina akan melakukan itu.
Devan menuntun Verner masuk dan menjatuhkannya di sofa bagai benda tak penting. Mina masih di dekat pintu menunggu Devan pergi. Saat Devan mendekat, Mina mundur dan merapatkan pegangan di daun pintu dengan waspada.
"Dia mabuk banget. Gue ke sini cuma nganterin, nggak ada niat macam-macam ke elo."
Mina mengernyit. Ucapan itu justru terdengar bahwa Devan memang ingin merencanakan sesuatu.
Devan mendekat. Mina mundur menarik pintu. Devan tersenyum miring sampai Mina hampir menendang cowok itu untuk keluar.
"Gue mau minta maaf," kata Devan sembari mengulurkan tangannya. Mina hanya melirik sekilas tangan itu.
"Sikonnya nggak mendukung. Cepat keluar!" bentak Mina.
Devan mendengkus melihat tangannya diabaikan. "Nih." Dia melempar kartu apartemen Verner. Mina tak sigap menangkapnya hingga jatuh di lantai.
Devan tersenyum miring. "Gue nggak akan berhenti minta maaf ke elo sampai lo maafin gue. Jadi, see you...."
"Woi, woi!" Teriakan Verner mengundang Devan dan Mina menoleh ke arahnya. Verner bangkit dari sofa dengan sempoyongan. Cowok itu berjalan ke arah Mina dan jatuh ke pelukan Mina. Verner memeluk Mina erat-erat di hadapan Devan yang langsung mendengkus sebal.
"Jangan ganggu cewek gue." Verner menatap Devan sinis. "Awas lo. Gue bunuh lo."
Mina hanya bisa terdiam. Verner memeluknya seperti anak kecil.
"Dia emang suka rese kalau lagi mabuk." Devan melangkah keluar. "Ya udah. Hati-hati lo diapa-apain," kata Devan sebelum menutup pintu.
Mina menaikkan lengan Verner ke bahunya. "Ayo."
"Tadi dia itu tai busuk," ucap Verner ngawur. "Tau kan? Yang di hutan itu?"
"Hutan?" gumam Mina heran.
"Haha, bener. Bener." Verner bergumam sambil mencium rambut Mina, lalu memegang rambut Mina dan mengusapnya. "Kelapa kamu kok kecil."
Mina rasanya ingin tertawa, tetapi juga marah karena Verner mabuk. Padahal cowok itu sudah janji untuk jadi lebih baik. Tiba di kamar, Mina segera menuntun Verner ke kasur dan memperbaiki posisi tidur cowok itu. Saat baru akan membuka sepatu Verner, Mina ditarik paksa. Membuatnya tepat di atas tubuh Verner.
Verner menahan Mina agar tidak ke mana-mana dan dalam waktu singkat, kini Mina yang ada di bawahnya.
"Mina...." Bau alkohol menyeruak dari mulut cowok itu. Mina menahan tubuh Verner yang berat dengan satu tangannya meski itu sia-sia. Tangannya yang lain menutup bibir Verner yang mendekat.
Verner mendorong tangan Mina dari mulutnya dengan gerakan pelan, lalu mencium punggung tangan Mina hingga Mina mematung.
Verner mengerjap. Senyuman hangatnya terbit. "Lama lama bareng kamu aku nggak nafsuan."
Mina mengernyit. "Jadi, sama cewek lain nafsuan gitu?" gumam Mina.
"I love you," balas Verner dengan senyuman tak lepas dari bibir.
Jemari Verner naik ke sudut bibir Mina. Mina kembali merasa tubuhnya kaku. Tatapan mata Verner terfokus di bibir Mina yang terkatup rapat.
Verner mendekat. Mina nyaris teriak. Namun, wajah Verner terjatuh di samping wajahnya.
"Berat." Mina mendorong Verner hingga berhasil ke sampingnya.
Verner menariknya, memeluknya erat, sampai Mina tak bisa ke mana-mana. "Jangan tinggalin aku, Mine."
Mina menyamping agar bisa menghadap Verner.
"Harusnya aku yang bilang gitu." Mina mengusap pipi Verner. Pejaman mata Verner terbuka. "Aku takut banget. Kehilangan kamu," lanjut Mina dengan bisikan.
[]
Baca duluan di https://karyakarsa.com/kandthinkabout
catatan lagi untuk pembaca lama: cerita ini hanya repost. dan bagi pembaca baru yang ingin baca duluan, silakan ke karyakarsa karena di sana sudah tamat. di wattpad akan terus di update sampai tamat juga, tapi butuh waktu.
Beli lewat webnya aja. Ketik ulang di halaman google -> https://karyakarsa.com/kandthinkabout (atau cek bio profilku, klik tautan di sana)
thank you!
KAMU SEDANG MEMBACA
YOURS
Teen Fiction"Lo kurang ajar. Berengsek. Suka berlaku seenaknya!" - Mina "But you love me, Mine." - Verner Sullivan [] Mina benci dengan cowok. Pengalaman yang dialaminya dulu membuat hatinya keras dan memandang cowok tak lebih dari monster. Setampan apa pun itu...
40.
Mulai dari awal