Setelah mendapat perintah dari ibu, aku langsung mengeluarkan ponselku dari dalam tas dan bersiap menghubungi mas Garin. "Manda hubungi mas Garin dulu ya bu."
"Ya sudah sebaiknya ibu pulang dulu biar kalian lebih nyaman bicaranya. Selesaikan baik-baik dan jangan lupa minta maaf sama nak Garin yaa."
Setelah ibu pamit, aku segera menghubungi mas Garin untuk memberitahu mengenai kondisi Denawa. Sepuluh kali panggilanku tak satu pun dijawab olehnya. Aku mencobanya sekali lagi dan hasilnya pun sama. Akhirnya aku memutuskan untuk mengirim chat dan foto Denawa yang sedang terbaring di hospital bed.
Satu jam kemudian mas Garin akhirnya datang dengan raut wajah khawatirnya. Namun sedetik kemudian raut wajah itu berubah menjadi dingin tatkala menjumpai sosok Kak Dewa yang tengah berada di ruangan yang sama.
Suasana diruangan itu berubah begitu hening. Mas Garin tak menyapa sedikit pun pada kami. Dari pertama datang, Mas Garin benar-benar menghabiskan waktunya untuk Denawa tanpa memperdulikan kami sedikit pun seolah kami benar- benar tidak ada diruangan itu.
"Dia masih marah sama aku." Ucap kak Dewa ketika kami berada di cafetaria rumah sakit.
"Kita memang salah, terutama aku yang memaksa Nawa untuk ikut jalan."
"Maaf...aku nggak tahu kalau akhirnya kayak gini. Aku nggak bermaksud bikin Nawa sakit." Sesalnya.
"Ini adalah pelajaran berharga buat aku. Selama ini aku selalu merasa sudah menjadi ibu yang baik sehingga aku tidak ingin mas Garin terlalu ikut campur dalam mendidik Nawa walaupun aku membolehkan dan membebaskan dia menemui Nawa kapanpun. Tapi ternyata aku salah, bahkan disaat Nawa sakit pun aku tidak melibatkan mas Garin dan terlambat memberitahunya. Aku benar-benar egois."
"Udahlah jangan terlalu menyalahkan diri sendiri yang penting sekarang kamu fokus sama kesembuhan Nawa. Aku akan menemani kalian."
"Nggak perlu kak. Nanti kerjaan kakak gimana?"
"Kamu tenang aja, boss nya kan abangku sendiri. Aku udah bilang sama dia mau ambil cuti selama beberapa hari karena ada masalah yang harus aku selesaikan disini." Ucapnya.
"Apa itu tentang wanita yang disebut mas Garin? Kalau nggak salah namanya Anggi."
Kak Dewa mengangguk membenarkan dugaanku. "Sebetulnya aku malu menceritakan semuanya sama kamu."
"Kenapa mesti malu?"
"Karena secara tidak langsung itu akan membuka aibku sendiri. Aku bukan lelaki baik-baik. Dewa yang kamu kenal selama ini adalah lelaki pendosa."
"Tidak ada manusia yang terlahir tanpa dosa. Jadi lanjutkan saja ceritanya."
"Oke kalau begitu, aku buka sekarang. Supaya nggak ada rahasia diantara kita." Ujar kak Dewa penuh keyakinan.
Aku tak berkomentar apapun namun mataku intens menatapnya sambil mendengarkan ceritanya tentang hubungan dia dengan wanita yang bernama Anggi.
"Aku mengenalnya sebagai teman sekaligus karyawan Garin. Setelah bertukar nomor ponsel, hubungan kami semakin dekat dan kita sering bertemu bahkan saling mengunjungi kota masing-masing. Lama-lama aku dan Anggi semakin tak terkendali sehingga kita pun sering melakukan seks tanpa ikatan apapun."
"Setelah ibu memintaku untuk segera menikah aku mulai menjauh dari Anggi karena ingin serius mencari seorang istri."
"Kenapa nggak Anggi aja yang kak Dewa nikahi? hubungan kalian kan udah sangat jauh."
"Kami itu cuma having sex bukan making love, Amanda. Kita sepakat cuma untuk senang-senang aja tanpa komitmen. Lagian saat pertama kali kami melakukannya, dia udah nggak perawan lagi."
"Kalau kak Dewa menjauhi Anggi, kenapa dia bisa hamil?"
"Setelah lama berpisah akhirnya kami dipertemukan kembali saat aku mendatangi Garin di kantornya karena urusan pekerjaan. Tiba-tiba dia minta aku mengantarnya pulang dengan alasan mobilnya lagi mogok dan sialnya malah disetujui oleh Garin yang langsung menyerahkan kunci mobilnya untuk kupakai. Mau nggak mau akhirnya aku mengantar dia pulang ke apartemennya dan berakhir dengan kegiatan malam panjang kami."
"Dasar kucing garong, dikasih ikan asin mana bisa nolak." ejekku.
"Karena malam itu Anggi menjebakku dengan mengajakku minum."
"Kenapa mau?"
"Karena aku nggak menduga dia akan melakukan hal serendah itu. Makanya aku marah besar dan nggak mau bertemu dia lagi."
"Jadi kakak nggak tahu dia hamil?"
"Dia selalu menghubungi atau mengirimiku chat dan bilang kalau dia sedang hamil. Tapi aku nggak percaya dan menganggap itu semua cuma jebakan dia supaya kami bisa bertemu."
"Karena tak pernah mendapat respon dariku, suatu saat dia mengirimkan foto hasil USG nya dan mengatakan kalau kandunganya sedang bermasalah. Karena penasaran aku langsung terbang ke Jakarta untuk menemuinya. Tapi nyatanya aku malah memergoki dia sedang jalan berduaan dengan laki-laki lain masuk ke dalam apartemenya. Kalau benar kandunganya sedang bermasalah seharusnya dia sedang berada di rumah sakit atau bedrest, bukannya malah keluyuran dengan pria lain. Dan kalau pun dia beneran hamil, aku nggak yakin kalau anak yang dia kandung adalah anakku."
"Mas Garin bilang anak itu anak kamu kak."
"Garin nggak tahu apa-apa tentang Anggi."
"Gimana seandainya kalau anak itu memang anak kandung kak Dewa."
"Entahlah...tapi aku akan menyelidikinya dulu. Makanya aku sengaja ambil cuti."
Aku menghela napas lega, setidaknya kak Dewa tidak menutup mata lagi akan keberadaan anak itu.
Setelah satu jam berada di cafetaria tersebut akhirnya kak Dewa pamit pulang dan berjanji akan mengunjungi kami kembali esok harinya.
Saat hendak menuju ruangan Denawa, aku melihat mas Garin sedang berjalan bersama seorang wanita cantik sambil menggendong anak kecil. Mereka berjalan bersisian dan nampak seperti sebuah keluarga kecil.
Entah kenapa tiba-tiba timbul perasaan tidak suka saat melihat mas Garin menggendong anak lain selain Denawa. Dia terlihat sangat menyayangi anak itu karena dari cara dia memperlakukanya, persis seperti dia memperlakukan Denawa.
Sepertinya anak yang sedang digendong mas Garin itu akan dirawat juga disini. Mereka ditemani dua orang perawat yang lebih dulu memasuki ruang inap yang letaknya persis di samping kamar Denawa.
Mas Garin tampak terkejut ketika kami berpapasan. Dia menyadari betul kalau aku baru saja memergokinya. Aku bersikap tak acuh dan langsung memasuki ruangan Denawa meninggalkan dia yang masih terpaku.
"Kemana pak Garin sus?" tanyaku menyelidik pada suster Emi.
"Tiga puluh menit yang lalu keluar bu setelah menerima panggilan."
Sepertinya sudah jelas, panggilan Itu pasti dari perempuan tadi.
Siapa anak kecil dan wanita itu, sampai-sampai mas Garin tega meninggalkan anaknya demi mereka bahkan sampai turun tangan mengurus segala sesuatunya?
Aku sebetulnya tidak peduli siapa mereka tapi aku keberatan jika mas Garin lebih mengutamakan anak itu daripada Denawa. Kalau Denawa terluka karena perhatian papahnya terbagi maka aku nggak akan segan-segan bertindak.
__________________________________
Mama Amanda marah karena perhatian papah garin terbagi..😝😂
Buat teman-teman yang baru bergabung dengan cerita ini selamat membaca yaa.. 😘😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Sendiri (END)
ChickLit~ Garin & Amanda ~ (Sudah terbit di Karyakarsa mulai part 37-52) Amanda Greya si gadis tomboy yang sangat mencintai Garin Danandjaya, pria dewasa yang usianya terpaut delapan tahun dan sudah memiliki kekasih. Garin Danandjaya merasa terusik dengan k...
Part 25
Mulai dari awal