26. Time

2.1K 441 36
                                    

Jawa Tengah | 21 Juli 2021
By : GwenXylona

-Time-

Dulu ada yang pernah mengatakan kepadanya 'Terkadang melakukan kesalahan besar adalah jalan yang terbaik, sayang'. Dulu dia masih anak-anak, belum pahan maksud kalimat itu, jangankan dulu, sekarang saja dia masih agak kurang paham.

Dulu juga ada yang mengatakan kepadanya jika 'Sesuatu yang besar, sesungguhnya bukan milik kita'. Ya itu benar. Sesuatu yang besar sesungguhnya bukan milik kita, tetapi ada hak orang lain didalamnya. Ketika ayahnya mengatakan itu, Haechan merasa jika ayahnya itu adalah manusia paling baik yang pernah ada.

Apa yang dilakukan oleh sebuah keluarga yang bahagia ketika libur tiba? Banyak yang menjawab liburan, tapi tidak dengan keluarga Maneden. Pasangan yang dikaruniai tiga anak itu tidak pernah melakukannya, mereka akan mengisi waktu dengan saling membantu bersama. Pergi ke panti jompo atau panti asuhan, mengelilingi kota mencari sesuatu yang sekiranya kurang mampu untuk di bantu.

Tetapi itu tujuh tahun yang lalu, sebelum kecelakaan terjadi. Kehangatan keluarga lenyap, digantikan dengan cacian, makian, hinaan kepada putra tengah mereka. Padahal Haechan tidak bersalah sedikitpun. Dulu Haechan mewajarkan, sebab adiknya itu adalah putri satu-satunya dan anak bungsu. Tetapi ternyata semakin lama semakin menyakitkan.

Jika seperti ini, dulu Haechan pernah berpikir jika saja yang mati itu dirinya, bukan adiknya, pasti mereka akan bahagia. Namanya Selene, biasanya dipanggil Seline atau Selin. Dulu ketika adik perempuannya lahir, Haechan masih kecil dan ia ingin menamakannya Bulan, lalu Johnny setuju dengannya, makanya namanya di plesetkan dari Bulan ke Selene yang artinya Dewi Bulan.

"Chan..."

Haechan menoleh, mendapati Jaemin sedang berdiri didekatnya. Ia tersenyum getir lalu menepuk sisi kosong sebelahnya "Sini duduk" serunya halus yang langsung dituruti oleh Jaemin.

"Kenapa?" tanya Haechan begitu Jaemin duduk disampingnya, wajah Jaemin murung.

"G-gue sama Mama"

"Ha? Gimana? Apanya?"

"Mereka resmi bukan suami-istri lagi, dan gue diambil Mama, Bang Jae ke Papa"

Haechan terdiam, usia bukan alasan untuk tidak menangis bukan? Jaemin sudah dua puluh tahun. Anak mana yang menginginkan kedua orangtuanya berpisah?

"Argh,,, rasanya kepala gue mau pecah. Usaha yang gue lakukan sia-sia anjing."

"Hei, nggak ada yang namanya usaha sia-sia. Semua usaha ada hasilnya, sekecil apapun itu."

"Capek banget, Chan. Beneran."

Haechan menggeleng pelan, ia mengikis jarak yang sempat ada kemudian memeluk Jaemin begitu erat, mengelus rambut tebal lelaki yang sudah ia anggap adiknya sendiri itu dengan halus.

"Mereka ternyata sempat balik ke Indonesia cuma buat datang ke pengadilan. Gue kira perceraiannya batal, gue udah berharap banyak tapi dijatuhin juga."

Haechan mengangguk, perempuan maupun laki-laki sama-sama lemah jika berhubungan dengan orangtua. Apalagi untuk ukuran anak yang sangat disayang seperti Jaemin. Pasti berat mengingat kedepannya mereka tidak bisa lagi berkumpul untuk sekedar menonton TV.

"Ya Tuhan"

Hati Haechan berdesir aneh saat Jaemin menyebut nama Tuhan. Dia tidak mengatakan apapun, masih tetap pada posisinya. Kata orang, mereka yang rapuh jangan pernah ditanyai apapun penyebabnya, peluklah dia sampai pertahanannya runtuh. Itu yang sedang Haechan lakukan sekarang.

Linier [Babu Lee]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang