🔆Pergi🔆

Mulai dari awal
                                    

Satria mempercepat langkah menuju tempat parkir yang terletak di bagian kiri bangunan utama di rumah sakit. Jantungnya seketika seakan berhenti, ketika melihat sepasang mata sendu di depannya. Jarak mereka tak terlalu dekat, tetapi Satria bisa merasakan bagaimana terlukanya perempuan itu.

Keduanya sekarang sejajar, memandang ke depan pada satu fokus pikiran mereka masing-masing. Belum ada yang berani bersuara, hanya lalu lalang pengunjung di rumah sakit ini.

"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Satria lelah dengan kebungkaman mereka berdua. Harusnya mereka masih mengenyam kebahagian satu sama lain, setelah Satria menunjukan surga tersembunyi kepada Astari.

Astari pura-pura tersenyum meskipun hatinya sangat sakit melihat kedekatan Satria dengan Indah, apalagi pelukan tadi terekam terus menerus dalam ingatan.

"Bukankah seharusnya aku yang bertanya, kenapa Mas ada di sini?"

Wajah Satria seketika memerah. Sindiran barusan sangat menampar pipinya. Ya, iya sangat bersalah. Ia telah meninggalkan Astari seorang diri, sekarang mereka bertemu di tempat yang tak terduga. Wajah Satria langsung berubah syok ketika teringat bagaimana tiba-tiba Dania memeluknya.

Jangan-jangan? Batin Satria terus bertanya-tanya.

"Apa kamu melihatnya?" tebak Satria karena ia sudah menduga pasti Astari melihat saat bersama Dania.

"Aku tidak buta."

Astari mendengkus agak kesal. Apa yang ia ucapkan pastinya bukan jawaban dari pertanyaan Satria. Entah mengapa lidah terasa kelu mengungkapkan kejadian beberapa menit yang lalu sehingga membuat dirinya berat meninggalkan tempat yang menorehkan luka cukup dalam bagi diri Astari.

"Ak—"

"Sudahlah tidak perlu dijelaskan lagi. Semuanya sudah jelas," balas Astari menatap Satria sambil berusaha memberikan senyuman.

"Apa yang kamu duga dan lihat adalah salah besar," tuding Satria berusaha membela diri.

"Ya. Aku salah berada di tempat ini," sesal Astari. Ekor mata menatap ke bawah. Ia menggenggam keresek putih. Untuk mengurangi gejolak hati yang sudah memuncak karena emosi. Ia menyesal menyetujui permintaan Mbak Maya menebus obat-obatan pasca melahirkan.

"Kamu juga salah karena sudah pergi tanpa izin suami."

Astari terperanjat kaget. Ia tidak menyangka Satria akan berkata seperti ini. Apalagi nada bicara barusan sedikit melukai hatinya.

"Maaf jika aku salah. Setidaknya kepergian aku untuk menolong teman. Bukan yang lain." Gantian sekarang Astari kembali menyindir Satria.

Niat hati meminta maaf, tetapi Satria mengurungkannya. Ia tetap tidak suka Astari berkeliaran sendirian. Ada bahaya yang sedang mengancam mereka. Masalah yang dihadapi Satria kembali bertumpuk-tumpuk. Anak Dania dan sekarang ditambah kecurigaan Astari.

"Mari kita pulang," ajak Satria menggenggam tangan Astari menuju mobil yang terparkir di bawah pohon beringin yang rindang.

Baru juga satu langkah, tatapan Satria tertuju pada tangan yang sudah diempaskan oleh Astari karena perempuan itu sudah berjalan lebih dulu di depannya.

"Arghhh!" pekik Satria dengan kesal. Ia mengacak rambut menjadi tidak beraturan. Ditanbah angin bertiup lumayan kencang membuat tatanan rambut semakin berantakan.

HIDDEN PARADISE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang