61. Kamu Punya Aku

Mulai dari awal
                                    

“Kamu punya aku Bira, jangan takut,” ucapku.

Tangis Bira berhenti, yang tersisa hanyalah isakannya saja. Tatapannya menatapku sendu. “Maaf ya Mas,” ucapnya.

Aku menggeleng dan memeluk Bira kembali. “Gak apa-apa.” Tak lama dari itu, aku mendapat panggilan telepon dari Ayah. Dia menanyakan padaku perihal kabar ini. Karena Ayah sudah berpengalaman pula dalam menghadapi situasi begini, jadi saat kubilang akan menyelesaikan semuanya segera Ayah langsung paham. Dia tidak terlalu mengambil pusing, tapi Ayah tetap mengkhawatirkan karierku sebagai pengusaha, influencer, akan menurun karena kabar miring tersebut.

“Jeffry! Bira!” Aku dan Bira mendengar suara yang memanggil-manggil nama kami dari luar.

“Mas, itu kayak suara Ayah aku,” kata Bira. Segera aku dan istriku pergi keluar. Benar saja, ada kedua mertuaku yang datang. Ayah berlari ke arahku dan tiba-tiba saja melayangkan tinjunya ke wajahku. “Ayah!” pekik Bira kaget.

“Mas kamu apa-apaan?!” Ibu berusaha memegangi Ayah yang emosinya tampak meledak-ledak.

Aku meringis. Tinjuan Ayah tak main-main. Rasanya setengah wajahku mati rasa karenanya. “Mas kamu gak apa-apa?” tanya Bira khawatir sambil memegangi tubuhku.

Aku menggeleng. “Gak apa-apa.”

“Bagus kalian berdua ya! Udah bikin nama saya ikut jelek di mata orang lain!” Ayah menunjukku. “Kamu tersangka utama yang bikin keluarga dan reputasi saya berantakan. Kamu hamili anak saya, kamu tinggali dia, dan sekarang karena kamu juga keluarga saya jadi bahan gunjingan orang. Saya gak tahan denger orang-orang di luar sana mengatakan kalau saya gagal mendidik anak, saya gak terima. Karena saya udah memberikan yang terbaik untuk anak-anak saya.”

“Apa yang terbaik itu hah?!” Suara Bira meninggi. “Hal terbaik apa yang udah Ayah kasih buat aku?!”

“Ra tenang.” Aku berusaha merangkul Bira, namun dia menepis tanganku. Bira tak mendengarkanku.

“Ayah bahkan gak pernah sedikitpun mengapresiasi apa yang aku lakuin. Ayah selalu merendahkan aku! Jadi bagian mana yang dimaksud memberikan yang terbaik itu hah?!” tanya Bira. “Aku mungkin bukan anak yang baik, aku hamil di luar nikah, aku gak bisa masuk jurusan yang Ayah mau, aku bahkan berhenti kuliah di tengah jalan. Tapi Ayah harusnya sadar, aku begitu karena Ayah. Di rumah aku gak punya tempat bersandar, Ayah gak pernah mau dengerin aku. Ayah cuma denger apa yang mau Ayah denger. Sampai akhirnya aku ketemu sama orang yang bener-bener paham gimana perasaan aku, dia Mas Jeffry. Ayah gak bisa nyalahin Mas Jeffry sepenuhnya, karena Ayah juga yang bikin aku begini!”

“Kurang ajar kamu Kabira!” Tangan Ayah nyaris melayang ke pipi istriku. Tapi dengan cepat aku menahan tangannya. “Lepaskan tangan saya Jeffry.”

Aku menggeleng. “Enggak kalau untuk menampar Bira. Dia istri saya, sebagai suami saya harus melindunginya Yah.”

“Biarin Mas, lepasin tangan Ayah. Biarin dia nampar aku sepuasnya kalau itu bisa bikin dia berhenti menyalahkan kamu. Tampar aku Yah, tampar!” ujar Bira menantang. Ayah mendorong tubuhku, dia lantas menampar Bira dengan sangat keras sampai tubuhku rasanya ikut melemas. Aku gagal, aku gagal melindungi Bira.

“Bira,” panggilku seraya mendekat padanya. Belum sempat pipi Bira kusentuh, dia sudah lebih dulu berlari ke dalam kamar. Tanganku terkepal kuat, rahangku menegas, hatiku memanas, merasa tidak terima dengan perlakuan yang Ayah berikan pada Bira. “Ayah, dengan Ayah menampar Bira seperti tadi, itu bukan cuma menyakiti dan menyinggung putri Ayah, tapi saya juga sebagai suami Bira. Saya bukannya mau mengusir Ayah, tapi saya gak mau Ayah menginjakkan kaki kemari kalau hanya ingin menyakiti istri saya lagi.”








JANGAN LUPA KOMENNYA😡

JANGAN LUPA KOMENNYA😡

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
DUA BARUNA [END✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang