33. Riverbed

1.8K 378 75
                                    

Jawa Tengah | 13 Agustus 2021
By : GwenXylona


-Reverbed-

Apa yang terjadi esok hari adalah suatu kejutan, jangankan esok hari, apa yang akan terjadi dua menit berikutnya saja manusia hanya mampu menebak-nebak sesuatu yang kelabu. Dengan begitu kata 'semoga' akan terus terucap dengan harapan sesuatu yang baik akan datang menghampiri dan berlanjut menyinggahi.

Sesuatu semegah panggung orkestra pun masih akan rubuh jika ada satu baut yang tercecer, apalagi hanya sesuatu yang sekecil rubik, pasti akan hancur hanya dengan digenggam kuat-kuat. Jangankan aturan yang tersirat, aturan dengan bukti nyata tersurat pun masih banyak manusia melanggarnya. Aturan hidup manusia hanya sesederhana ini; Menjaga hati. Ketika hati rapuh maka selaganya rubuh, bahkan napaspun bisa sirna hanya karena hati yang terluka.

Penulis melankolis banyak yang menulis kisahnya sendiri, siang bak ratri, matahari bak cahaya lilin, dan kebahagiaan bak musuh abadi. Kisah-kisah picisan yang berakhir buruk, hanyalah ilusi semata untuk membuat semuanya berderai air mata, hanya perantara untuk bisa menumpahkan segalanya. Berdecak malas menatap nanar layar seolah tangisannya disebabkan oleh adegan picisan.

Tapi tidak dengan pemuda dengan kulit tan itu, pemuda itu menangis bukan karena drama romantis, tapi karena airpods di telinganya yang dengan kurang ajarnya menyetell lagu Laskar Pelangi. Mungkin lagu itu ndak sengaja nyasar di playlist hari ini.

"Tuhan..."

"Kamu kenapa, dek?"

Dia mendongak, menetralkan dadanya yang terasa sesak saat suara berat sang kakak menyita perhatian yang mulanya penuh pada lirik lagu itu. Haechan tersenyum kemudian menggeleng pelan "Nggak apa-apa, aku sekarang kok baperan ya, Bang?" elaknya.

"Kamu dari orok juga baperan, Chan. Selin bilang kamu gendut aja langsung mogok makan dua hari, terus abis itu diam-diam nyuri nugget di kulkas."

Sedikit terkekeh mengingatnya, Haechan tahu dia mempunyai hati yang lemah, bahkan saat hari besar lalu dia meminta maaf pada orantuanya saja, dia bisa menangis tanpa malu didepan Papi dan Mami. Mematikan lagunya, Haechan menatap dalam Johnny didepannya "Abang udah makan?" tanyanya halus.

Johnny tersenyum teduh "Kamu nggak tahu aja, Chan. Disini makan nggak perlu kerja, abang dijamin bisa makan, yang harusnya nanya tuh abang ke kamu, kamu udah makan?"

"Udah, di masakin Jeno, rasanya kayak kulitnya si Sunandar dan hidup gue."

Johnny menyirit, dia tahu Sunandar itu salah satu teman sekelas Haechan dulu saat SMA, tapi dia tidak mengerti maksud adiknya itu "Kenapa sama kulitnya Sunan dan hidupmu?"

"Gosong dan pahit"

Johnny tercekat, suasana berubah seketika, dia berdehem "Ekhem,,, kabar kalian gimana?" mengalihkan pembicaraan sepertinya ide yang bagus.

"Baik"

"Chan..."

"Kita nggak pernah baik-baik aja sejak enam bulan, Abang." suara Haechan bergetar saat mengakuinya "Setiap malam aku nggak bisa tidur sampai rasanya mau mati aja."

"Hey,,, dengerin Abang. Kamu itu nggak melakukan dosa apapun, Haechan. Jangan bebanin diri kamu, bisa-bisa kamu sakit."

"Sekarang nama belakangku Biantara, kurang ajar banget aku masuk begitu aja. Setiap hari aku merasa kalau aku itu memang anak kurang ajar yang nggak tahu diuntung, setelah melakukan kesalahan besar apa aku pantas hidup bahagia? Abang pikir aja gimana dia nyaris sempurna berperan sebagai saudara, sementara aku pantasnya jadi iblis."

Linier [Babu Lee]Where stories live. Discover now