Perlahan menghilang

Mulai dari awal
                                    

“Aku gagal Nad, aku gagal! Aku gak bisa sendiri, aku kosong tanpa kamu. Balik Nad! Balik ke aku, aku mohooonnn” Pecah sudah tangis Tara di depan makam Nadia, istrinya.

Tara sampai memukul-mukul dadanya yang terasa begitu sesak.

Dia sedang melampiaskan kesesakan dadanya yang selama ini dia berusaha tutupi dengan senyuman jika sedang berada di depan putrinya, Rexi.

-------------------------------------------

Setelah cukup lama menangis, Tara sudah terlihat lebih tenang dari sebelumnya. Diciumnya nisan istrinya dengan air mata yang kembali keluar begitu saja.

“Aku pamit yah. Aku janji sama kamu, bakal perbaiki semuanya” Ucap Tara pelan.

Setelah meletakan bunga yang tadi dibelinya, Tara akhirnya meninggalkan area pemakaman itu untuk menemui seseorang.

Tanpa Tara sadari, sedari tadi ada seseorang yang menatap sinis Tara saat melihat Tara mencium nisan Nadia.

“Bagaimana bisa dia ada disini?” Gumam seseorang tersebut, heran. Kemudian berlalu pergi dari situ.
.
.
.
.
.
.
.
Tara kini sedang duduk di sebuah bangku taman dimana dia telah janjian dengan seseorang untuk bertemu disitu.

Tak lama seseorang yang ditunggu Tara akhirnya pun datang. Dengan sedikit canggung, seseorang tersebut mulai duduk disamping Tara setelah dipersilahkan oleh Tara sebelumnya.

Keduanya terdiam cukup lama, sampai Tara memutuskan untuk memulai obrolan terlebih dahulu.

“Papa pikir kamu gak bakal mau lagi ketemu sama Papa. Kamu apa kabar?” Ucap Tara, sambil menatap sendu seseorang yang begitu dicintai oleh putrinya itu. Ya, seseorang yang ditemui oleh Tara adalah Mikaella.

“Ada apa Om? Kalau Om minta aku buat balik lagi sama Rexi, aku minta maaf. Aku gak bisa” Ucap Mikaella, dingin.

Tara yang mendengar Mikaella yang sudah tidak memanggilnya dengan sebutan Papa lagi dan seakan tak memperdulikan Rexi lagi, hanya bisa menghela nafas berat sambil tersenyum lirih.

“Sepertinya kamu memang udah gak ada perasaan apa-apa ke Rexi yah sayang? Hmm, jujur Papa kesini cuma mau ngomong sesuatu ke kamu sebelum semuanya terlambat” Ucap Tara, lembut. Mikaella hanya terdiam.

“Hah, kita sama-sama tahu kalau Papi kamu pernah celakain Rexi hanya untuk balas dendam ke Papa. Dan, mungkin kamu berpikir bahwa hal itu adalah yang terakhir yang dilakukan oleh Papi kamu.

Tapi kamu salah! Vicky masih berencana jahat buat Rexi, dengan mengambil kamu dari Rexi dengan cara menjebaknya seperti kejadian di malam kamu mergoki Rexi dengan wanita yang ternyata merupakan suruhan dari Papi kamu” Jelas Tara pelan, Mikaella terlihat kaget tapi gengsinya masih terlalu tinggi untuk percaya.

“Dan kalau dilihat dari reaksi kamu sekarang, sepertinya kamu gak pernah cerita apa-apa ke Papi kamu kalau Rexi itu anak kandungnya. Am I right?” Lanjut Tara lagi, dan Mikaella tertegun mendengarnya.

Mikaella seketika tersadar satu hal, bahwa dia memang belum menceritakan apa-apa ke Papinya. Karna, entah kenapa hal tersebut sama sekali tak terlintas di pikirannya selama ini.

Ditambah lagi dia belum mendengar sama sekali penjelasan dari Rexi sola malam itu. Seketika rasa bersalah mulai menyerang hatinya, namun ia berusaha menepis itu semua.

“Papa udah berkali-kali mencoba hubungi Papi kamu, tapi selalu tak bisa. Bukan hanya Papa tapi tante Sarah juga.

Awalnya Papa juga gak tahu kalau ini semua ulah Papi kamu, tapi setelah mendengar dari tante Sarah bahwa Vicky lah pelakunya, Papa memutuskan untuk langsung menjaga Rexi walau nyawa jadi taruhannya” Ucap Tara sambil menatap lekat Mikaella.

Mikaella menggeleng berusaha menepis semua omongan Tara sambil tersenyum remeh menatap Tara. Mikaella langsung berdiri dan langsung menatap tajam kearah Tara, mantan mertuanya.

Melihat Tatapan Mikaella, Tara sudah bisa menyimpulkan bahwa usahanya kali ini akan berakhir sia-sia (Lagi).

“Maksud Om apa sih?! Aku tahu kok kalau Papi pernah nyelakain Rexi, tapi untuk kali ini Om gak usah nyalahin Papi dong!

Malam itu dengan jelas aku liat Rexi dengan wanita yang entah siapa itu tengah bercumbu di kamar kita Om! Ini jelas salah Rexi, jangan bawa-bawa Papi” Teriak Mikaella.

Tara hanya tersenyum lirih mendengarnya.

Tara akhirnya berdiri dan menyamakan lagi posisinya agar dapat berhadapan dengan Mikaella.

“Baiklah. Papa gak mau maksa kamu buat percaya. Oh iya, Papa denger kamu mau nikah yah? Hah, Papa pikir kamu yang nantinya akan bersanding dengan Rexi tapi ternyata semuanya gak bakal terjadi, haha” Ucap Tara diselingi tawa lirihnya.

“Yaudah, Papa pamit yah. Jaga diri kamu baik-baik. Papa sayang kamu” Pamit Tara, dan mulai berjalan meninggalkan Mikaella setelah mencium kening Mikaella yang masih terdiam melihat kepergian Tara.

Tara memang memutuskan untuk tidak memberitahukan kondisi Rexi yang sebenarnya sekarang, Tara tidak ingin kembalinya Mikaella ke Rexi hanya karena rasa iba.

Tara tidak mau itu terjadi! Biarlah semuanya berjalan sesuai rencana Tuhan untuk putri kesayangannya.


Mikaella’s POV

Aku langsung terduduk lemas setelah mendengar semua ucapan om Tara, papanya Rexi. Entah, mengapa hatiku terasa begitu gelisah saat ini.

Aku semakin mengkhawatirkan Rexi yang sampai saat ini tak pernah keluar dari hati dan pikiranku. Aku termenung, apa keputusanku kali ini sudah benar?

Apa semuanya akan baik-baik saja? Merasa buntu dengan semuanya, aku yang sedari tadi hanya terdiam akhirnya memutuskan untuk pulang saja.

Dengan berjalan gontai menuju mobilku, aku langsung melajukan mobilku pulang menuju rumah Papi.

Setelah tiba, aku mengernyitkan dahiku saat melihat bahwa ada mobil Doni, calon suamiku yang kini terparkir di depan rumah papi.

Hah, jangan tanya kenapa! Aku terpaksa menuruti kemauan Papi untuk menikah dengan Doni karna kata Papi dia pernah melihat aku dan juga Doni masuk ke satu kamar hotel, yang pada akhirnya aku dan Doni dipaksa untuk menikah.

Walau sudah dijelaskan berulang kali bahwa kami tidak melakukan apa-apa disana dan hanya sedang menyiapkan kejutanku untuk Rexi karna anniversary kami. Namun Papa seperti tak memedulikan penjelasan kami dan tetap memaksa kami untuk menikah tanpa bantahan.

Terkadang aku heran dengan Papi yang begitu kekeh dengan keputusannya. Toh, kan anaknya tidak melakukan apa-apa, kenapa harus dipaksa? Tapi aku bisa apa? Pikiranku sedang tidak jernih belakangan ini dan terpaksa tetap mengikuti semua perkataan Papi.

Aku memutuskan untuk turun dari mobil, tetapi sesaat aku terdiam di depan pintu rumah yang sedikit terbuka sehingga aku dapat mendengar percakapan Papi, dengan seseorang yang aku yakin itu adalah Doni.

Jantungku serasa diremas, lidahku kelu, pandanganku buyar karna air mata yang mulai menggenang. Astaga, jadi selama ini……

















































































Author’s POV

“Semoga waktuku masih cukup” Batin seseorang.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Peace, damai yah damai ntar dilanjutin lagi kok, hehe....

Mau lanjut hibernasi dulu ...

See u on the next chapter, xoxo❤

I.m

Cium aku lagi (gxg) || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang