30° Tak 'kan berakhir

Mulai dari awal
                                    

"Aku merasa selalu terhubung, kebakaran itu, aku yang punya malaikat, aku yang muda hingga saat ini, aku yakin kamu punya jawabannya, bukan?" tanyaku membuat dia terdiam tak tentu arah sambil menutup telinganya dan berteriak.

"Ibu tahu? Yessa selalu ingin membunuhku, menurut ibu, bagaimana jadinya ibu?" tanyaku membuat Ibu Ratna itu menatapku kosong.

"Ibu dan Yessa punya malaikat yang sama, apa Yessa tidak tahu kejadian yang sebenarnya?" tanyaku sambil berdiri menatap Yessa yang menatapku masih dengan mata tajamnya.

"Kamu pasti tahu ada tiga malaikat yang berada di penglihatan kamu saat ini." Yessa menatap sekeliling, aku bahkan bisa melihat ketiganya berdiri tak jauh dari sini. "Malaikat putih bergerak untuk membimbingmu ke jalan yang benar, apa malaikat hitam melakukannya?" tanyaku pelan.

"Membunuh tak pernah diizinkan oleh Tuhan, Yessa. Jika kamu membunuhku, aku sangat yakin Nenekmu akan hidup bahkan saat kamu mati nanti." Yessa tidak lama terkejut menatapku dan neneknya.

"Apa yang terjadi?"

"Nenekmu itu ... bagaimana jika kalau dia berhubungan dengan kebakaran yang kamu dengar dari malaikatmu itu? Kebakaran yang hanya menyisakan aku saja?" tanyaku membuat Yessa tidak kalah terkejut dan mulai menggoyangkan pelan tubuh neneknya yang masih menangis.

"Ini tidak benar 'kan, Nek?" Neneknya bahkan sama sekali tidak memberi jawaban.

"Maaf."

"Maaf tidak akan mengembalikan keluargaku kembali." Aku mendengus kesal, bagaimana bisa pemikiran asalku tadi adalah kenyataan?

"Maaf, aku dan ayahmu ... membakar segalanya."

Tunggu, apa maksudnya?

❃.✮:▹ ◃:✮.❃

Setelah memperhatikan beberapa orang yang sibuk mengintip, kami segera masuk ke dalam rumah Nenek Yessa yang agak rapuh termakan umur.

Aku terdiam menahan emosi, aku bahkan tidak kunjung bertanya setelah duduk di ruang tamu.

"Jangan menyalahkan Ayah Eyla dalam semua kejahatanmu!" bentak Aldo yang ditepis oleh Lala yang menenangkan suaminya.

Aldo benar, dia pasti mengada-ada.

"Itu kenyataan." Dia sama sekali tidak kunjung berbicara menjelaskan segalanya. Yessa bahkan terdiam menyender di tembok menahan napas mendengar apa yang dikatakan neneknya.

Kami terdiam dalam ekspresi masing-masing, aku mungkin menjadi yang terburuk dalam berekspresi karena menangis adalah salah satu alasanku untuk memulai segalanya.

Aku tidak kuat mendengar kelanjutannya.

"Aku tidak berbohong," ucapnya pelan dengan bahasa Indonesia khas. "Aku merasa tidak bisa banyak menjelaskannya karena tidak tahu banyak, tapi kita berjuang bersama untuk membakar segalanya—tapi ayahmu itu ikut terbakar."

Ketakutan yang tidak pernah aku harapkan terjadi.

"Maaf, kami berpikiran seperti itu karena ... kita tidak kunjung menikah. Tolong maafkan aku dan juga ayahmu." Ia terbangun dari kursinya hingga terjatuh, aku segera bangun menjangkaunya tapi yang ada dia memegang kakiku kuat dan bersujud di sana.

"Tolong maafkan aku ... aku salah. Karena semua ini, malaikat hitam terus menghantuiku selama 19 tahun."

Yessa yang akan bergerak menepisnya segera menunduk pilu atas apa yang neneknya bicarakan. Aku menatapnya sambil mengelus puncak rambutnya pelan.

"Aku yakin nenekmu akan bahagia setelah ini." Aku melepaskan tangannya yang mencengkram kakiku agak rapuh dan segera ikut menunduk mengulas air mata itu ....

Air mata dari wujud ketulusan yang tidak pernah aku harapkan sebelumnya.

"Aku memaafkanmu. Tolong hiduplah dengan baik setelah ini."

Entah bagaimana, ia mulai menghilang menjadi potongan puzzle kecil membuat Yessa menjerit menangis menggapai setiap potongannya.

"Terima kasih ... aku harap kamu hidup dengan baik di kehidupan selanjutnya."

Nenek itu pergi ....

"NENEK?!" Yessa menjerit menangis sambil menarik kerahku dan mengeluarkan pisaunya yang tajam.

"CEPAT KEMBALIKAN?!" Yessa berteriak histeris membuat Aldo dan Lala segera menjauhkanku darinya walaupun lengan Aldo sempat terkena luka yang tidak serius.

Dia menatap lengan Aldo bergetar hingga melepas pisau di genggamannya.

"Nenekmu akan bahagia di kehidupan selanjutnya." Aku tersenyum sembari mata kiriku mengalir satu tetes air mata yang tidak pernah kuinginkan. "Dia mengharapkan mati daripada diganggu seumur hidupnya oleh malaikatnya, dia sedang berbahagia sekarang ...." Aku menepuk bahunya pelan dan mengelusnya hingga tangisannya mulai pecah.

"Maafkan aku, nenekku bersalah. Aku juga minta maaf."

Tangisan kami tidak kunjung mereda, penantian kami tak cukup berharga untuk mengejar apapun yang diinginkan.

"Penantianmu telah berakhir, Eyla." Aku menatap malaikat putih yang memegang bahuku membuat seluruh tubuhku meremang.

"EYLA!" Aldo mendekatiku dan segera menangis dipelukanku yang bahkan sudah hampir menghilang.

"Ucapkan selamat tinggal pada semuanya." Aku mengangguk pelan saat tangisan yang tidak pernah diharapkan mulai pecah kembali.

"Aku telah memaafkanmu, Yessa. Hiduplah dengan baik setelah ini." Dia menunduk tak menatapku tapi aku bisa melihat tetesan air mata jatuh mengenai tangannya.

"Lala, jaga sepupuku ya. Ajarin dia biar tidak takut hantu lagi." Lala mengangguk dan segera bergabung dengan Aldo untuk memelukku erat.

"Aldo ...." Aldo menggeleng pelan di bahuku dan mengeratkan pelukannya.

"Kita bisa bertemu kembali, bahagialah selalu." Aku menepuk kepalanya pelan hingga menjadi bayangan dan Aldo terjatuh menelungkup tak bisa berkata apapun.

"EYLAAAAAAA!!!!!"

Terima kasih semuanya, aku menyayangi kalian.

Perjalananku, resmi berakhir.

Tamat.

❃.✮:▹ ◃:✮.❃

I'm so sad ಥ‿ಥ

Ayoo lanjut ke bonus:)

Finding Secret Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang